Penyebab seorang seminaris yang bertahan (survive) selama menjalani proses di kampus dan di biara.
Sebaliknya ada berbagai faktor juga yang terus mendorong seorang seminaris untuk bertahan tinggal di biara atau di seminari. Beberapa faktor tersebut dapat di lihat dari uraian berikut. Yang pertama, adanya adaptasi yang baik dengan kehidupan di kampus dan juga di biara. Seorang seminari dapat bertahan dengan baik karena dapat mengatur dan mengadaptasi diri dengan efektif terhadap situasi di kampus dan di biara.
Selain perkuliahan yang dijalani di kampus seminaris juga diwajibkan untuk mengikuti proses formasi di biara, mengingat betapa pentingnya bagi seorang calon imam untuk mengikuti proses formasi yang berbasis pada empat pilar.
Seperti yang dikatakan dalam the program fulfills all the requirements of the U.S. Conference of Catholic Bishops' Program of Priestly Formation (Fifth Edition, 2005). Bahwa, The Priestly Formation Program is centered around the Four Pillars of Priestly Formation. Formation is developed through four aspects: human, spiritual, intellectual, and pastoral. Each seminarian is formed and prepared for the priesthood via coursework and study, field education, spiritual direction, retreats, workshops and living in community with one another. Seorang seminaris akan berhasil atau mampu bertahan bila dapat mengadaptasi diri dengan proses formasi ini di biara dengan proses perkuliahan di kampus.
Factor ke-dua yang terus memotivasi seorang seminaris untuk tinggal atau bertahan dalam hidup membiara adalah pengalaman iman dengan Tuhan yang dirasakan oleh seorang seminaris. Hal ini dapat dirasakan oleh setiap orang secara berbeda, tergantung pada pengalaman yang seorang seminaris alami dengan Tuhan. Sesunguhnya inilah yang saya rasakan dalam menjalani proses kehidupan saya di biara dan juga di kampus. ada pengalaman iman saya dengan Tuhan yang saya alami beberapa kali dalam hidup saya yakni saat saya berada di bangku SD kelas VI, SMA kelas III, dan satu lainnya saat saya menjalani proses formasi di novisiat. Pengalaman-pengalaman ini terus mengutkan saya dalam menghadapi setiap proses baik kampus maupun di biara.
Faktor lain yang juga membuat seorang seminaris tetap bertahan dalam hidup membiara adalah keinginannya untuk berjalan (travel) mengelilingi dunia. Hidup menjadi seorang seminaris atau imam biarawan tentunya tidak terlepas dari misi untuk berkaria atau belajar di berbagai negara sesuai dengan karisama dari sebuah Ordo atau Kongregasi. Faktor ini juga menjadi salah satu motivasi bagi seorang seminaris untuk terus kuat menjalani panggilannya di dalam biara. Pada awalnya ini juga menjadi salah satu motivasi bagi diri.
Salah seorang teman saya juga mengatakan bahwa ia masuk ke biara karena ia mau pergi mengelilingi dunia. Namun setelah kami menyadari lebih mendalam ternyata semua itu hanya sebuah motivasi sampingan. Ada hal yang lebih dari itu yang membuat kami bertahan hingga saat ini di biara yakni untuk melayani sesama dan Gereja demi kemuliaan Tuhan.
Pada penghujungnya kita dapat melihat ternyata seluk-beluk kehidupan yang dijalani oleh seorang seminaris selama proses perkuliahan di kampus dan proses formasi di biara sangatlah bervariatif. Ada banyak pembelajaran positif atau pengalaman berharga yang dapat digali oleh seorang seminaris dalam menghadapi proses kehidupan ini. Pembelajaran atau pengalaman tersebut antara lain: melatih kedewasaan dari seorang seminaris, dapat mengenal kekurangan dan kelebihan dalam diri, dapat merasakan pahit dan manis dari kedua sisi kehidupan yakni dari sisi kampus dan dari biara, dan lain sebagainya. Namun demikian, semua itu tergantung proses kehidupan yang kita jalani. Â Hasil akan menunjukan bagaimana proses kerja kita dalam menggapai cita-cita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H