Mohon tunggu...
Kubus Ide
Kubus Ide Mohon Tunggu... lainnya -

desain grafis, kartun, ilustrasi, dongeng, cernak ::: twitter @kubusIDE ::: Novel Anak #LupiMissPalopa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Picbook di antara Penulis dan Ilustrator

27 Januari 2014   05:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:26 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1390793968794118785

[caption id="attachment_318566" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Berawal dari status teman fb yang mengucapkan terima kasih pada penulis dan penerbit "Picbook" yang menyebutkan nama ilustrator (studio ilustrasi) saat mempromosikan buku, muncul komen berisi curhat para ilustrator lain. Untuk yang masih belum familiar, "Picbook" kependekan dari picture book atau pictorial book, atau buku cerita bergambar. Entah kenapa teman-teman lebih suka memakai istilah bule ini, mungkin karena lebih keren dan pendek ketimbang bucergam. Menulis naskah lebih gampang dari menggambar ilustrasi? Dari sekian komen, yang paling menarik dan membuat hati 'tersentuh' adalah klaim bahwa bikin ilustrasi nggak segampang bikin naskah. Memang benar, bikin ilustrasi bukan hal yang gampang, untuk membuat satu halaman ilustrasi perlu waktu yang lama. Seorang teman mengumpamakan, mengetik kata "SAPI" hanya perlu waktu kurang dari 2 detik, sedangkan menggambarnya butuh waktu lebih dari 2 jam. Tapi benarkah bikin naskah lebih gampang dari bikin ilustrasi? Nah di sini lah masalahnya. Menulis kata BEDA dengan membuat naskah (cerita). Membuat naskah adalah serangkaian proses dari mencari ide, mengumpulkan data, membuat konfliks, merajut alur cerita, memilih kata dan mengolahnya supaya menarik kemudian mengetiknya. Belum berakhir sampai di sini, penulis juga harus bisa meyakinkan editor bahwa naskahnya pantas terbit dan layak jual, dengan menunjukkan kelebihan-kelebihan dibanding buku yang ada. Jadi menulis (mengetik) kata hanyalah secuil proses dari membuat naskah. Masihkah berpikir bahwa bikin naskah lebih gampang dari menggambar ilustrasi? Menarik juga sebuah komen posisi tengah, bagi ilustrator mari menulis dan bagi penulis mari menggambar. Royalti Penulis dan Ilustrator Penerbit umumnya memberi royalti 10% dari harga buku, untuk picbook dibagi 5% penulis + 5% ilustrator. Tapi aku pernah membaca postingan bahwa ilustrator kebanyakan lebih memilih "jual putus" dibandingkan royalti, entah kenapa. Penerbit dianggap mengambil untung banyak dengan menetapkan royalti "hanya" 10% bagi penulis (+ilustrator). Perlu dipahami bahwa penerbit mengeluarkan banyak biaya (bahan baku, investasi mesin-lahan, ongkos produksi, gaji karyawan, dll.) dan potensi menanggung rugi kalau buku kurang laku. Sekedar info, pembagian harga buku sbb: 10% penulis (+ilustrator kalau picbook), 40 % penerbit dan 50% distribusi, jadi toko buku yang bagiannya paling banyak. Mengapa distribusi dapat bagian paling besar? Ada ceritanya, lain kesempatan dibahas. Kembali ke status teman fb dan komennya. Ada komen yang minta royalti 25%, realistiskah? Sangat realistis! Mungkin banyak yang belum menyadari, kalau 'dibaca' lagi Surat Perjanjian Penerbitan, bagian penulis (+ilustrator) itu 10% + 30%. Setiap penulis (ilustrator) yang membeli buku hasil karya sendiri akan mendapat rabat 30%, artinya bagian distribusi (toko buku) diberikan pada penulis (ilustrator). Jadi yang pengen dapat penghasilan besar, selain sebagai penulis  (ilustrator) berperan juga lah sebagai PENJUAL. Dan setelah tahu bagaimana rasanya jualan, pasti paham mengapa mereka dapat bagian besar. Harga Ilustrasi Harga masih menjadi keluhan utama banyak ilustrator picbook. Penerbit memberi harga terlalu rendah, Rp 90 ribu - 150 ribu per halaman. Bandingkan dengan karikatur yang gambar per kepala dihargai 200 ribu - 270 ribu. Untuk itu sudah waktunya para ilustrator bersatu dan membuat standar (kualitas dan harga). Dari sebuah komen, juga terasa nada kalau ilustrator 'iri' pada penulis (MAAF kalo salah tafsir). Tapi benarkah penulis dapat honor lebih besar? Belum tentu juga. Penulis lebih memilih royalti daripada jual putus.  Namanya royalti dapatnya tidak pasti, kadang dapat besar, kadang juga gak sampai Rp 100 ribu per semester. Dan bisakah Anda bayangkan berapa kerugian penerbit jika satu semester penulis hanya dapat royalti di bawah Rp 100 ribu? Bandingkan dengan ilustrator yang memilih jual putus, ia dibayar setelah pekerjaan selesai, besarnya sesuai kesepakatan dan tidak perlu menunggu 6 bulan kemudian (dengan hasil yang tidak pasti pula). Jika ilustrator masih merasa mendapat prosentasi royalti yang kurang memadai, ada cara LEGAL dan SAH agar mendapat bagian lebih besar, di antaranya sbb: - belajarlah menulis naskah, jika bisa ilustrasi sekaligus menulis sudah barang tentu royalti untuk sendiri. - sewalah penulis hantu (gost writer), sampaikan ide Anda, minta ia menulisnya, beli naskahnya dan lengkapi dengan ilustrasi kemudian tawarkan ke penerbit. - adakan audisi/lomba menulis naskah. Dari beberapa lomba menulis, aku masih melihat ada lomba dengan hadiah Rp 500 ribu dan peminatnya banyak. Jadi studio ilustrasi bisa mengadakan lomba menulis, beri hadiah pada pemenang, buat ilustrasi kemudian tawarkan ke penerbit. Harus diingat, cantumkan syarat dan ketentuan di lomba, agar tidak menimbulkan masalah di belakang. Win-Win-Win-Win (Ilustrator-Penulis-Penerbit-Pembeli) Semua stakeholder picbook (#halah istilah ketinggian) sudah pasti tidak ingin rugi, semua ingin menang. Dan mendapatkan solusi win-win-win-win BUKAN hal yang MUSTAHIL. Ilustrator BERSATU menaikkan standar harga. Dengan naiknya harga ilustrasi, khawatirkah penulis? Seharusnya tidak. Penulis tentu akan lebih senang juga dengan hasil gambar yang lebih baik, lebih detail, bukan asal jadi. Dan harga ilustrasi bukan domain penulis tapi penerbit. Selain itu picbook hanya salah satu lahan, masih banyak lahan lain yang bisa digarap penulis. Apakah penerbit harus cemas? Tidak juga. Dengan naiknya standar ilustrasi, penerbit harus benar-benar memilih naskah yang baik dan sekiranya laku di pasaran. Kalau saat harga ilustrasi masih rendah, penerbit bisa menerbitkan naskah yang bernilai 7, maka saat standar ilustrasi naik, penerbit hanya menerbitkan naskah bernilai 9. Sebagai imbasnya kalau dulu sebulan penerbit bisa menerbitkan (misalnya) 50 judul , saat harga ilustrasi naik, penerbit menerbitkan 30 judul tapi dengan naskah dan ilustrasi lebih mumpuni. Pembeli rugi? harusnya juga tidak. Kenaikan standar ilustrasi dan naskah tentu saja membuat harga buku naik, tapi pembeli tidak perlu cemas karena mereka akan mendapatkan buku yang baik, bukan yang asal-asalan. Penulis-Ilustrator-Penerbit perlu merenungkan wanti-wanti salah satu pakar penulisan buku (Pak Bambang Trim), maraknya buku anak di pasaran jika minim inovasi dan tema yang seragam, itu-itu saja, pelan-pelan bisa membunuh industri buku anak itu sendiri. Lebih baik penerbit mengeluarkan buku anak dengan naskah dan ilustrasi TERBAIK dalam jumlah SEDIKIT daripada membanjiri pasar yang kemudian bisa membunuhnya. Kalau keadaan ideal belum tercapai (ilustrator belum berhasil menggoalkan kenaikan harga ilustrasi) dan persaingan masih takluk oleh harga pasar, maka perlu ditiru kiat beberapa ilustrator (studio ilustrasi), ada harga ada rupa (kualitas). Untuk harga tinggi, mereka membuat ilustrasi yang detail (gambar daun sampai kelihatan uratnya), sedangkan untuk harga rendah, mereka membuat ilustrasi yang tidak terlalu detail. Tulisan ini berusaha 'netral', tidak memihak penulis atau ilustrator, tapi kalaupun ada yang merasa 'tersenggol', sila tulis komen sebagai pelengkap dan sebagai tambahan hal yang luput dari kaca mataku. Bikin ILUSTRASI memang SULIT tapi bikin NASKAH juga TIDAK GAMPANG. Sebelum kata penutup, perlu dipahami bahwa picbook adalah anak dari pernikahan yang sah antara ilustrator dan penulis dengan penerbit sebagai penghulunya. Salah satu pihak seyogyanya tidak merasa lebih tinggi dengan mengganggap pekerjaan yang lain lebih mudah. Oh ya, sebagai penutup ada sebuah ungkapan yang sering dijadikan status oleh teman penulis dan ilustrator, "rejeki tidak akan tertukar." Semoga bermanfaat. Wasalam. @kubusIDE

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun