Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Jogja dan Magelang dari Punthuk Setumbu dan Merapi

30 September 2016   20:23 Diperbarui: 1 Oktober 2016   01:31 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Borobudur hanya samar-samar terlihat (Dokumentasi Pribadi)

Satu pertanyaan yang saya ajukan ke tour guide kami, mas Bayu, di Jogja, yang asli wong Yodjo adalah, "Apa nama resmi kota Jogja, Yogyakarta (seperti yang tertulis di plang stasionnya) atau Jogjakarta?". Pertanyaan ini muncul di benak saya karena kalau mencari tiket pesawat, atau hotel di tautan-tautan pencari di internet, kadang ada yang mengenali Yogyakarta, kadang ada yang mengenali Jogjakarta. Eh ... jawaban tour guide kami membuat saya makin bingung karena jawabannya adalah Ngayogyakarta. Nah lho ... hehehe, ya udah saya sebut Jogja saja ya.

Walaupun kami menginap di Magelang, tapi judul wisata kami awalnya wisata Jogja. Tour yang kami pilih pun berasal dari Jogja. Sulit memang menarik garis wisata Jogja hanya di Jogja saja karena banyak tempat-tempat menarik adanya di Magelang termasuk Borobudur dan desa Wisata Candirejo. Nah ... ditambah kunjungan ke Punthuk Setumbu dan Merapi ini sudah selayaknya sebetulnya wisata ini disebut wisata Jogja-Magelang.

Wisata Punthuk Setumbu

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Enaknya berlibur dengan jasa tour guide ini kami tidak perlu repot-repot mencari tempat-tempat menarik dan cling ... dalam sekejap tanpa membuka GPS kami sudah ada di spot yang diinginkan. Menuju Punthuk Setumbu, kami harus siap jam 4 pagi dari hotel, kurang jam 5 pagi kami sudah sampai di tempat tujuan. Gelap gulita tapi luarbiasa ramainya mobil tour di tempat parkir, sesejuk dan segelap subuh tapi bau knalpot sudah memenuhi udara. Cepat kami menuju pos dan berjalan menuju jalan yang ditunjukkan oleh guide kami. Kami hanya perlu jalan saja menapaki tangga-tangga yang cukup baik kondisinya tanpa perlu membayar. Ternyata pembayaran Rp.15.000 untuk wisatawan lokal sudah dibereskan guide kami. Saya tidak sempat menghitung berapa anak tangga yang dilalui, tapi menuju bukitnya saya perkirakan lebih dari 100 anak tangga.

Untunglah, semakin tinggi kami berjalan, semakin lama bau knalpot memudar dan mulai tergantikan oleh segarnya udara pagi. Walaupun subuh itu sangat gelap tapi lampu dari rumah-rumah penduduk sangat membantu kami melihat apa yang kami injak. Kami memang bukan satu-satunya turis, apalagi ketika sampai di bukitnya. Ternyata banyak sekali turis sudah berkumpul di sana. Segelap pagi itu, masih agak sulit bagi kami mengenali wajah satu demi satu. Tapi dari suara-suara obrolan yang terdengar, paling menyolok turis dari Sumatra Utara dan turis dari negeri Belanda.

berawan (Dokumentasi Pribadi)
berawan (Dokumentasi Pribadi)
Saat makin siang, jelas deh turis-turisnya (Dokumentasi Pribadi)
Saat makin siang, jelas deh turis-turisnya (Dokumentasi Pribadi)
Saya pun berusaha mencari tempat paling optimal memotret matahari terbit dan kalau beruntung Borobudur. Ternyata saya belum beruntung karena pagi itu, cukup berawan. Matahari terbit tidak terlihat dan Borobudur hanya samar-samar dan sayangnya semakin siang malah makin samar karena tertutup uap air yang menguap dari tanah. Namun walaupun begitu, pemandangan pagi Merbabu Merapi sangat jelas bisa ditangkap oleh kamera. Kunjungan tidak optimal memang tapi tidak sia-sia. Sebagai hiburan tour guide kami menunjukkan puncak Borobudur yang lebih jelas untuk dipotret .. dari pinggir jalan yang kami lalui, hehe.

Akhirnya Puncak Borobudur terlihat juga (Dokumentasi Pribadi)
Akhirnya Puncak Borobudur terlihat juga (Dokumentasi Pribadi)
Wisata Merapi

sisa erupsi Merapi (Dokumentasi Pribadi)
sisa erupsi Merapi (Dokumentasi Pribadi)
Kunjungan ke Merapi, bagi yang sedang hamil sungguh tidak dianjurkan. Komentar saya malah, kalau sehari lebih dari sekali melakukan wisata Merapi (seperti para pengendara Jeep ini, tidak hamil pun bisa melahirkan ... heheh). Karena jalan yang dilalui bukan hanya tidak rata tapi muntahan lahar panas Merapi yang kemudian mengeras ini bergelombang tinggi-tinggi. Tidak heran mobil yang digunakan wisata Merapi adalah tipe-tipe jeep four wheeler.

Jeep jeep parkir di sekitar bunke Kaliadem (Dokumentasi Pribadi)
Jeep jeep parkir di sekitar bunke Kaliadem (Dokumentasi Pribadi)
Wisata Merapi ini memang ada yang sejam, dua jam atau tiga jam. Wisata yang panjang malah sampai ke gardu pandang yang jaraknya dari puncak Gunung Merapi hanya 3,5 km. Kami memilih wisata satu jam, yang kami kunjungi sisa-sisa desa dan museum terbuka barang-barang yang meleleh terkena lava panas, lalu melihat batu alien konon merupakan batu raksasa muntahan dari erupsi gunung Merapi di kampung Jambu tahun 2010 dan melihat sisa-sisa jalannya lahar panas, yang mengiris hutan dan kehijauan di bawah jurang. 

Lalu kami pun lanjutkan menuju bunker Kaliadem melewati dari kejauhan rumah mbah Maridjan. Suasana di sekitar Bunker Kaliadem desa Sleman ini saat kami ke sana tidak terlalu banyak turis. Hening dan hanya terdengar alunan biola dimainkan oleh turis asing di sana. Alunan biola semakin terdengar menyedihkan terutama ketika kaki saya memasuki bunker. Di dalam ruangan yang tidak terlalu luas, di tengahnya dipenuhi bongkahan pasir mengeras sisa lahar. Selain ruangan itu masih ada 2 ruangan kecil di dalamnya, yang satu seperti gudang dan yang lain kamar mandi. 

Bunker Kaliadem (Dokumentasi Pribadi)
Bunker Kaliadem (Dokumentasi Pribadi)
Bunker ini tertimbun hampir selama tiga tahun setebal empat meter. Baru tahun 2013, bunker ini berhasil dibuka. Menurut ini, bunker Kaliadem telah memakan korban dua orang relawan, karena telat menutup pintu baja bunker setebal 15 cm. Oh ... sungguh menyedihkan. Setelah puas melihat-lihat di sekelilingnya dan lagi-lagi Merapi tertutup awan. Kami pun turun kembali. Rasanya lega sekali ketika jalan yang kami lalui mulai beraspal. Haaaahhhh ... nyaman. Daya tarik wisata Jogja dan Magelang ini ternyata tak ada habisnya. (ACJP)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun