Mohon tunggu...
Kristo Ukat
Kristo Ukat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Dosen di STP St. Petrus Keuskupan Atambua-Kefamenanu-Timor-Nusa Tenggara Timur

Menulis, Membaca, Fotografi, Bertualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dia Kembali

3 Oktober 2023   10:11 Diperbarui: 3 Oktober 2023   10:13 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panas terik matahari di siang itu membuatku merasa kepanasan dan membuatku tidak nyaman. Tiba-tiba ada notifikasi WhatApp "Tunggu saya, saya dalam perjalanan, kita pulang sama-sama ke kampung ." Itulah pesan singkat yang aku terima dari seseorang di siang itu. Tidak lain dari pesan ini adalah dia yang akan datang setelah sekian lama pergi.

Bukan saja cuaca panas yang membuatku tidak nyaman, tetapi juga dengan hilangnya jaringan akibat listrik padam, membuatku tidak bisa tenang, apa yang harus aku lakukan. Bantal yang ada di sampingku kuguling-gulingkan ke kiri dan ke kanan, tidur tidak nyenyak, sungguh situasi siang itu membuatku malas dan gelisah.

Kini jam menunjukkan pukul 14.00 belum ada pesan selanjutnya, aku mulai gelisah, dan pertanyaan mulai muncul di benakku, mau pulang atau tidak, dengan banyak pertimbangan. Kepalaku mulai pusing akibat terlalu pikiran di siang itu. Aku pun memutuskan untuk tetap jalan dengan mengikuti suara hatiku. Tas kecil berisi beberapa potong baju, sendal jepit berwarna merah hitam dan jaket tebal berwarna keabuan yang melengkapi penampilanku di siang itu.

Kulangkahkan kaki keluar dari bangunan tua dengan keyakinan sudah pasti saya harus tetap pergi. Tanpa banyak bicara aku berjalan melewati banyak orang yang lalu lalang dan menanyakan kepergianku di siang itu. Bemo berwarna putih yang aku tumpangi melaju dengan begitu cepat sehingga angin bertiup masuk lewat cela-cela kaca dan saat itu aku mulai rasa nyaman dan lega, seakan-akan angin di dalam bemo membawa ketenangan dalam hatiku.

Hampir saja aku ketiduran akibat tiupan angin itu. Ketika turun dari bemo itu, aku melihat terminal mulai sepi karena jam menunjukkan 15.45. Aku melangkah melewati beberapa motor yang berjejeran rapi di samping jalanan itu. Aku pun mulai gelisah kembali akibat bemo yang akan kami tumpangi sudah keluar. Tetapi kenyataan berkata lain, bemo tetap menunggu di tempat yang berbeda. Aku mengurungkan niatku untuk kembali ke bangunan merah maron itu.

Tak lama kemudian ada seorang lelaki bertubuh kurus, dengan kulit berwarna hitam kecoklatan memakai helm hitam berjalan menghampiriku yang sejak tadi pusing akibat kejadian di sore itu. Tanpa banyak bicara lelaki berkaki tinggi itu langsung menyampaikan maksud kedatangannya.

Aku mengerti bahwa ia sendiri akan membawaku menuju tempat parkir. Ketika melewati tikungan jembatan itu aku melihat sebuah tulisan terpampang di samping, aku mulai lega kembali. Tanpa pikir panjang rasa penasaranku muncul membayangkan dia yang akan datang setelah sekian lama, seperti apakah dia? Pertanyaan demi pertanyaan bercampur rasa penasaran muncul dalam benakku.

Rasa haus akibat banyak dinamika di siang itu membuatku haus. Aku melangkah menuju kantin yang berada dipinggir jalan itu. Seteguk air yang aku minum membuatku lega dan mulai mengatur nafas secara teratur. Aku berdiri sambil melihat motor, bis, dan juga orang-orang yang lalu lalang di depanku. Tanpa di sadari ada sebuah bis berwarna merah maron bertuliskan Gemilang dengan banyak penumpang berdiri di seberang jalan.

Lalu mataku mengikuti arah mobil itu, para kondektur menurunkan ransel besar, aku tidak menghiraukan itu, perhatianku tertuju kepada seseorang yang mengenakan sepatu hitam, topi miring seperti seorang abdi negara, tas kecil bertuliskan NKRI yang di kenakan serta seragam loreng melengkapi penampilannya di sore itu.

Aku sendiri tidak percaya akan apa yang dilihat. Sontak jatungku berdebar seakan ada sesuatu, air mata mengalir tanpa disadari, tertawa dan rasa haru menguasai pikiranku. Aku berlari dari pinggir jalan itu, lalu ia juga berlari menghampiriku dengan rasa rindu setelah sekian lama. Saling peluk adalah cara pertama kali kami lakukan setelah bersama dari sejak kecil. Rasa haru dan ketidakpercayaanku di sore itu, membuatku tidak percaya akan semua ini. Dia saudara kandung laki-lakiku.

Dia telah kembali membawa bahagia dalam keluarga, kebanggaan yang luar biasa. Telah dipanggil menjadi Abdi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun