Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Serunya Menyusuri Ngarai Ber-Stalaktit Es

19 Januari 2017   00:07 Diperbarui: 22 Januari 2017   12:38 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stalaktit es di hutan (dokumentasi pribadi)

Pada hari kedua tahun 2017, cuacanya ketika itu cukup cerah, dingin memang mungkin sekitar 3°C tapi belum turun salju. Musim dingin untuk beberapa orang memang bisa sangat membuat depresi, dikenal dengan Winter Blues. Untuk saya lebih membuat timbangan berat badan naik daripada depresi, karena bagi saya musim dingin terutama saat salju turun, alam menampilkan kecantikan alamnya yang lain. Tapi dalam urusan kurang bergerak, karena berhenti bersepeda, jalan-jalan dan hiking itulah lebih bermasalah bagi saya. Untuk itu, kebetulan hari cerah walaupun dingin kami memutuskan untuk keluar rumah agak jauh, blusukan di hutan dalam ngarai untuk sekedar menyegarkan mata, melemaskan otot kaki untuk menyaksikan kespektakuleran alam. 

Bila di Amerika ada Grand Canyon, yang kami datangi tidak grand tapi medium saja, namun ngarai ini memiliki keistimewaan karena memiliki stalaktit es yang menghiasi tebing-tebingnya. Kami ternyata bukan satu-satunya yang berhiking ria ke hutan dalam ngarai saat suhu menunjukkan 3°C. Orang di Jerman memang menyukai hiking, terlihat dari banyaknya tempat-tempat hiking yang tersedia dan terbuka untuk umum. Mereka banyak yang hiking dengan keluarga dan anak-anak, bila kendisi untuk hikingnya tidak terlalu sulit. Nah, ngarai ini walaupun menurut buku yang kami baca, derajat kesulitan hiking nya leicht alias mudah, tapi pada kenyataannya menurut saya menuruni ngarai sepanjang 50 meter ini terutama saat musim dingin bukan tanpa masalah. Apalagi saat melalui jembatan yang tertutup lapisan es mengeras, orang harus jalan perlahan-lahan karena licin atau melaluinya dengan alas kaki berpaku.

Sungai yang mulai membeku (dokumentasi pribadi)
Sungai yang mulai membeku (dokumentasi pribadi)
Stalaktit di hutan (dokumentasi pribadi)
Stalaktit di hutan (dokumentasi pribadi)
dokumentai pribadi
dokumentai pribadi
Ngarai ini konon mulai terbentuk sejak 15.000 tahun yang lalu, dimulai dari aliran keluar sebuah danau tapi kemudian semakin dalam dan melebar membentuk ngarai. Bagi yang mengenal soal bebatuan, tebing yang mengelilingi ngarai ini menunjukkan umur bebatuan bumi. Hal ini menjawab, walaupun di atas ngarai belum ada salju atau es terbentuk di dalam ngarai ini, es seperti terkonservasi dan sudah membeku.  Sungainya pun pinggirannya sudah mulai membeku dan stalaktit es terlihat di mana-mana. Paling cantik adalah tampakan air terjun yang seperti terhenti mengalir dan membeku, seperti foto yang saya dokumentasi di bawah ini, cantik ya.

Stalaktit es sebelum turun salju (dokumentasi pribadi)
Stalaktit es sebelum turun salju (dokumentasi pribadi)
Air yang membeku (dokumentasi pribadi)
Air yang membeku (dokumentasi pribadi)
Setelah Salju Turun

Setelah salju turun tentu di ngarai di atas tidak hanya dipenuhi stalaktit es tapi juga stalagmit es. Apalagi 2 hari setelah itu, salju turun dengan lebat di Eropa, tidak hanya membuat pemanas rumah bekerja lebih keras tapi juga tidak sedikit pipa air menjadi pecah karena membeku, lalu lintas menjadi terganggu karena tidak bisa dilalui atau karena kecelakaan.

Ponsel hari ini di kota kecil kami di Jerman menunjukkan -4°C. Ini sudah menghangat, lho .... minggu lalu sempat menembus -13°C. Gelombang kabut dan dingin yang menyapa Eropa musim dingin kali ini memang tidak main-main. Di Eropa Timur seperti Polandia suhunya sampai 25°C minus, brrrrr. Dingin. Di Oravska Lesna, Slowakia bahkan menurut Spiegel terparah dalam 30 tahun terakhir, sampai minus 35,2°C. Keadaan Rusia dan Bulgaria tidak jauh berbeda. Korban pun tak dapat dielakkan dan berjatuhan karena itu, terutama untuk para manula dan anak-anak kondisi seperti ini sangatlah rentan. 

Beberapa hari ke depan, cuaca akan mendingin lagi. Begitulah negara dengan empat musim, dingin dan panas saling berganti dalam ritma alamnya, tidak selalu membuat depresi karena setiap musim memiliki kecantikan alamnya masing-masing. Foto-foto di bawah ini, menunjukkan hijau daun memang sudah tidak terlihat, tapi gantinya putih menutupi setiap cabangnya. Alam tak perlu digagahi untuk kesenangan manusia, tapi kitalah yang perlu bersahabat dengan alam. (ACJP) 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun