1. Edward Lee Thorndike (1871-1949)
Dia bukan hanya merintis karya besarnya dalam teori belajar tetapi juga dalam bidang psikologi pendidikan, dan yang menarik beliau memulai proyek risetnya saat sudah berusia lebih dari 60 tahun.
Thorndike dikenal dengan percobaannya dengan menggunakan kucing dan kotak puzzle. Dalam percobaannya, Thorndike menempatkan kucing dalam kotak yang dilengkapi dengan peralatan (tuas, pedal dan knob) yang akan memungkinkan kucing tersebut keluar dari kotak dan mendapatkan makanan yang ditempatkan tepat di luar pintu.
Dari hasil eksperimennya Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (S) dan respon (R). dari pengertian tersebut didapatkan bahwa wujud tingkah laku tersebut bisa saja diamati atau tidak dapat diamati. Teori belajar Thorndike disebut sebagai aliran Koneksionisme (Connectionism).
2. Jhon Broades Watson (1878-1958)
Watson dikenal sebagai pendiri aliran Behaviorisme di Amerika Serikat berkat karyanya yang begitu dikenal “Psychology as the behaviorist view it”. Belajar menurut Watson adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Artinya, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak peserta didik itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Teori yang dikembangkan oleh Watson ialah Conditioning. Teori conditioning berkesimpulan bahwa perilaku individu dapat dikondisikan. Ia percaya dengan memberikan kondisi tertentu dalam proses pembelajaran maka akan dapat membuat peserta didik memiliki sifat-sifat tertentu. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan (perangsang) yang berupa pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Watson juga percaya bahwa kepribadian manusia yang terbentuk melalui berbagai macam conditioning dan berbagai macam refleks.
3. Edwin Ray Guthrie (1886-1959
Edwin Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun Guthrie mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis semata. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Guthrie mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang.
Coba kita simak contoh berikut; seorang anak laki-laki yang setiap kali pulang dari sekolah selalu meletakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantung topi dan bajunya di tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah.