Gambar paling atas adalah koleksi saya; gambar bawah uang hasil transaksi di Dumai, Riau coba bandingkan dengan uang seribu dan dua ribu cetakan baru, buluk kan??? oh iya... Ada film baru yang judulnya "Make Money" kalo diartikan ya "Bikin Uang" kali ya... (hubungannya apaa?? cuma garagara ada kata "money" doang...)
Beberapa tahun belakangan saya punya hobby baru, tentunya selain main futsal, makeup ekstrim and main teater, yaitu ngumpulin uang yang ada coratcoretnya. Kebanyakan sie pecahan seribu rupiah (abis kalo pecahan 5000 yang pernah berhasil dikumpulin ujungujungnya bakalan kepake kalo benerbener gak punya duit). Lucu kalo baca lagi coratcoret yang ada di uanguang itu. Uang itu sendiri saya dapatkan dari hasil kembalian saya dari satu warung ke warung lain dan dari swalayan ke swalayan lain selama "perjalanan" saya ke berbagai daerah di Indonesia. Tapi kebanyakan daerahdaerah di Jawa. Ada satu karakteristik yang saya temui dan merupakan fenomena menarik. Uanguang di Jawa khususnya uang untuk kembalian cenderung cantikcantik dan gak buluk. Beda banget sama uang kembalian khususnya pecahan 1000, 2000, 5000 sampai 20.000 yang saya dapatkan di pulau Sumatera (ya walaupun hanya untuk Sumatera Utara dan Riau). Uang kembalian untuk dua wilayah di Pulau Sumatera ini cenderung buluk. Jadi inget salah satu iklan sabun kesehetan kalo uang logam dan uang kertas merupakan sumber kuman. Ah masa... terus apa kabar dengan uanguang buluk ini??? Lupakan dulu tentang kebulukan uanguang kembalian itu, yuk kita balik lagi ke masalah hobi saya mengumpulkan uang yang penuh coretan. Sebenernya uang yang penuh coretan yang saya dapatkan ini sebagian besar juga buluk (loh kok balik ke buluk lagi...), tapi hampir semuanya saya dapatkan dari daerah di Pulau Jawa. Nah disini permasalahannya, ini sih menurut pemikiran saya. Hampir tidak pernah saya temukan uang kembalian (bulukbuluk) ini di Riau yang tercoratcoret. Disini walaupun uangnya bulukbuluk tapi tetap dipakai untuk transaksi ekonomi. Berbeda sekali dengan di Jawa, terkadang uang yang sangat buluk dan kucel apabila kita dapat dari kembalian, langsung deh minta ganti sama yang lebih cakep. Ada lagi, mana kala kita (entah darimana tautau) dapat uang kucel ini lalu akan dipakai untuk transaksi, lantas buruburu deh kita ganti dengan yang lebih cakep. Salah seorang teman saya malahan pernah punya pengalaman soal uang kucel bin buluk ini. Ini kejadian ketika dia harus pulang ke Bogor setelah bermingguminggu bersama saya turun lapangan di Riau. Dia hendak makan dan memarkirkan motornya di lahan parkir restoran (di Bogor). Setelah selesai makan dia berikan uang dua ribu rupiah (uang ini sisa transaksi di Rokan Hilir) ke tukang parkir, serta merta tukang parkir itu protes. "gak ada yang lebih jelek lagi nie uangnya, buluk amat nih duit..." tukas tukang parkir itu Teman saya dengan semangat menjawab, "Ada... Nie mau??". Teman saya itu lantas menyodorkan uang yang lebih buluk dari sebelumnya. Tukang parkirnya pun langsung diam. Saya akhirnya berpikir, perbedaan perlakuan orang di Sumatera (khususnya Sumatera Utara dan Riau) dengan orang di Pulau Jawa dalam menggunakan uang buluk ini. Dari uanguang penuh coretan yang saya kumpulkan semuanya buluk dan semuanya saya dapat di Pulau Jawa. Tapi, di Riau ini terutama walaupun kucelnya minta ampun bau pula, tidak satupun ada coretan bolpoin didalamnya. Apa mungkin penyebabnya karena peredaran uang (yang disitusitu) menyebabkan uang di Riau ini bulukbuluk, sedangkan di Pulau Jawa karena uang cetakan baru lebih terjangkau beredar, maka jarang ditemui uang begitu buluk. Dan hal ini juga (kali ya...) yang membedakan perlakuan pemiliknya, yaitu tadi soal tercoret atau tidaknya. Di Riau, karena peredaran uang cetakan baru rendah maka walaupun sudah buluk pun tetap dipakai dan tidak ditemukan coretan apapun (mungkin karena akan tidak berlaku jika uangnya ada coretan). Di Jawa (khusunya di kota besar dan lumayan besar), uanguang yang sudah kucel dan buluk ini tidak lagi dapat diterima sebagai kembalian atau alat transaksi ekonomi. Makanya, sahsah aja kalau uang buluk ini dicoratcoret dan hasilnya ya ini, uang buluk bercoretan ini ada sebagai koleksi saya. Ya karena itu tadi, ketika saya pulang ke Jakarta, mana ada yang mau nerima uang buluk ada coratcoretnya pula. Lagipun, saya sungkan untuk membelanjakannya, takut ditolak sama pedagang (seperti kejadian temen saya itu) Bytheway, Â jangan diamini loh ya ini sekedar opini, dan hasil telusur minim riset mendalam sebagai penguat argumen. Enjoy...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H