Mohon tunggu...
Kristupa Saragih
Kristupa Saragih Mohon Tunggu... -

Mulai menulis sejak 1991 dan mulai memotret sejak 1992. Menimba ilmu di SMA Kolese De Britto Yogyakarta dan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada. Mantan koresponden Majalah Hai, tahun 1992-2000. Mengabdikan ilmu dengan bekerja sebagai field engineer Schlumberger, sebuah perusahaan multinasional di bidang jasa perminyakan, dan ditempatkan di Vietnam dan Mesir. Sekarang berprofesi sebagai fotografer profesional. Mendirikan dan menjalankan situs komunitas fotografi Fotografer.net, yang terbesar di Asia Tenggara.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kisah Pak Koibur dan Hidangan Kelapa Muda - Petualangan ke Biak [6]

15 Desember 2009   14:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:56 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pak Koibur, namanya. Saya dan Ilias, teman yang tinggal di Biak, tak sengaja menjumpainya di Pantai Saba, Biak Timur. Laki-laki berusia 60 tahun itu kami jumpai di rumah panggungnya, di tepi laguna Pantai Saba yang tenang dan indah. [caption id="attachment_38102" align="aligncenter" width="500" caption="Pak Koibur di rumah panggungnya, laguna Pantai Saba, Biak Timur, Papua. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Setiba di Biak, Minggu (20/9), Ilias membawa saya mengunjungi sisi timur Pulau Biak. Setelah mengunjungi Pantai Bosnik, perjalanan membawa kami ke Pantai Saba di ujung timur sisi selatan Biak, sekitar 40 km dari pusat kota Biak. Pantai ini berupa laguna berair tenang, yang dasarnya bisa dilintasi jika permukaan laut surut. Saya dan Ilias tak mengenal Pak Koibur sebelumnya. Hanya keasyikan memotret lah yang membawa langkah kaki kami mendekati rumah panggung kayu Pak Koibur. Lelaki ini lahir di Sorong, ratusan kilometer dari Biak, tapi sudah sejak kecil pindah ke Biak. Ia bercerita tentang riwayat hidup ringkasnya, dan nasib yang membuatnya terpisah dari anak-anaknya. Hidupnya yang bergantung pada alam dan bertaraf sederhana, kalau tak malah pas-pasan. [caption id="attachment_38297" align="alignright" width="414" caption="Rumah asli Biak, rumah panggung yang terbuat dari kayu asal pohon-pohon yang tumbuh tak jauh dari pantai. Foto ini diperkirakan dibuat tahun 1912. Fotografer: anonim."][/caption] Ia bertutur tentang rumah asli Biak, yang sebenarnya berupa rumah panggung dan terbuat dari kayu yang pohonnya ada di sekitar pantai. Ia mengimbuhkan, bahwa rumah panggung itu semua dibangun di atas air. Ia bertutur pula bahwa program pemerintah lah yang membuat rumah-rumah tradisional itu hilang, atas dasar pertimbangan kesehatan dan kehidupan yang lebih baik. Rumah panggung seperti milik Pak Koibur sudah langka. Miliknya itu pun sudah dibangun di atas daratan di tepi laguna, tak di atas air lagi. Melihat bentuk rumahnya, saya teringat dengan perkampungan Suku Bajau, suku yang hidup di laut, yang pernah saya lihat di dekat Semporna, Tawau, Malaysia. Ia juga masih ingat dan bisa menyebut dengan lengkap nama kakek saya yang menjabat bupati pertama di Biak, setelah UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) memberikan kedaulatan Papua kepada Republik Indonesia pada 1 Mei 1963. Tak hanya nama kakek saya yang disebut dan diingatnya, Pak Koibur juga bisa menyebut dengan urut nama-nama bupati Biak setelah kakek saya, berikut tahun-tahun masa jabatannya. Perbincangan di rumah panggungnya yang amat sangat sederhana itu terasa akrab dengan canda tawa. Dua orang tetangga Pak Koibur datang menimpali. Salah seorang di antaranya sigap memanjat pohon kelapa di sebelah rumah, tanpa ada yang meminta. Ia turun membawa 5 butir kelapa muda, lantas melubanginya dengan parang. "Mari, Pak," ujarnya menawari kami semua. Tawaran nan menyejukkan di bawah terik matahari di langit yang cerah siang itu. Sungguh, ketulusan dan keramahtamahan Pak Koibur dengan kolega-koleganya ini terasa mengena di hati. Mereka hidup sederhana dan seadanya. Tapi hati mereka kaya akan kebaikan dan penuh akan perhatian. Senyum senantiasa tersungging di antara tawa-tawa yang menimpali. [caption id="attachment_38305" align="aligncenter" width="500" caption="Foto bersama Pak Koibur (kiri) di rumah panggungnya di laguna Pantai Saba, Biak Timur, Biak, Papua. Foto oleh: Ilias Irawan"][/caption] Keberangkatan dari Jogja - Petualangan ke Biak [1] Butuh Keberanian untuk Sendiri - Petualangan ke Biak [2] Enam Jam Bersama GA 650 - Petualangan ke Biak [3] Tiba di Frans Kaisiepo, Tapi Bagasi Entah Ke Mana - Petualangan ke Biak [4] Pantai Bosnik Nan Asri - Petualangan ke Biak [5] [caption id="attachment_38313" align="aligncenter" width="500" caption="Pantai Saba di ujung timur sisi selatan Pulau Biak, Papua."][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun