Dalam waktu dekat ini, banyak daerah yang akan melaksanakan Pilkada atau pemilihan Kepala Daerah. Tentunya mereka mengharapkan sesosok figur yang berwibawa, cerdas, serta dapat mengayomi mereka sebagai warga wilayah tersebut. Jakarta misalnya, sebuah kota besar yang berkembang dengan sangat pesat tetapi tidak diimbangi dengan pengaturan tata kota yang mumpuni. Masalah-masalah pelik yang ada di Jakarta butuh segera dibenahi. Banjir misalnya, masalah yang hampir tiap tahun tidak pernah absen dari kota Jakarta ini butuh segera dibenahi. Sudah semenjak zaman belanda, banjir merupaan salah satu masalah utama masyarakat Jakarta, berbagai solusi telah dilakukan salah satunya dengan membuat saluran banjir kanal timur dan banjir kanal barat. Solusi tersebut ternyata masih kurang dan belum bisa menyelesaikan masalah banjir. Selain itu masih ada masalah lain yang tak kalah pelik, yaitu kemacetan. Jakarta terkenal dengan kemacetan dan kesemrawutan kendaraan bermotor yang lalu lalang diatas jalananya. Masalah kemacetan ini juga masih belum bisa diatasi oleh Gubernur Jakarta semenjak kota Jakarta di canangkan menjadi kota metropolitan.
Sepertinya sudah menjadi sebuah tradisi seorang Gubernur adalah seorang Putra daerah. Gubernur DKI Jakarta haruslah seorang putra Betawi, Gubernur Jawa Barat haruslah putra Jawa Barat dst. Sifat etnosentrik masih tertanam kuat di dalam hati dan pikiran masyarakat bangsa indonesia. Mereka hanya mau dipimpin oleh gubernur yang masih satu suku oleh mereka. Saat ini, pemikiran tersebut sudah kurang relevan. Karena sebenarnya, siapapun yang menjadi kepala daerah baik dari satu suku, ataupun berbeda suku, tidak menjadi masalah selama Ia bisa menyelesaikan masalah-masalah dan persoalan yang ada untuk membangun daerah tersebut untuk maju dan menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
Saat suatu daerah tidak memiliki seorang putra daerah yang dinilai dapat memenuhi kriteria menjadi calon gubernur, tidak ada salahnya jika putra daerah lain mencalonkan diri untuk memimpin daerah lainnya. Selama Ia tetap menjalankan tugasnya memimpin dan membuat wilayah tersebut menjadi lebih baik. Seandainya putra daerah lain memiliki solusi-solusi dan program kerja yang jauh lebih baik ketimbang putra daerah asli, tidak ada salahnya Ia memimpin dengan bijaksana, mengayomi serta menjalankan semua janjinya saat kampanye. Tentunya hal ini harus juga memiliki ketentua. Misalnya, seorang putra daerah lain sudah lama bekerja di wilayah tersebut, atau sudah mengetahui seluk beluk budaya yang ada dimasyarakat dan mengerti karakteristik masyarakatnya, barulah orang tersebut bisa dijadikan salah satu kriteria sebagai calon gubernur yang akan memimpin sebuah wilayah. Contoh simpelnya, putra daerah sendiri memiliki saolusi yang sama dengan gubernur sebelumnya dalam menangani banjir, padahal solusi tersebut tidak efektif. Sedangkan putra daerah lain memiliki solusi baru yang dinilai lebih efektif, maka tidak ada salahnya kita memilih calon yang bisa membawa wilayah kita menjadi jauh lebih baik, karena pada akhirnya kita sendiri yang menikmati kinerja gubernur yang kita pilih. Jadi jangan salah pilih pemimpin, apalagi jika harus golput. Karena golput tidak akan pernah menyelesaikan masalah, golput hanyalah “solusi” bagi orang-orang apatis yang ingin menikmati hasilnya tanpa mau berbuat apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H