Saudara-saudara, kita bermenung sejenak berdasarkan perikop Matius 25:14-30. Setia itu tentang janji dan komitmen. Bagaimana menjaga keduanya agar tetap seimbang antara setia itu mahal. Mengapa dikatakan demikian? Karena kecenderungan orang mudah untuk berpaling, ketika ada tantangan, hambatan dan cobaan yang datang menghadang. Mudah untuk mengingkari janji yang sudah dibuat sedia kala serta tidak memiliki komitmen untuk menjaga kesetiaan tersebut.
Berbicara tentang setia, jika dilihat dari perspektif remaja pada umumnya maka kesetiaan itu akan lebih condong pada hubungan asmara. "Pokoknya son ada yang lain. hanya ada ade saja. Kaka setia deng ade. "
Hal ini perlu dikritisi, sebagai orang muda, harus menanamkan arti kata setia, bukan melulu pada hubungan asmara melainkan lebih pada hal-hal sederhana, lebih pada setiap hal menuju proses pembentukan karakter yang mendewasakan.
Bertahan dapat diartikan sebagai suatu keadaan pantang menyerah terhadap suatu hal. Apapun resikonya. "Sa ni sudah terlalu bertahan deng kaka pun sifat selama ini."
Bertahan untuk tetap dikurung dalam asrama yang dipenuhi aturan juga rupanya sulit untuk dilakukan. Apalagi pada masa-masa remaja yang pada umumnya menginginkan kebebasan.
Maka bisa dikatakan seperti ini, hanya orang-orang yang memiliki hati  teguhlah yang bisa setia dan bertahan dalam setiap proses yang ada. Itulah mengapa bertahan itu dikatakan sulit.
"Barang siapa setia pada perkara-perkara kecil, maka kepadanya akan diberikan tanggung jawab yang besar." Demikianlah Sabda Yesus yang ditegaskan dalam perikop ini.
Kita semua tahu dan percaya bahwa setiap kita dikaruniai masing-masing talenta sesuai kemampuan kita, seperti ada yang pandai membaca not, pandai bermain music, pandai bermain volley, memiliki tingkat pemahaman yang baik, dan masih banyak talenta lainnya yang Tuhan berikan kepada kita sesuai kemampuan kita masing-masing.Â
Namun dalam keseharian kita di setiap proses yang ada, terkadang kita merasa berkecil hati. "kenapa dia berkelebihan, sedangkan saya serba berkekurangan? Kenapa saya tidak bisa seperti dia". Pada  akhirnya pikiran-pikiran inilah yang membatalkan datangnya anugerah berupa talenta yang Tuhan berikan.
Kata kunci yang penting untuk menjawabi semuanya adalah: jadilah hamba yang setia. Bahwa kita dapat mempertanggungjawabkan apapun yang Tuhan titipkan kepada kita. Bagaimana kita mempertanggungjawabkannya? Yaitu dengan cara setia dan bertahan terhadap setiap proses dalam keseharian hidup kita seperti: setia ke kampus, setia mengerjakan tugas, setia mengikuti misa pagi, doa malam, patuh terhadap nasehat dosen, taat terhadap aturan asrama serta setia mengembangkan talenta yang ada pada kita melalui berbagai macam proses.
Jika kita dapat setia pada hal-hal kecil tersebut, maka jangan hanya percaya saja tetapi yakinlah bahwa Tuhan akan mempercayakan kepada kita suatu masa depan yang cemerlang. Oleh karena itu setia dan bertahanlah dalam setiap proses, karena di dalam proses ada pelajaran yang dapat dipelajari.Â