Untuk MRT dan LRT, karena dari pengalaman di Jakarta, mereka membutuhkan waktu antara 3 -- 4 tahun untuk dibangun. Di Jakarta malahan 5 tahun, namun asumsi penulis karena disana belum ada bangunan dan tidak perlu memindahkan apa-apa, maka bisa lebih cepat setahun. MRT dan LRT mutlak sudah harus beroperasi per 2024 karena penduduknya juga sudah pindah pada 2024. Â
Instalasi militer memrlukan pembangunan yang juga lebih cepat, karena instalasi seperti Arhanud dan Bandara militer jelas membutuhkan waktu yang lama. Belum lagi proses instalasi peralatan Command & Control yang harus redundant dan tahan serangan. Karena prinsip dasar dari operasi militer adalah adanya rantai komando dan penyampaian komando yang jelas, dari Presiden, melalui Menteri Pertahanan, kepada Panglima TNI. Sehingga instalasi militer dan Mabes TNI jelas harus terlebih dahulu dimulai.
Selanjutnya ketersediaan dana harus ada sekitar 6 bulan sebelumnya, mengapa? Ya karena pasti ada lelang, uang muka barang konstruksi dan sebagainya, dimana bahkan sebelum proyek dimulai, sudah harus ada capital outlay terlebih dahulu.
Setelah kita memahami kapan harus tersedia dananya, sekarang mari kita lihat kondisi keuangan sumber dana untuk pembangunan ibukota baru kita
Kondisi Ketersediaan Dana
Dalam rencana pembangunan ibukota negara, BAPPENAS memperlihatkan bahwa akan terdapat 3 sumber dana yang digunakan. Mayoritas adalah dari KPBU (Kerjasama Pembangunan dengan Badan Usaha), Selanjutnya dari Swasta dan terakhir dari APBN. Mari kita lihat masing masing kondisi ketersediaan dananya.
         Swasta
Peranan sektor swasta dalam pembangunan ibukota baru terdiri dari dua pihak, yaitu swasta luar negeri dan dalam negeri.
Kondisi Swasta LN akan diwakili oleh ketiga Dewan Pengarah pembangunan IKN, yaitu dari UAE, Softbank, dan GB (Britania Raya).
        Kondisi UAE saat ini tidak dalam kondisi yang menggembirakan. Untuk menghadapi pandemic coronavirus, UAE telah menggelontorkan anggaran sebesar 61 Milyar US$ untuk stimulus / sekurangnya 800 Trilyun Rupiah pada anggaran tahun 2020.
Parahnya lagi, akibat ambruknya harga minyak ke level 30 US$ per barrel, APBN UAE juga jebol, karena untuk imbang saja membutuhkan US$ 70/Barrel. Harga minyak diperkirakan tidak akan sembuh hingga pertengahan 2021. Sehingga menjadi sebuah pertanyaan, apakah UAE tetap sanggup untuk memenuhi komitmen mereka setidaknya pada 2023?