lonceng Gereja berbunyi diikuti dengan ayam berkokok sambil bersahutan dan juga suara anjing menggonggong ketika ada orang lewat depan rumah. Sungguh sangat segar rasanya berada di tempat di mana aku dibesarkan. Jaket tebal coklat melengkapi pakaianku pada pagi ini.Ku telusuri lorong-lorong tembok bangunan bercat putih tua itu. Aku menandakan tanda salib lalu berjalan melewati bangku-bangku yang berjejeran rapi. Aku berlutut dan berdoa sambil memandangi Tuhan Yesus yang berada di depan bagian kiriku dan Bunda Maria yang berada di depan bagian kananku.
Pukul 05.00 WITTidak ku sadari ada sesosok anak perempuan kecil yang dari tadi mengikutiku dari belakang. Dia adalah perempuan kecil umurnya baru 7 tahun, ia sedang duduk di kelas 2 SD. Dia memiliki rambut air yang panjang, bola matanya yang bulat dan hitam serta memiliki kulit yang putih dan bersih, namanya Aurelia Duik. Ibunya bernama Wendelina Fallo, ayahnya bernama Fernando Duik dan neneknya yang sudah merawatnya sejak kecil hingga saat ini bernama Yasinta Taninas, sedangkan kakeknya bernama Henderikus Fallo.
Aku kagum terhadap perempuan kecil yang baru duduk di kelas 2 SD. Sungguh sangat luar biasa kalau dilihat bahwa anak-anak seperti ini belum mengerti dan belum terlalu tahu tentang artinya kedisiplinan. Tidak bisa ku bayangkan jika pagi-pagi jam 05.00 perempuan kecil ini sudah bangun dan beranjak dari rumah untuk mengikuti misa pagi, yang dari rumahnya memakan waktu lama, sambil berjalan kaki. Aku membayangkan apa yang terjadi ketika ia sendiri melewati jalan yang gelap dan sunyi itu. Si perempuan kecil ini, demi Tuhan, angin badai, gelap gulita pun ia sendiri bisa dan mampu.
Beberapa kali aku memperhatikannya. Kadang dialah orang pertama yang datang dan duduk di depan sambil menunggu orang untuk datang ikut misa. Kebiasaannya pada saat ikut misa pagi adalah dia sendiri mengenakan kain tais yang berukuran kecil. Memang sudah dari kecil ia sudah tinggal bersama nenek dan juga saudara dan saudari dari ibunya. Ibunya bekerja sebagai TKW sedangkan ayahnya sudah menghilang entah ke mana. Di saat itulah dia dirawat dan dibesarkan oleh kakek dan neneknya.
"Kebiasaannya setiap hari adalah pagi mengikuti misa, ke sekolah, bantu-bantu di rumah dengan pekerjaan-pekerjaan kecil hingga malam mulai belajar atas inisiatifnya sendiri. Dan dia bukan anak yang yang suka dimanja, segala aktivitasnya ia lakukan sendiri tanpa diperintah atau disuru. Hobinya adalah menyanyi ketika duduk sendiri atau saat kerja ia sering menyanyi. Kadang membuat aku sendiri merasa sedih dan bahkan tidak tega melihat sifatnya yang begitu lain dari anak-anak seusiannya. Dan pada waktu jam tidur ia sendiri mengurus diri," kisah mama Yasinta Taninas nenek dari Aurelia si putri kecil ini.
 Hal ini juga diungkapkan oleh ibu Trivonia Lake sebagai pembina Sekolah Minggu. "Sungguh sangat luar biasa jika anak kecil yang masih seusia ini sudah semandiri ini apalagi ketika besar nanti".
Aku terus memandanginya dan memberi senyum padanya ketika ia sendiri beranjak dari tempat duduknya menuju pastor pemberi komuni. Ia berjalan dengan memakai kain tais kecilnya menyilangkan kedua tangannya di depan bahunya pertanda ia belum menerima komuni, sambil pastor menandakan tanda salib di dahinya.
Aku terdiam sambil berpikir bahwa walaupun ia tidak mengatakan apa-apa di setiap doanya tetapi Tuhan melihat dan sudah jelas Ia telah mempersiapkan baginya masa depan yang baik. Perempuan kecil ini pun berjalan kembali ke tempat duduknya memandangiku sambil tersenyum.
Tuhan telah memanggilnya dengan maksud dan tujuan tersediri. Percayalah bahwa hidupnya akan baik bila ia selalu mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Walaupun tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya, namun Tuhan sudah mengetahui apa yang di inginkan oleh si perempuan kecil berambut air panjang ini. (Desy Ceunfin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H