[caption caption="http://www.giga.de/webapps/duden/specials/jugendwort-2015-merkeln-war-der-favorit-aber-smombie-wurde-sieger/"][/caption]Bahasa itu sifatnya dinamis, merupakan cerminan dinamika aktifitas manusia, budaya dan tatanan masyarakat. Jadi begitulah, karena itu sifat kosa kata dalam suatu bahasa tidak pernah stagnan, selalu ada pertambahan kata atau istilah baru, kata lama dengan makna baru atau perubahan lainnya.
Penambahan kosa kata ini, mungkin seperti kata-kata dari bahasa Alay di kalangan remaja Indonesia. Nah... dalam bahasa Jerman pun selalu ada tambahan kosa kata dari kalangan remaja. Yang menariknya adalah fenomena timbulnnya kosa kata remaja ini kemudian ditampung lalu atas inisiatif sebuah perusahaan Jerman Langenscheidt, yang bergerak di bidang perbahasaan, dikelola menjadi sebuah ajang menarik. Ajang ini sejak tahun 2008 memiliki sebuah komite, yang khusus menampung dan menilai kata-kata yang diusulkan berdasarkan kriteria:
- kreatifitas berbahasa
- otentisitas atau originalitas
- kecepatan penyebarannya
- hubungannya dengan budaya dan tatanan bermasyarakat
Lalu dari kata-kata yang tertampung ini dipilihlah "Jugendwort des Jahres" atau "Teen Word of the Year" atau "Kata Remaja Tahun Ini". Ketika saya membaca "Kata Remaja tahun 2013", 2012, 2011, saya sempat heran karena tidak tahu artinya, tapi ketika saya tanya putra saya... hehehehe. Lancar jaya, ternyata memang beda zaman. Putra saya, remaja 15 tahun, dengan lancar menerangkan apa itu arti YOLO, BABO dan SWAG. Â
Nah.. "Kata Remaja tahun 2015" Jerman yang baru saja diresmikan bulan November 2015 adalah SMOMBIE. Smombie ini terpilih dari 5 kosa kata paling top, yang masuk ke 20 juri, yang berasal dari remaja, ahli bahasa, guru, media dll. Smombie ditujukan untuk orang yang terhanyut dalam smartphone-nya sehingga ketika di jalan pun bersikap seperti zombie dan tidak waspada akan sekelilingnya. Alasan para juri memenangkan kosa kata Smombie karena Smombie menerangkan dengan tepat kondisi banyak orang sekarang ini yang terhanyut dalam smartphone-nya.
Menurut saya, smombie ini bukan hanya tepat di lingkungan Jerman tapi internasional, ya kan ... lihat saja di Indonesia pun begitu. Dulu ketika saya kerja di Jakarta, sampai kesal sendiri karena larangan berhp saat rapat di kantor tidak digubris dan dihargai, sehingga krrrrr.. krrrr.. vibrasi atau bunyi-bunyian burung, kodok atau apalah, selalu memecah konsentrasi. Atau saat seseorang bicara selalu saja ada yang sibuk mengetik-ngetik dengan smartphone-nya sehingga, informasi rapat selalu harus diulang-ulang. Duh... kalau kejadian seperti itu di rapat resmi di Jerman, sudah dijewer barangkali itu para smombies.
Fenomena smombie ini memang mengerikan tapi nyata. Ibu-ibu tidak lagi memanggil anaknya untuk makan bersama tapi mem-whatsapp. Bangun tidur bukannya memeluk pasangan dan membisikkan selamat pagi tapi mencari smartphone dan membuka pesan-pesan masuk di smartphone. Duduk makan bersama di restoran, bukannya saling bercerita hal lucu atau baru, tapi sibuk melihat smartphone-nya masing-masing. Dalam perjalanan, buku bukan lagi aktifitas menarik pengisi waktu tapi game dalam smartphonelah daya tarik utama. Selfie, we-fie, food-fie, extraordinary-fie, etc-fie menjadi warna warni menarik para smombies.
Dari berita ini, di Taiwan ada seorang turis yang harus diselamatkan dari air karena nyemplung saat sedang membuka facebook, lalu di China, bagian penyelamat harus mengeluarkan seorang wanita yang masuk ke selokan karena keasyikan melihat smartphone-nya. Dari sini juga ditulis bahwa hasil studi terbaru itu menyatakan 1000 siswa di Korea Selatan, 72%nya berumur 11 - 12 tahun dan menghabiskan 5,4 jam per hari dengan smartphone, sehingga 25% masuk kategori ketagihan, ditengarai stress merupakan indikator utama pemicunya. Di Korea Selatan ini malah sudah ada rehabilitasi untuk para smombie atau istilah lain Nomophobia (No-mobilephone-phobia) atas ketagihannya akan smartphone.
Apakah kita sudah menjadi smombies ??? Semoga belum terlambat. (ACJP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H