Di pergaulan antar warga, seorang tetangga boleh meributkan apapun yg ia tidak suka. Jadi Om Leegoh boleh teriak sepuas-puasnya, boleh nyetel musik keras-keras sebagai tanda protes, asal semua itu dilakukan di halaman rumahnya sendiri. Semua boleh ia lakukan asal tidak kelewat batas, misalnya masuk halaman sambil membawa golok, kalau sudah sampai pada tahap itu berlaku sebuah ungkapan yang populer di mari "senggol bacok".
Ribut-ribut soal nama kapal perang Usman Hasan, sejauh yang saya baca dan dengar tidak ada kata "perang" yang terucap baik dari kubu Indonesia maupun Singapura. Kata perang cuma olok-olok yang keluar dari rakyat, bukan sikap resmi pemerintah. Jadi jangan terlalu mendramatisir keadaan.
Sepertinya pemerintah Indonesia dalam hal ini kemenlu juga sudah bekerja sesuai aturan itu. Indonesia tetap memakai nama kapal Usman Hasan. Singapura boleh protes soal nama, dan protes itu dimasukkan 'catatan' oleh kemenlu.
Selama ia hanya protes, ya anggap saja itu catatan. Tapi kalau misalnya sudah melangkah ke tahap selanjutnya, ambil contoh embargo atau hal lainnya, baru lah Indonesia melangkah ke tahap selanjutnya juga. Dan itu bukan "perang". Banyak tahapan sebelum keputusan perang diambil.
Agar judul tulisan ini bukan hanya sebagai hiasan, berikuti ini 7 alasan mengapa kita harus "perang" lawan tetangga kaya itu:
1. mereka kecil, kita besar
2. mereka sedikit, kita banyak
3. mereka sombong, kita sudah sering ngalah
4. mereka lebih kaya, dan sebagian kekayaan itu hasil simpanan tikus yang tinggal di sana.
5, 6, 7 (silakan cari alasan sendiri, masak harus aku juga yang mencarinya?)
Apa untungnya jika Indonesia "perang" melawan Singapura?