Mohon tunggu...
Jojo Simatupang
Jojo Simatupang Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Menjadi manfaat bagi banyak orang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Orang Indonesia Susah Taat Aturan?

17 Oktober 2023   11:57 Diperbarui: 17 Oktober 2023   12:22 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peraturan adalah cara, ketentuan, patokan, petunjuk, atau perintah yang telah ditetapkan agar dituruti. Peraturan dapat menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam suatu sistem atau lingkungan. Peraturan dapat berupa tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan, adat sopan santun, atau cara yang telah ditetapkan supaya diturut. Contohnya aturan social commerce, KPU sedang menyusun aturan calon Presiden dan Wakil Presiden 2024, aturan berlalu lintas, aturan dalam organisasi atau instansi, aturan dalam berdagang, dan lain-lain.

Peraturan memiliki sejarah yang sangat panjang dan bervariasi di berbagai budaya dan peradaban. Aturan terus berkembang seiring berjalannya waktu, mencerminkan perubahan budaya, sosial, dan politik dalam bermasyarakat. Saat ini, aturan dan hukum ada di berbagai tingkatan, dimulai dari hukum nasional hingga hukum internasional, untuk mengatur berbagai kehidupan manusia..

Peraturan diciptakan berdasarkan fungsi dan tujuan tertentu, di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Membantu agar masyarakat dapat tertib dalam beraktivitas atau melakukan sesuatu.
  • Digunakan untuk memastikan semua masyarakat diperlakukan adil tanpa diskriminasi.
  • Dibuat untuk menjaga keselamatan setiap masyarakat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan atau dampak tidak adanya aturan.
  • Berfungsi untuk mengatur aktivitas masyarakat dalam beraktivitas.

Di Indonesia, peraturan sudah ada sejak periode pra-kemerdekaan hingga saat ini. Hal ini mencerminkan bahwa rakyat Indonesia memiliki perjalanan panjang menjadi manusia yang beradab dan teratur. Namun sejak dahulu peraturan ini sudah cukup sering dikembangkan berdasarkan kemajuan zaman. Dalam negara Indonesia, Undang-undang merupakan dasar aturan yang terkuat secara nasional. Undang-undang di Indonesia pun terus berkembang dan diamandemen agar rakyat dapat berlaku dan diperlakukan adil, dilindungi, teratur, dan disiplin.

Namun tahukah bahwa, saat ini semakin banyak berita atau kejadian yang mewartakan ketidakteraturannya masyarakat Indonesia? Dimulai dari rakyat kalangan bawah, hingga rakyat kalangan teratas. Hal tersebut memang hal biasa, tetapi saat ini semakin marak dan semakin menjamur. Keresahan ini dirasakan oleh sebagian rakyat Indonesia, bukan seluruhnya. Karena fakta membuktikan sebagian rakyat Indonesia merasa aturan harus tetap ditegakkan, sebagian merasa hal tersebut adalah hal wajar karena mendesak, sebagian merasa punya pemahaman peraturan menyulitkan sehingga tidak perlu dipatuhi.

Ternyata ketidakaturan ini bukan hanya menimpa orang-orang dewasa saja, namun sejak dini (anak-anak) sudah berani untuk tidak mematuhi peraturan yang berlaku. Ini menjadi dampak serius di masa depan, bagaimana jika di masa depan setiap kepala berani melakukan semaunya? Bagaimana jika setiap orang berpikir peraturan dapat dikompromi jika mendesak atau terpaksa? Bagaimana jika setiap orang merasa peraturan hanyalah mempersulit hal yang mudah, sehingga hal sulit tersebut tidak perlu dilakukan?

Kita lihat saat ini media sosial begitu berbahaya. Warganet semakin bebas berkomentar apa yang ada di pikirannya. Bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun ikut serta merta berkomentar walaupun komentarnya bukan komentar yang sesuai. Hujatan, makian, sarkasme terus dilontarkan warganet-warganet dalam menanggapi setiap tayangan di media sosial. Tidak tanggung-tanggung, hal ini juga dilakukan dengan akun-akun palsu demi keselamatan komentator-komentator tersebut. Nama palsu, foto palsu, hingga komentar palsu pun begulir sekadar asbun (asal bunyi) demi ketenaran atau bahkan menciptakan keributan.

Saat ini pendidikan Indonesia sudah sangat berkembang dengan kurikulum baru dan sistem mengajar yang memanfaatkan kecerdasan anak lebih intim (student center). Meskipun kurikulum sudah dirancang sebaik mungkin, ternyata kejiwaan setiap anak terus semakin meningkat. Anak-anak yang saat ini akrab dengan media sosial terus dimanjakan dengan teknologi yang ada. Dimulai dengan Instagram, Tiktok, Wattpad, Discord, permainan ponsel maupun komputer, dan lain sebagainya.

Dahulu memang konsol gim sudah ada. Namun hal itu menjadi eksklusif bagi yang memainkannya, tidak ada pengaruh eksternal. Berbeda dengan hari ini, setiap permainan terdapat fitur sosial. Memang bagus, setiap pemain mampu berkomunikasi satu dengan lainnya sambil menjalankan permainan, tetapi faktanya hal itu juga menimbulkan hal negatif. Perkataan kasar, merendahkan, rasisme, dan lain-lain membuat semakin rusak secara moral. Padahal para penyedia layanan permainan tersebut memiliki peraturan, hanya saja hal itu masih tidak efektif mengontrol para pemain yang utamanya usia remaja.

Konten-konten yang bertebaran di jagat dunia maya rupanya memengaruhi perilaku setiap manusia. Manusia tidak lagi memikirkan peraturan yang ada. Selain peraturan tersebut masih asing bagi diri setiap manusia, ternyata mereka memang tidak peduli. Apa yang mereka saksikan, ketahui, mereka lakukan. Banyak contoh yang membuat manusia semakin mengekspresikan dirinya. Berikut adalah contoh-contoh yang dapat ditemui di sekitar:

  • Aksi prank yang ternyata disukai oleh para warganet, akhirnya menimbulkan hobi baru yaitu prank di tengah-tengah masyarakat. Tidak hanya itu, prank menjadi konten-konten yang dianggap seru-seruan bagi segelintir orang.
  • Aksi kebut-kebutan di jalan raya yang difasilitasi akun-akun di media sosial, sehingga diikuti banyak kaum remaja. Mengebut hingga merekamnya agar mendapat pengakuan terhadap dirinya. Marak sekali aksi ini, para penggemarnya pun tidak sedikit, namun terjadi pembiaran yang membuatnya semakin berkembang.
  • Aksi tawuran yang dianggap keren di masa lalu, akhirnya tawuran tetap terjadi dan terus terjadi hingga saat ini. Bukan saja antar sekolah, antar daerah dan suku juga turut terjadi. Sehingga setiap masalah gencar sekali diselesaikan dengan baku hantam.
  • Aksi pamer barang-barang mewah yang akhirnya diikuti banyak masyarakat terutama remaja. Dengan bangga menyebut merek dan harga serta tempat membelinya, tren ini terus merambah hingga saat ini. Dampaknya membuat UMKM bukan kebanggaan bagi mereka. Menciptakan masyarakat yang konsumtif, tidak mampu menabung dan menyehatkan keuangan mereka sendiri.
  • Aksi lawan arah yang jelas salah dan membahayakan bagi pelanggar maupun pengguna jalan lainnya, masih dianggap benar dan dibenarkan oleh sebagian warganet. Akhirnya berdampak banyak orang terus melanggar dan tidak pernah takut. Solidaritas antar pelanggar semakin erat dan membudaya di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tercipta bukan hanya karena 1 atau 2 orang, namun beramai-ramai. Tidak ada yang berani menegur pelanggaran ini, pihak yang  dirugikan pun merasa diam lebih baik dari pada mencampuri orang lain. Aparat hukum yang dahulu berani menegur dan ditakuti serta disegani, hari ini mereka turut menyumbang pelanggar lalu lintas di jalanan. Melanggar lampu lalu lintas, lawan arus, tidak pakai standar keselamatan, dahulu sangat menakutkan. Memang ada saja aksi diam-diam dan menantang keberuntungan, namun hanya beberapa saja. Beda halnya saat ini.
  • Aksi lolos dari razia atau operasi polisi yang kemudian ditiru oleh masyarakat, menjadi panutan atas konten tersebut. Dimulai dari cara bicara, cara menyogok, mengaku aparat/keluarga aparat/ormas/jurnalis/LSM, cara dim agar lolos penangkapan, hal ini ditiru.
  • Aksi melawan petugas yang dengan bangga dipertontonkan sehingga masyarakat tidak lagi takut untuk melanggar dan melawan petugas. Ditambah jumlah petugas saat ini sangat minim, hampir tidak ditemukan polisi-polisi membenahi masalah ini dan memberantas pelanggar-pelanggar tersebut.
  • Aksi arogansi di jalanan, bermodalkan mobil/motor, lampu strobo, sirine, dan atribut-atribut aparat menghasilkan decak kagum para warganet. Hingga saat ini, aksi tersebut masih terus terjadi tanpa tindakan berarti dari pihak kepolisian. Bahkan anggota keluarga, rekan aparat, hingga aparat itu sendiri memanfaatkan fungsi jabatannya tersebut untuk mendapat prioritas, padahal hal tersebut bukan semestinya ada. Kompolnas sudah menyosialisasikan hal terbut, bahwa kendaraan plat non dinas dilarang menggunakan strobo, sirine, dan atribut instansi, kendaraan dinas tanpa pengawalan dilarang menggunakan strobo dan sirine serta tidak ada hak prioritas, kendaraan RF atau ZZ tidak ada wewenang prioritas di jalan tanpa ada pengawalan. Hal ini menjadikan masyarakat ikut melakukan hal sama, agar mendapatkan prioritas.
  • Aksi kaya instan yang diungkapkan oleh para tokoh publik dan afiliator. Padahal hal tersebut tidaklah benar murni seperti yang diungkapkannya. Hal tersebut padahal hanya konten agar menciptakan investor baru di sebuah lini usaha. Permainan uang yang nyatanya adalah judi online, namun dikemas dengan hal berbeda. Anehnya hal ini masih ada dan marah, tidak ada tindakan pemberantasan masif dan serius pada aplikasi judi online ini. Apa mungkin sudah legal?
  • Aksi para motivator-motivator karbitan yang memberikan stimulus bahagia, pantang menyerah, dan terus melaju di balik kesalahan atau dosa yang sudah/sedang terjadi. Hal ini menyesatkan para warganet sebenarnya. Namun kemasan kata-kata indah, persuasif, dan imperatif tersebut dianggap hal positif. Contohnya seorang wanita yang sudah jatuh dalam dosa narkoba. Kemudian sebuah tayangan memperkuatnya dengan alih-alih setiap orang tidak ada yang sempurna. Selama kamu tidak mengganggu dan merugikan orang lain, mengapa harus merasa bersalah dan malu?
  • Berita kekerasan dan pembunuhan yang terjadi karena suatu alasan yang dianggap mulia, memantik simpati warganet karena hal tersebut dianggap mulia. Sehingga saat ini, aksi tersebut bisa dilakukan siapa saja dan mendapat dukungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun