Mohon tunggu...
Kristupa Saragih
Kristupa Saragih Mohon Tunggu... -

Mulai menulis sejak 1991 dan mulai memotret sejak 1992. Menimba ilmu di SMA Kolese De Britto Yogyakarta dan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada. Mantan koresponden Majalah Hai, tahun 1992-2000. Mengabdikan ilmu dengan bekerja sebagai field engineer Schlumberger, sebuah perusahaan multinasional di bidang jasa perminyakan, dan ditempatkan di Vietnam dan Mesir. Sekarang berprofesi sebagai fotografer profesional. Mendirikan dan menjalankan situs komunitas fotografi Fotografer.net, yang terbesar di Asia Tenggara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Photovoices" Bersuara Melalui Foto

22 Desember 2009   05:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:49 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi kehormatan bagi saya dilibatkan oleh Microsoft dan Windows 7 dalam pameran Photovoices International bertajuk "Voices from The Archipelago" pekan lalu di Jakarta. Semula, saya hanya ditugasi Microsoft untuk memilih 10 foto terbaik hasil program Photovoices di sejumlah tempat di berbagai penjuru Nusantara. Dikomandani fotografer Tantyo Bangun, dari National Geographic Indonesia, Photovoices memberikan pelatihan fotografi kepada penduduk lokal di pedalaman, seperti di Lamalera, NTT dan Danau Sentarum, Kalimantan Barat, serta memamerkan hasil karya foto mereka. [caption id="attachment_41669" align="alignright" width="300" caption="Direktur Photovoices International Ann McBride-Norton pada jumpa pers di Kedutaan Besar AS di Jakarta, Kamis (17/12) berkaitan dengan pameran foto "Voices from The Archipelago". Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Pameran hasil karya foto penduduk pedalaman itu membawa saya lebih terlihat lagi ke dalam "Photo Voices". Sebagai juru pilih 10 foto terbaik, saya diminta mewakili Microsoft dan Windows 7 untuk berbicara di konferensi pers di Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), Kamis (17/12) di Jakarta. Bersama saya hadir Ann McBride-Norton, Direktur Photovoices International, Tantyo Bangun, fotografer pelatih para penduduk lokal dan perwakilan WWF (World Wide Fund) Indonesia. Selain itu hadir pula 2 laki-laki dan 1 perempuan yang mewakili peserta pameran, duduk di depan sebagai narasumber pada jumpa pers itu. Memang tak mungkin mencetak fotografer handal dan hasil foto yang ciamik hanya melalui pelatihan fotografi selama 3 hari. Tapi ratusan foto yang saya seleksi ternyata menyelipkan banyak foto yang diambil dengan sudut-sudut yang menarik. Misalnya ada foto yang diambil sembari berperahu, dan kamera diletakkan hampir mengenai permukaan air. Ada juga foto yang menampilkan efek gerak dengan teknik slow-speed dan lampu kilat. [caption id="attachment_41671" align="aligncenter" width="500" caption=""Kami tak hanya mengambil sesuatu dari dalam. Tapi kami juga memberikan banyak hal kepada alam," ungkap Robertus Tutang, penduduk asli Danau Sentarum, Kalimantan Barat sembari menunjukkan hasil karyanya kepada wartawan pada jumpa pers di Kedubes AS di Jakarta, Kamis (17/12) berkaitan dengan pameran foto "Voices from The Archipelago" oleh Photovoices International. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Hal yang istimewa dari program Photovoices ini adalah pemakaian media fotografi sebagai cara untuk bersuara. Bersuara untuk menyampaikan berbagai pesan dari pedalaman, dari para penduduk asli dan lokal yang sehari-hari hidup di alam setempat. Pesan dari orang-orang yang masih berhati murni dan jujur nan polos. [caption id="attachment_41664" align="alignright" width="300" caption="Dubes AS untuk Indonesia Cameron R Hume memberikan sambutan pada pembukaan pameran foto "Voices from The Archipelago" oleh Photovoices International yang digelar di kediaman resmi Dubes AS di Jakarta, Kamis (17/12). Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Tanpa menggunakan bahasa lisan atau tulisan, ternyata bahasa gambar visual melalui fotografi menjadi suara yang jujur. Diplomat senior Hasyim Djalal, pada jamuan makan malam di kediaman resmi Dubes AS di Jakarta untuk membuka pameran foto Photo Voices menyebutkan, "Sejatinya kearifan setempat (local wisdom) lah yang mempengaruhi setiap tindakan manusia terhadap alam." Mantan Dubes Indonesia untuk PBB dan ayah jubir kepresidenan Dino P Djalal ini paham benar soal pelestarian lingkungan dengan gaya penyampaian yang amat diplomatis. Dubes AS untuk Indonesia Cameron R Hume pun menyampaikan sambutan untuk membuka pameran di kediaman resminya itu. Dubes AS tersebut mengingatkan konferensi dunia tentang lingkungan yang tengah berlangsung di Kopenhagen, Denmark pada saat yang sama. "Kita harus memberikan jiwa kita kepada lingkungan," papar Dubes Cameron R Hume. Cocok dengan filosofi yang dianut dua fotografer dari Danau Sentarum, Kalimantan Barat, mewakili para peserta pameran. "Kami tak hanya mengambil sesuatu dari dalam. Tapi kami juga memberikan banyak hal kepada alam," ungkap Robertus Tutang, salah satu dari mereka. Saya lantas teringat dengan berbagai filosofi adat di berbagai daerah di Indonesia yang memang menegaskan manusia hidup di alam dan bersama dengan alam. [caption id="attachment_41667" align="alignright" width="300" caption="Teknologi Photosynth yang berbasis Windows 7 menjadi cara baru untuk memvisualisasikan foto secara lebih menarik sehingga pesan bisa lebih cepat ditangkap dan mudah dicerna. Display pada layar sentuh ini ditampilkan pada pembukaan pameran foto Photovoices di kediaman resmi Dubes AS di Jakarta, Kamis (17/12). Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Sembari menikmati jamuan makan malam di kediaman resmi Dubes AS, saya menikmati tampilan pameran foto melalui teknologi Photosynth yang berbasis pada Windows 7. Bahasa visual menjadi lebih menarik dan pesan terserap lebih mudah dan cepat. Semenarik para tamu undangan yang hadir pada gala dinner malam itu. Terlihat pemilik perusahaan minyak Medco Arifin Panigoro, presenter berita Rosiana Silalahi dan suaminya, artis Olga Lydia, Dewi Motik Pramono, presenter berita Isyana Bagoes Oka yang baru saja menikah, dan artis Nirina Zubir. Ketika penduduk pedalaman tak bisa baca-tulis, maka bahasa visual lah yang menjadi andalan mereka. Efektif dan jujur. Seperti kata seorang penduduk desa di Tibet, yang tercantum di halaman depan web Photovoices International, "We can’t read or write but these photographs can speak for us.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun