Hari itu, Rabu 27 November 2019, seperti biasanya, rutinitas saya sebagai buruh kampus adalah melakukan pekerjaan menyenangkan namun melelahkan ke ujung utara pulau Jawa, tepatnya di Kota Tuban, Jawa Timur. Pekerjaan ini terasa menyenangkan karena bisa "jalan - jalan" keluar dari kepenatan kerjaan kantor dan kuliah yang tiada lelah memberikan tugas. Bahkan saking banyaknya tugas, terasa mereka, para tugas tersebut saling berkejaran di dalam kepala ini. bahkan terasa sesekali mereka berantem.Â
Namun tidak dipungkiri, "jalan - jalan" ini juga makin menambah "mumet" kepala saya. Kenapa? Ya... Tentu saja karena waktu yang banyak terbuang diperjalanan, yang seharusnya bisa saya manfaatkan untuk mengerjakan tugas, meski belum tentu juga sih.Â
Sesampainya di Bumi Wali, sebutan untuk Kota Tuban, saya langsung mempersiapkan diri di lokasi pameran. Ya, Pameran. Karena tugas saya adalah melaksakan pameran pendidikan di kota ini. Pesertanya adalah perguruan tinggi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta bahkan ada yang dari Jakarta. Pengunjungnya? Tentu saja siswa siswi dari SMA dan SMA atau MA di Tuban.
Keesokan harinya, kami langsung menuju tempat pameran. Tepat pukul 08.30, siswa siswi kelas 12 dipersilahkan masuk untuk melihat lihat dan bertanya kepada kampus favorit mereka. Kami, para penjaga stand pameran, bersiap dan membagikan brosur perguruan tinggi masing masing. Semula semua berjalan lancar sampai tiba pada pukul 10.30, ada serombongan siswi, karena semua ternyata adalah perempuan, yang sempat mampir ke stand saya. Setelah berbasa basi, akhirnya saya menanyakan asal sekolah dan program studi mereka.
Mereka ternyata berasal dari salah satu SMK negeri di Tuban dan mengambil jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Sontak saja saya semakin semangat, karena tentu saja satu aliran dengan saya, maka saya mencoba menjelaskan tentang program prongram di kampus saya. Belum sempat saya melontarkan kata kata maut rayuan, merka sudah lebih dahulu menolak dengan menjawab "coding, mumet ah mas".Â
Saya kaget bukan main. Mengapa sampai coding itu diangap susah? Saya mencoba menelusuri tentang kesulitan mereka yang ternyata mereka kesulitan untuk memahami  baris demi baris perintah program.Â
Saya kemudian mengambil laptop sambil menanyakan, apakah mereka pernah belajar algoritma dengan membuat flowchart. Dan Jawaban mereka bahwa mereka sudah mendapatkan dan tidak memahami karena susah. Setelah laptop terbuka saya terlintas teringat sebuah aplikasi untuk membuat flowchart yang dapat disimulasikan dan diujikan, yaitu flowgorithm.
Saya memandang, bahwa membuat flowchart dengan flowgorithm mudah dipahami, maka saya mendemokannya. Ternyata para siswi itu mengaku bisa memahami setelah saya hampir 20 menit menjelaskan tentang membuat flowchart yang dapat diujikan.
Sesaat saya termenung, memikirkan apa yang terjadi pada siswi tadi. Apa yang mereka pelajari disekolah selama hampir 3 tahun, yang kemudian diakui susah. Lalu dalam 20 menit, mereka bisa berubah mengatakan "oooooo.. koq enak ya.. gampang gitu". Â Saya kemudian mencoba mencari benang merahnya. Apakah materi yang diberikan memang sulit atau dalam menyampaikan yang kurang pas, atau memang cara penyajiannya yang belum menarik.Â
Saya juga teringat dengan jajanan kekinian yang saat ini sedang tren, yaitu thai tea.. Ini sebenarnya hanyalah teh biasa, yang kemudian dikemas dan dijual dengan berbagai opsi pilihan rasa dan modifikasi yang ciamik membuatnya menjadi sangat diminati. Dari sini kemudian saya mencoba menarik kesimpulan, bahwa bukan materinya yang sulit, namun delivery-nya juga perlu dipikirkan agar kemudian materi yang sulit tadi menjadi mudah dipahami.
Dengan segala hormat kepada Bapak ibu Guru yang telah mengajarkan materi materi yang sama sekali kami para siswa belum tahu, namun nampaknya perlu dilakukan modifikasi terhadap cara menyampaikan, bila perlu menggunakan alat bantu/peraga yang memudahkan bagi siswa, karena pada dasarnya keinginan belajarlah yang utama yang harus ditumbuhkan.