Mohon tunggu...
Kristo Ukat
Kristo Ukat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Dosen di STP St. Petrus Keuskupan Atambua-Kefamenanu-Timor-Nusa Tenggara Timur

Menulis, Membaca, Fotografi, Bertualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makna Penciptaan dan Cipta Lagu

8 Agustus 2021   09:43 Diperbarui: 8 Agustus 2021   10:08 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pencipta adalah orang atau sesuatu yang mencipta (membuat). Mencipta berarti memusatkan daya pikir untuk mengadakan sesuatu. Pencipta dan mencipta berasal dari kata dasar cipta yang artinya daya pikir yang dapat menimbulkan suatu karya, angan-angan yang kreatif. 

Allah adalah pencipta dunia, termasuk manusia. Demikianlah pengetahuan iman kristiani, sebagaimana tercantum dalam Kitab Suci dan direnungkan oleh para bapa Gereja. Bahwa Allah itu pencipta berarti dalam kasih-Nya  yang kudus, Ia telah memutuskan untuk hidup bersama suatu kenyataan di luar diri-Nya yang dijadikan-Nya justru untuk itu. 

Tindakan mencipta itu seperti juga tindakan mewahyukan diri, ikut turun ke bawah. 

Allah adalah pencipta. Hal ini ditulis dalam Alkitab: "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi" (Kej 1:1), Allah menyatakan dirinya lewat ciptaan. Mazmur menuliskan bahwa, "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangannya". 

Penciptaan menunjuk pada eksistensi Allah dan tanggung jawab kita. Juga ada tertulis, "Sebab apa yang tidak nampak dari padaNya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dan karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat beralih" (Rm 1:20). 

Allah berbicara dan dunia jadilah. Mazmur menggambarkan bahwa, "Oleh firman Tuhan, langit telah dijadikan, oleh napas dari mulut-Nya segala tentara-Nya. Sebab Dia berfiman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada" (Mzm 33:6,9). 

Allah menciptakan dunia dalam enam hari dalam arti yang sebenarnya. Dalam Alkitab juga digambarkan bahwa, "Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari sabat dan menguduskannya (Kel 20:11). "Allah melihat segala yang telah diciptakan, dan sungguh baik adanya" (Kej 1:31).

Penciptaan dalam teologi dipahami sebagai kepedulian manusia mengenai keberadaannya, yang mengandung pertanyaan-pertanyaan "dari mana" dan juga meluas sampai mencakup penciptaan dunia atau kosmos dan sejarah. Kitab Suci menyajikan bahwa Allah sebagai semacam teladan dalam menghasilkan karya, perajin seni manusiawi mencerminkan citra Allah sebagai Sang Pencipta. 

Hubungan itu tergambar dalam bahasa Polandia, yaitu kaitan logat antara kata strca (Pencipta) dan twrca (perajin seni). Yang menjadi perbedaan yaitu bahwa Allah adalah satu-satunya yang menciptakan mengurniakan keberadaan sendiri, Ia mengadakan sesuatu dari ketiadaan. Sedangkan perajin seni sebagai kontras menggunakan sesuatu yang sudah berada yang itu diberinya bentuk dan makna. 

Itu pola bekerja yang khas bagi manusia, sebagai yang diciptakan menurut Citra Allah. Seorang pun tidak dapat merasakan secara lebih mendalam selain dari pada seniman-seniwati, pencipta-pencipta kreatif keindahan. 

Sebab suatu percikan citarasa sudah begitu memancar dari penglihatan mereka, bila tertangkap oleh daya yang tersembunyi seperti bunyi, kata, warna-warni, bentuk yang dikagumi, dan juga di situ dirasakan gema misteri penciptaan Allah, satu-satunya Pencipta segala sesuatu yang juga menghendaki untuk menggabungkan seniman-seniwati itu. 

Allah memanggil manusia ke dalam eksistensinya (keterikatan pada bumi dan hidup yang berasal dari Allah) dan menyanggupkan kepadanya tugas perajin seni.

Manusia yang merupakan citra Allah tampil lebih dari sebelumnya oleh karena daya cipta seninya, dan ia menunaikan tugas itu terutama dengan membentuk bahan kemanusiaannya sendiri, lalu melaksanakan penguasaan kreatif atas alam semesta yang ada di sekitarnya. 

Oleh cinta kasih Sang Seniman Ilahi menyalurkan kepada seniman manusiawi percikan kebijaksanaan Allah sendiri, sambil memanggil perajin seni agar ikut serta dalam kekuasaan karya cipta-Nya. 

Dalam Kitab Kejadian, semua orang dipercayai tugas untuk mengembangkan hidup mereka sendiri yang dalam arti tertentu dapat dijadikan sebagai karya seni, karya yang ulung. Namun dalam arti khas istilah tidak semua manusia dipanggil untuk menjadi seniman seniwati.

