Mohon tunggu...
Krisna
Krisna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Filmmaker

Musik juga oke

Selanjutnya

Tutup

Seni

Kampung Blangkon Menjadi Jati Diri Mayoritas Masyarakat Serengan Sebagai Pengrajin Blangkon

1 Januari 2025   15:12 Diperbarui: 1 Januari 2025   15:12 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pendahuluan

Blangkon sebagai penutup kepala tradisional khas Jawa Tengah, yang tidak hanya menjadi simbol budaya tetapi juga menjadi bukti keuletan dan kreativitas masyarakat setempat. Salah satu tempat yang identik dengan pembuatan blangkon adalah Kampung Blangkon di kelurahan Serengan, Kota Surakarta. Walaupun masih banyak yang belum tahu, Kampung Blangkon merupakan kampung yang dimana mayoritas penduduk dikampung itu menjadikan mata pencahariannya sebagai pengrajin blangkon. Di tengah arus modernisasi yang kerap menggerus budaya tradisional, Kampung Blangkon tetap berdiri teguh menjadi eksistensi dan keunikan dari warisan leluhur. Pada Kesempatan ini penulis ingin memberikan opini mengenai "Bagaimana peran pengrajin blangkon bisa eksis di era moderenisasi?". Fenomena ini menarik perhatian, tidak hanya sebagai pelestarian budaya, tetapi juga sebagai bentuk ekonomi kreatif yang mendukung kesejahteraan masyarakat lokal.

Sejarah Kampung Blangkon

Sebagai warisan budaya, blangkon memiliki filosofi mendalam. Tidak hanya menjadi simbol identitas, blangkon juga mencerminkan nilai-nilai kesederhanaan, kehormatan, dan kedisiplinan. Blangkon juga identik dengan aksesoris pelengkap pakaian Jawa yang disebut Beskap.

"Blangkon merupakan bagian dari pakaian adat Jawa, Blangkon juga merupakan budaya atau seni tinggalan dari orang dahulu yang dulunya dipakai oleh orang Keratonan." Ucap Bapak Sumarno selaku pengrajin blangkon (Sumarno. Wawancara. 29 Desember 2024).

Di Serengan tepatnya Desa Potrojayan, keterampilan membuat blangkon menjadi tradisi turun-temurun. Setiap keluarga pengajian memiliki cerita unik tentang bagaimana mereka belajar membuat blangkon dari generasi sebelumnya. Kerajinan blangkon ini sudah berjalan sejak tahun 1986 dan dipelopori oleh Bapak Djazuli. Mayoritas masyarakat Kampung Potrojayan tumbuh besar dengan kain batik dan alat pembuat blangkon, untuk mengasah keterampilan sambil menjaga keunikan produk lokal.

Kolaborasi Tradisi dengan Modernisasi

Pengrajin blangkon menghadapi tantangan besar, Permintaan yang kian berkurang, terutama karna gaya hidup modern yang tidak lagi menjadikan blangkon sebagai kebutuhan sehari-hari, membuat banyak pengrajin kesulitan bertahan. Selain itu, persaingan dengan produk massal yang lebih murah dan cepat diproduksi semakin mempersempit ruang gerak pengrajin lokal. Meski begitu, upaya kolaborasi dengan pemerintah, akademisi, dan komunitas kreatif juga dapat menjadi solusi untuk mempertahankan keberlanjutan tradisi ini. Beberapa pengrajin mulai memanfaatkan platform digital untuk memasarkan blangkon mereka ke pasar yang lebih luas. Hal ini membuktikan bahwa tradisi lokal dapat beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan esensinya.

"Pemasarannya agak sulit, setelah adanya media platform lebih memudahkan, karena tidak perlu luar ke rumah." Ucap Ibu Hasrini sebagai pengrajin blangkon (Hasrini, Wawancara, 29 Desember 2024).

Harapan serta Pesan untuk Kerajinan Blangkon

Melihat dedikasi mayoritas masyarakat Kampung Potrojayan ini kita diajak untuk merenung, bagaimana menghargai karya para pengrajin blangkon, yang tidak hanya soal membeli blangkon tetapi juga menyadari bahwa disetiap produk ada nilai sejarah dan budaya yang harus dilestarikan. Harapan besar penulis adalah agar Kampung Blangkon ini tidak hanya dikenal sebagai pusat pengajian blangkon, tetapi juga sebagai simbol kebangkitan budaya yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Dengan kolaborasi yang baik antara pengrajin, pemerintah, dan masyarakat luas tradisi pembuatan blangkon di Kampung Potrojayan akan terus dilestarikan dan membawa manfaat bagi generasi mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun