Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Islamophobia atau Xenophobia ?? (Pengalaman dan Sudut Pandang Pribadi)

12 Januari 2015   12:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:19 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14210157551601006298

[caption id="attachment_390243" align="aligncenter" width="594" caption="Jerman di waktu malam (dok pribadi)"][/caption]

Ajakan Kang Pepih Nugraha untuk menuliskan lewat tulisan tersendiri

fakta kehidupan warga Muslim, yang bermukim di Jerman bukan dalam komentar (panjang) saja, saya terima, kebetulan kami hari ini baru saja menerima kunjungan satu keluarga muslim, kawan baik kami, dari Irak yang sudah lebih dari 14 tahun tinggal di Jerman.

Saya ingin menuliskan secara hati-hati dan tidak ingin menggeneralisasi suasana, dan saya harap para pembaca pun tidak menggeneralisasi kondisi atau hanya mencuil peristiwa kecil untuk memperparah hal besar. Untuk itu, judulnya pun saya tambahkan dalam kurung dari pengalaman dan sudut pandang saya.

Kehidupan sebagai muslim di Jerman

Baiklah, kembali ke tamu kami hari ini, saya mendengar dari mereka bahwa mereka waktu kecil datang dengan orangtua mereka ke Jerman sebagai pencari suaka (refugees). Mereka diterima oleh Jerman dan berhasil membangun kehidupan baru dan bahkan mereka mengecap pendidikan dan menyelesaikan perguruan tinggi di Jerman sama dengan orang Jerman lainnya. Orangtua mereka berhasil mendirikan usaha jual beli mobil, walaupun ayah mereka seorang Doktor di bidang Sosial di Iraknya dan asalnya seorang dosen di perguruan tinggi. Mereka memang sangat sopan dan terlihat berasal dari keluarga berpendidikan dan baik-baik.

Tidak ada cerita tentang pengalaman buruk yang mereka ceritakan ketika mereka mulai membangun kehidupan baru di Jerman, mereka hanya sempat menyinggung bagaimana beratnya perjuangan mereka keluar dari Irak dan mencari penghidupan baru yang aman untuk keluarga, lalu terlempar-lempar dari satu negara ke negara lain. Dan pada akhirnya mereka merasa bersyukur terdampar di Jerman serta berhasil membangun kehidupan berkeluarga dengan aman dan bahagia.

Dengan kondisi terkini, di mana berita mengenai sepak terjang ISIS, Boko Haram, Al-Shabaab di luar Jerman lalu sikap provokatifnya kaum Salafist di beberapa kota Jerman, sering muncul di berita, tamu kami ini bercerita tentang kesulitannya mencari apartemen untuk disewa. Tamu kami ini mengira saat pemilik apartemen sewa tersebut menerima telpon dan mendengar calon penyewanya bernama arab, si pemilik apartemen langsung tak suka dan mengatakan bahwa apartemen sudah disewa orang. Padahal ketika tamu kami ini meminta koleganya yang Jerman asli menelpon 10 menit kemudian, apartemen ternyata belum disewa.

Saya tidak mau terburu-buru mengecap pemilik apartemen sewa ini telah bersikap "arabphobia" atau "islamophobia", karena saya juga pernah mendengar ada orang Jerman yang memang tidak mau menyewakan rumahnya ke orang asing, bahkan orang Indonesia, tidak lain karena dari pengalaman orang Jerman ini, rumah yang disewanya menjadi rusak karena tidak dirawat dengan baik. Jadi, kita tidak pernah tahu alasan sebenarnya seseorang dan saya tidak ingin berprasangka buruk.

Yang jelas, dari pengalaman saya selama 17 tahun tinggal di Jerman, saya belum pernah mengalami kesulitan atau dipersulit karena agama saya, kewarganegaraan saya baik itu di tempat kerja, di tempat kuliah, di sekolah anak-anak saya dari SD sampai SMP/SMA, di tempat belanja, di tempat melakukan hobi, di tempat-tempat apa pun. Sulitnya memang untuk shalat di tempat kerja atau di tempat kuliah/sekolah misalnya, karena tidak ada mushola tersedia atau tempat khusus atau saat puasa dan lebaran tidak libur atau tidak tahu waktu shalat karena tidak ada adzan terdengar.

Tapi saya melihatnya hal di atas sebagai resiko datang ke Jerman yang harus saya cari solusinya sendiri. Mesjid bila tidak ada di kota kita tinggal, biasanya tersedia di kota terdekat karena memang banyak muslim dari Turki di Jerman. Apalagi tidak ada larangan untuk datang ke tempat ibadah di Jerman, saya juga belum pernah mengalami atau mendengar orang Islam, orang Buddha, orang Hindu atau orang Yahudi, orang Sunni, orang Syiah, Ahmadiyah diusir dari suatu tempat di Jerman karena agama yang dianutnya. Saya kira hal ini berhubungan dengan konstitusi Jerman untuk menjunjung tinggi seseorang, tanpa melihat kepercayaan dan agama yang dianutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun