Mohon tunggu...
Kristo Kinoe
Kristo Kinoe Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Setia pada Kebenaran??

7 Maret 2011   08:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:00 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh: Kristoforus Sri Ratulayn K.N

Tiga semester sudah saya jalani studi Filsafat di bangku kuliah. Sejak awal saya berkenalan dengan filsafat, selalu ditekankan bahwa filsafat adalah sebuah disipilin ilmu yang logis, kritis, dan rasional. Filsafat hendak mencari hakikat dari realitas, bagaimana manusia mengetahui, dan apa yang harus manusia lakukan? Secara singkat, berfilsafat merupakan sebuah upaya pencarian terus menerus sebagai wujud dari kecintaan akan sebuah kebijaksanaan. Lebih dalam lagi, benang merahnya adalah sampai pada pencarian dan perjuangan akan sebuah yang disebut dengan KEBENARAN.

Pencarian dan perjuangan akan kebenaran universal yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan menjadi kunci perjuangan dalam sejarah filsafat. Namun menjadi sebuah perjuangan berat tersendiri juga ketika ingin berfilsafat di Negara Indonesia ini yang rasanya seolah tidak relevan lagi. Nampaknya dunia pemikiran filsafat belum begitu menjadi budaya yang hidup dan berkembang di Negara ini. Hal ini terlihat jelas ketika melihat situasi Negara yang para pemimpinnya sibuk memperkaya diri, hukum bisa dibeli, seorang tahananpun bisa jalan-jalan sesuka hati, korupsi di sana-sini, suap sana-sini, dan masih banyak lagi. Bahkan seseorang dianggap "gila" jika tidak ikut terlibat di dalamnya. Kebenaran universal yang membawa kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat tidak lagi menjadi sebuah nilai yang penting untuk diperjuangkan. Lantas masih ada artinyakah berbicara setia pada kebenaran?

Abu-abu Kebenaran Di Indonesia

Situasi politik praktis di Indonesia saat ini sungguh-sungguh berada pada fase yang krisis dan memprihatinkan. Situasi politik praktis Negara yang lebih mencerminkan ajang perebutan kekuasaan, memperkaya kaya diri atau kelompok, perjuangan kepentingan kelompoknya semata yang semuanya dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Belum lagi masalah hukum yang bisa "dibeli" oleh siapapun yang mempunyai banyak uang. Kemudian tahanan yang bisa seenaknya keluar masuk penjara. Itulah kiranya yang mampu sedikit menjadi cerminan situasi politik praktis Negara kita tercinta ini. Masyarakat menjadi bingung dan kehilangan pegangan siapa yang masih bisa dipercaya dan siapa yang sudah busuk.

Melihat situasi politik praktis Negara yang demikan kacau, abu-abu, dan tumpang tindih seolah-olah tidak ada tempat lagi bagi mereka yang berbicara setia pada kebenaran. Kebenaran hanya ada dipermukaan dan semu. Sulit sekali menemukan kebenaran sejati dalam kehidupan politik praktis bangsa ini. Keadaan pemerintahan yang serba korup seolah tidak menyisahkan tempat bagi kebenaran, bahkan lembaga yang disebut sebagai penegak hukumpun mampu "merunduk" jika berhadapan dengan uang dan kekuasaan.

Kesetiaan Pada Kebenaran

Lepas dari semua tekanan yang ada di tengah kita, kebenaran harus selalu di cari dan diperjuangkan. Karena memang dengan setia pada kebenaranlah sebuah situasi yang penuh dengan kebahagiaan bersama, adil, dan sejahterah yang sesungguhnya dapat terwujud. Tidak hanya sebuah keadilan yang semu dan hanya dipermukaan saja. Lebih dalam, yaitu bahwa ketika kebenaran diabaikan, disitulah mulai terjadi juga pelanggaran hukum yang berlaku. Kemudian ketika hukum sudah dilanggar membawa dampak terjadinya pelanggaran martabat manusia dan peradaban publik.

Martabat manusia dan peradaban publiklah yang seharusnya menjadi patokan dalam segala tindakan dan gerak seluruh lapisan masyarakat. Sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu melindungi martabat setiap orang yang menjadi bagian di dalamnya. Jika bangsa Indonesia tidak segera berbenah diri dan semakin jauh untuk berbicara setia pada kebenaran maka Indonesia akan hancur dengan sendirinya. Ketika martabat manusia dan peradaban publik diabaikan, yang ada tersisa hanyalah bangsa yang biadab. Yang tersisa hanyalah manusia-manusia yang berusaha memperkaya diri, apatis, korup, dan individualis. Jika demikan yang terjadi, bagaiamana bisa kita dengan mudah mengatakan bahwa berbicara setia pada kebenaran sudah tidak ada artinya lagi!

Penuh optimisme kita harus percaya bahwa hati nurani sebagian besar masyarakat Indonesia masih berontak ketika kebenaran tidak lagi diperjuangakan. Maka, untuk mendobrak keacuhan akan kebenaran itu semua memang dibutuhkan sebuah tekad dan keberanian bersama. Kebenarnian untuk tidak ikut menjadi apatis atau acuh terhadap situasi bangsa yang penuh dengan ketidakadilan dan pelanggaran martabat manusia. Bukan malah menjadi pesimis terhadap semua ke absurd-an yang terjadi di Negara kita ini. Melainkan tetap optimis untuk memperjuangkan sebuah kebenaran.

Lebih dalam lagi, bukanlah pembangunan gedung-gedung megah atau rumah dinas yang mewah yang sungguh mendesak untuk dilakukan. Melainkan pembangunan mentalitas kritis, rasional, sistematis, dan humanislah yang penting untuk dilakukan! Semua orang perlu kritis dan sungguh menghidupi apa yang menjadi kebenaran. Dengan demikian seseorang akan mengetahui apa yang ada di balik setiap keanehan yang terjadi dalam Negara ini. Orang akan dihantar menemukan akar terdalam dari setiap masalah.

Di sinilah studi filsafat kemudian mampu menjadi pencerah bagi semua orang dalam mengolah mentalitas seseorang menjadi lebih kritis, rasional, mandiri, dan humanis. Seseorang akan lebih mencintai sebuah pencarian dan perjuangan terus-menerus demi terciptanya kehidupan bersama yang lebih pebuh dengan penjunjungan tidnggi terhadap martabat manusia dan keadaban publik. Kebenaran akan menunjukan dirinya bagi mereka yang setia dalam pencarian!***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun