Di zaman moderen saat ini, keangkuhan sering menjadi hambatan yang sangat besar untuk mencapai suatu impian. Keangkuhan muncul ketika seseorang merasa dirinya lebih pintar dari pada orang lain, menganggap dirinya lebih tahu, atau tidak terbuka terhadap pandangan yang berbeda. Sifat ini bisa menghalangi perkembangan pribadi, menciptakan jarak sosial, dan merusak hubungan antar individu. Keangkuhan sering kali membuat seseorang merasa cukup dengan apa yang sudah mereka ketahui, sehingga mereka menutup diri terhadap kesempatan untuk belajar lebih banyak. Namun, ada cara yang sangat efektif untuk melawan keangkuhan ini, yaitu dengan bertanya sesuai dengan konsep yang diajarkan oleh filsuf Yunani kuno, Socrates.
Socrates adalah sosok filsuf yang tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang yang paling tahu. Sebaliknya, ia memulai setiap percakapan dengan pengakuan bahwa ia tidak tahu apa-apa. Hal ini mungkin terdengar ironis, mengingat ia adalah salah satu filsuf terbesar sepanjang sejarah. Namun, itulah inti dari ajaran Socrates. Dalam setiap dialognya, ia menggunakan metode bertanya yang dikenal dengan sebutan metode Socrates. Melalui serangkaian pertanyaan yang mendalam dan tajam, Socrates tidak hanya mendorong orang lain untuk berpikir lebih kritis, tetapi juga meruntuhkan ego mereka dan mendorong refleksi diri. Dengan cara ini, ia mengajak lawan bicara untuk menyadari bahwa mereka tidak tahu segalanya, meskipun mereka merasa sangat yakin tentang keyakinan dan pandangan mereka.
Socrates berfokus pada pertanyaan terbuka yang memaksa lawan bicara untuk mempertanyakan keyakinan dan pandangannya sendiri. Misalnya, jika seseorang mengaku memiliki pengetahuan tentang suatu hal, Socrates akan bertanya, "Apa yang kamu maksud dengan hal yang kamu ketahui ini?" atau "Dari mana kamu tahu bahwa hal ini benar?" Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bukan hanya mendorong orang untuk berpikir lebih dalam tentang apa yang mereka anggap benar, tetapi juga membantu mereka menyadari bahwa mereka tidak selalu memiliki jawaban yang pasti. Keangkuhan sering kali muncul ketika seseorang merasa yakin tanpa dasar yang jelas, dan Socrates melawan hal ini dengan menggali lebih dalam dan mendorong pemikiran yang lebih jernih.
Di dunia modern, contoh keangkuhan bisa dilihat dengan jelas di media sosial, di mana banyak orang merasa sudah tahu segalanya hanya karena memiliki platform untuk berbicara. Misalnya, di Twitter atau Facebook, orang seringkali berbicara dengan penuh keyakinan tentang isu-isu politik, kesehatan, atau bahkan perubahan iklim, meskipun mereka tidak memiliki pengetahuan yang mendalam. Keangkuhan seperti ini dapat menciptakan polarisasi yang tajam, di mana orang hanya berinteraksi dengan mereka yang sepaham, dan menutup diri dari sudut pandang yang berbeda. Dalam situasi seperti ini, ajaran Socrates sangat relevan. Daripada terjebak dalam perdebatan yang tidak produktif, kita bisa bertanya: "Apa dasar dari pendapatmu ini?" atau "Bagaimana kamu bisa memastikan bahwa informasi yang kamu sebarkan benar?" Pertanyaan seperti ini dapat membantu membuka ruang bagi diskusi yang lebih terbuka dan mendorong orang untuk berpikir lebih kritis tentang informasi yang mereka konsumsi dan bagikan.
Selain itu, Dalam dunia pendidikan, kita juga sering menemui keangkuhan dalam bentuk mahasiswa atau pelajar yang merasa bahwa mereka sudah tahu segalanya setelah mempelajari topik tertentu. Misalnya, dalam debat kelas, seorang mahasiswa yang merasa lebih pintar dari yang lain sering kali mengabaikan pandangan teman-temannya, hanya karena mereka merasa lebih berpengetahuan. Dalam kasus seperti ini, metode Socrates dapat diterapkan dengan mengajukan pertanyaan yang menggugah pemikiran, seperti, "Apa yang membuat kamu begitu yakin dengan pemahamanmu tentang topik ini?" atau "Apakah kamu sudah mempertimbangkan pandangan lain yang berbeda?" Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dapat memaksa seseorang untuk merefleksikan keyakinannya dan membuka dirinya terhadap perspektif lain.Â
Praktik bertanya juga sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Ketika berhadapan dengan seseorang yang merasa lebih tahu atau lebih unggul, alih-alih terjebak dalam perdebatan yang tidak produktif, kita bisa mencoba mengajukan pertanyaan yang mendorong refleksi diri. Misalnya, dalam situasi kerja, ketika seorang rekan merasa lebih tahu tentang suatu proyek dan enggan mendengarkan masukan orang lain, kita bisa bertanya, "Apa yang menjadi dasar keputusanmu?" atau "Apakah ada hal yang belum kita pertimbangkan dalam proyek ini?" Pertanyaan seperti ini bisa mengajak mereka untuk lebih terbuka dan mempertimbangkan sudut pandang lain.
Selain itu, Untuk diri kita sendiri, berlatih bertanya juga bisa menjadi cara untuk mencegah keangkuhan. Kita bisa mulai dengan mempertanyakan keyakinan dan pandangan yang kita pegang teguh. Daripada merasa yakin dengan pemahaman kita, kita bisa terus bertanya kepada diri sendiri. Misalnya, "Apakah saya benar-benar memahami topik ini?" atau "Apa sudut pandang lain yang mungkin saya abaikan?" Dengan cara ini, kita bisa mencegah terjebak dalam rasa keangkuhan dan menjaga sikap rendah hati serta terbuka terhadap pembelajaran. Proses bertanya ini bukan hanya berlaku dalam konteks intelektual, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita menghadapi masalah atau kesulitan, bertanya kepada diri sendiri dan orang lain bisa membantu kita menemukan solusi yang lebih baik.
Kesimpulannya, Socrates mengajarkan kita bahwa kebijaksanaan datang bukan dari memiliki jawaban pasti, melainkan dari kemampuan untuk bertanya dengan benar. Dengan terus mempertanyakan segala hal, kita tidak hanya menghindari keangkuhan, tetapi juga membuka diri untuk belajar lebih banyak dan berkembang. Seperti yang pernah dikatakan oleh Socrates, "Hanya satu hal yang saya ketahui, yaitu bahwa saya tidak tahu apa-apa." Sikap ini mengingatkan kita untuk selalu rendah hati, selalu bertanya, dan selalu terbuka untuk memahami dunia ini lebih dalam. Dengan terus bertanya, kita akan lebih mudah menemukan kebenaran dan menyikapi dunia ini dengan lebih bijaksana.
Melawan keangkuhan, baik dalam diri kita maupun orang lain, bisa dimulai dengan satu langkah kecil yaitu dengan cara bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang sederhana namun mendalam dapat meruntuhkan tembok keangkuhan dan membuka jalan bagi kebijaksanaan yang lebih besar. Sebagai generasi penerus, kita memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan ajaran Socrates ini dalam kehidupan kita, menjadikannya sebagai alat untuk mencari kebenaran dan memperkaya wawasan kita tanpa merasa lebih tinggi dari orang lain. Dengan bertanya, kita tidak hanya belajar dari orang lain, tetapi juga mengajak orang lain untuk belajar bersama demi masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H