Komunikasi merupakan jalan pembuka kasih kepada sesama. Tanpa komunikasi yang baik, maka kita tidak dapat mengasihi sesama seperti diri sendiri. Surat Apostolik yang ditulis Paus itu bermaksud untuk menempuh jalan dialog yang subur antara Gereja dan seniman-seniwati. 

 Dialog ialah pertukaran pikiran dengan maksud supaya pendapat atau keyakinan  masing-masing pihak jelas, sehingga dapat dipahami (bukan hanya diketahui) dengan lebih tepat. 

Berdasarkan misinya menyinari seluruh dunia dengan amanat Injil, serta menghimpun semua orang dari segala bangsa, suku dan kebudayaan ke dalam satu Roh, Gereja menjadi lambang persaudaraan yang memungkinkan serta mengukuhkan dialog dari ketulusan hati. 

Yang diharapkan adalah dialog yang terbuka mengajak umat sekalian untuk setia menyambut dorongan-dorongan Roh, serta mematuhinya dengan gembira. 

Kerinduan akan dialog seperti itu, yang hanya dibimbing oleh cinta akan kebenaran, tentu sementara tetap berlangsung pula dalam kebijaksanaan sebagaimana mestinya, dari pihak kita (Gereja) tidak mengecualikan siapa pun, termasuk mereka, yang mengembangkan nilai-nilai luhur jiwa manusia, tetapi belum mengenal Penciptanya, begitu pula mereka, yang menentang Gereja dan dengan aneka cara menghambatnya. 

Komposisi  merupakan suatu susunan musik. Istilah komposisi sebenarnya lebih pada pemberian tekanan kepada usaha pembuatan atau penyusunan musiknya, sebagai suatu hasil jerih payah yang berdasarkan skill, dan bukan sekedar hasil suatu ilham atau inspirasi. Gereja memerlukan para ahli musik juga. 

Betapa banyak karya kudus telah dikomposisi dari abad ke abad oleh tokoh yang dipenuhi dengan citarasa misteri. 

Iman umat beriman yang tak terhitung jumlahnya telah diteguhkan oleh lagu-lagu yang mengalun dari hati para penganut kepercayaan lain. Dalam nyanyian, iman dialami sebagai kegembiraan penuh semangat, cinta kasih, dan dambaan penuh kepercayaan akan campur tangan Allah yang menyelamatkan manusia. 

Selain Allah, manusia juga merupakan pencipta. Namun penciptaan yang dilakukannya tidak dapat disamakan dengan penciptaan yang dilakukan oleh Allah. Sebab manusia menciptakan sesuatu dari bahan yang telah ada, yang telah disediakan Allah. 

Nada-nada, syair-syair dan inspirasi-inspirasi yang dimiliki dan digunakan komponis untuk menciptakan atau menggubah sebuah lagu, telah disediakan Allah. 

Sama hal dengan petani yang menciptakan (membuat) kebun segalanya pun telah disediakan Allah, baik itu lahan, alat-alat ( seperti pacul, linggis, dan sebagainya) dan bahan lainnya. 

Begitu juga dengan tukang dalam membuat rumah, lemari dan karya-karya lainnya, mereka hanya membentuk dari apa yang telah disediakan Allah. Sama halnya dengan guru dalam menghasilkan murid-murid yang berpendidikan serta pencipta-pencipta lainnya. 

Penciptaan yang dilakukan para komponis, petani-petani, para tukang, guru-guru, dan pencipta-pencipta lainnya sering diwarnai dengan keangkuhan diri dan kesombongan pribadi. 

Juga terdapat kesan saling membandingkan antara hasil karya yang satu dengan yang lainnya, saling meremehkan serta perlakuan-perlakuan lain yang memisahkan manusia dengan Allah Pencipta, di mana yang seharusnya manusia itu mengambil contoh penciptaan dari Allah Pencipta.

Tiap bentuk kesenian yang sejati dengan caranya sendiri ialah jalan memasuki kenyataan batin manusia dan dunia. Oleh karena itu, pendekatan yang sepenuhnya berlaku bagi alam iman, yang memberi kepada pengalaman manusiawi maknanya yang mutakhir (terakhir).

Adapun penghasilan karya-karya diwarnai oleh ketidak-hadiran Allah dan sering oleh perlawanan terhadap Allah. Ada kalanya suasana itu mengakibatkan pemisahan antara dunia kesenian dan dunia iman, akhirnya dalam arti bahwa minat-perhatian banyak seniman-seniwati terhadap tema-tema religius telah merosot. 

Oleh karena itu, dalam konteks manusia sebagai pencipta lagu, sesungguhnya tidak serta-merta menempatkan manusia sama seperti Allah. Sebab manusia mencipta lagu, berasal dari bahan yang telah diadakan dan disediakan oleh Allah.

*Paskalis Tutpai*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun