Mohon tunggu...
Sheva Fadly Pratama
Sheva Fadly Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UPN "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Jokowi dan Natuna, Apakah Langkah Militerisasi Sudah Tepat?

7 Desember 2024   12:06 Diperbarui: 7 Desember 2024   12:06 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Melihat Indonesia

Permasalahan di Pulau Natuna masih tetap berlangsung selama masa jabatan kedua Presiden Joko Widodo. Klaim China yang didasari oleh "Nine-dash line" memicu isu signifikan terkait perebutan Pulau Natuna. 

Masalah ini memperlihatkan bagaimana Presiden Joko Widodo menghadapi tantangan dari klaim ini.  Presiden Joko Widodo kemudian memilih jalur militerisasi untuk memantapkan posisi Indonesia di Pulau Natuna.

Pulau Natuna sendiri terletak di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia, pulau ini merupakan salah satu pulau terluar yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Pulau Natuna memiliki luas daratan sekitar 2.000,85 km dan wilayah lautan mencapai 222.683,74 km.

Kondisi geografi pulau ini didominasi oleh wilayah perbukitan serta pegunungan, dengan ketinggian yang bervariasi antara 3 hingga 959 meter di atas permukaan laut. Lantas bagaimana Pulau Natuna bisa terkena klaim "Nine-dash line" yang diajukan oleh China?

Klaim "Nine-dash line" sendiri menyatakan bahwa Pulau Natuna merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia. Namun Pulau Natuna berada dalam batasan sembilan garis putus-putus yang ditetapkan oleh China.

Pernyataan ini berartikan bahwa China memiliki hak pada Pulau Natuna sebagai wilayah yang bisa mereka ambil sumber daya alamnya, terutama ikan. Indonesia menolak klaim ini dan menegaskan bahwa Pulau Natuna adalah bagian dari Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982

Indonesia menolak klaim ini dan telah melakukan berbagai langkah diplomatik untuk mempertahankan haknya atas Pulau Natuna. Menteri Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa Nine Dash Line tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan bertentangan dengan isi dari UNCLOS. 

Meski China menyatakan bahwa mereka memiliki hak dari Pulau Natuna sebagai bagian dari Nine Dash Line, Indonesia tetap berpegang pada prinsip kedaulatan dan hak-hak berdaulatnya di wilayah tersebut. Indonesia telah mengeluarkan nota protes kepada China terkait pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan dan kapal-kapal petugas pantai milik China.

Langkah diplomasi preventif juga dilakukan untuk mendorong adanya suatu dialog dengan China untuk mencari solusi damai dan mencegah eskalasi konflik. Meskipun begitu, permasalahan tetap selalu ada, terutama dengan terus terjadinya pelanggaran oleh kapal-kapal China.

Munculnya kritik terhadap bagaimana Indonesia menanggapi permasalahan ini dapat dianggap bisa menimbulkan permasalahan pada jangka waktu panjang. Situasi ini menunjukkan bahwa tantangan dalam mempertahankan kedaulatan di Pulau Natuna masih memerlukan perhatian dan upaya yang lebih intensif di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun