[caption id="attachment_394343" align="aligncenter" width="560" caption="dari http://www.welt.de/vermischtes/article135266708/Lehrer-sind-das-Problem-nicht-Helikopter-Eltern.html"][/caption]
Beberapa hari yang lalu dalam kereta, konsentrasi saya pada buku di tangan menjadi terpecah oleh obrolan cukup nyaring dari dua wanita lanjut usia yang sangat modis di seberang tempat duduk saya. Awalnya saya memang merasa terganggu, tapi ketika saya mau tidak mau mulai 'turut' masuk dan menyimak alur pembicaraan mereka, saya pun terpekur dan menjadi berpikir tentang tema obrolan mereka.
Pokok obrolan mereka adalah kasus teman mereka yang menurut mereka salah mendidik anak, karena temannya ini dulu terlalu mengontrol anak dan karena itu setelah tua tidak disukai bahkan dilupakan oleh anak-anaknya. Saya berpikir, menjadi orangtua itu memang tidak mudah. Tidak ada satu formula atau satu pakem pas untuk satu paket keluarga, bahkan teori pendidikan anak pun selalu ada deviasi yang harus dituning lebih halus sesuai dengan kebutuhan masing-masing keluarga.
Semua itu, saya kira, kembali pada harapan, cita-cita dan keinginan masing-masing keluarga, masing-masing orangtua, masing-masing individu. Tapi siapa sih yang tidak ingin, "saat kecil bahagia, muda gembira, tua berjaya dan mati masuk surga" ????? Setiap orang saya kira ya .... Tapi ternyata keinginan 'sederhana' ini menjadi njelimet setelah bertemu dengan banyak parameter kehidupan. Tumbukan kepentingan menjadikan hal sederhana menjadi variabel rumit, sebuah hiperbola, yang terkadang harus diselesaikan dengan beberapa kali integrasi, derivasi serta pemangkatan eksponen dari berbagai formula. Singkat kata, mendidik anak itu susah kuadrat, karena setiap anak sangatlah unik.
Masih ingat Amy Chua ?? Profesor Hukum di Universitas Yale USA ini tahun 2011 pernah menulis sebuah buku kontroversial "The Battle Hymne of the Tiger Mom". Bila banyak orang mengumpat Amy Chua sebagai ibu, saya merasa kagum atas kegigihannya sebagai ibu diantara kesibukan karirnya. Tidak banyak ibu di dunia ini, yang mampu mengawinkan karir, anak, suami dan keluarga dalam balutan cinta dan kesuksesan. Buku terbarunya, yang ia tulis dengan suaminya Jed Rubenfeld, "The Triple Package" awal tahun 2014 juga menuai kontroversi di Amerika Serikat. Mereka dicap rasis padahal mereka telah menulis dengan sangat hati-hati tanpa menulis ras tapi kelompok budaya di USA. Yah ... haters sih seperti garam dalam laut, bumbu kehidupan ya, bisa pedas bisa pahit.
Kembali ke pola pendidikan dalam keluarga, memproyeksikan obrolan kedua wanita modis dalam kereta pada pengalaman saya, membuat saya mengulang kembali pola pendidikan yang saya terapkan sebagai ibu. Dua Profesor Ekonomi dari Northwestern, USA dan Zürich, Swiss telah meneliti hubungan Ekonomi dan Gaya atau Pola Pendidikan Anak, di sana ditulis bahwa istilah Tiger Mama, Helicopter Mama dan Hippies Mama, dalam Psikologi Tumbuh Kembang dibedakan dalam pola pendidikan anak yang otoriter, otoritatif dan permisif. Pola pendidikan otoriter itu sama dengan produknya Tiger Mama (ibu yang keras dalam disiplin), otoritatif produknya Helicopter Mama (penuh kontrol) dan permisif dengan produknya Hippies Mama (ibu yang santai).
Pola pendidikan otoriter dan otoritatif ini dibanding pola pendidikan permisif, sangat menyedot energi dan biaya bagi orangtua. Tapi menurut hasil studi Prof Zilibotti dan Doepke ini, orangtua yang merelakan waktu, biaya dan energi untuk anak-anaknya memiliki kemungkinan besar akan menuai keberhasilan di kemudian hari terutama dalam masyarakat yang memiliki kesenjangan sosial lebar. Sedangkan pola permisif atau orangtua yang hippies alias santai lebih bisa diterapkan dalam masyarakat yang hampir tidak memiliki kesenjangan sosial, seperti di Norwegia dan Swedia, karena dalam masyarakat ini malah kreativitas dan kemandirian dini anak sangat dituntut.
Itu dilihat dari segi ekonomi, nah ..... bagaimana dari sisi cinta ?? Tampaknya pola apa pun yang diterapkan sebagai ibu atau orangtua kita juga perlu memberikan porsi cinta yang cukup untuk anak, sehingga memberi rangka sikap kita sebagai ibu, dengan demikian anak pun dapat merasakan dan mengerti maksud pola pendidikan kita. Amy Chua, yang juga produk pendidikan a tiger mom, tidak pernah menyesal mendapatkan perlakuan keras ibunya bahkan sangat berterimakasih dan tidak pernah kehilangan rasa cinta pada ibunya, karena ibunya berhasil mensinyalkan disiplin dan cinta sekaligus dalam pola pendidikan anaknya.
Aaahhh .... saya jadi rindu anak-anak saya, semoga mereka dapat mengerti pola pendidikan yang saya terapkan dan menangkap cinta saya yang dalam terselip di antaranya. Selamat menikmati video 3 teknik parenting di bawah ini dan tentu saja selamat berhari Minggu dengan keluarga ... (ACJP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H