Pagi ini, seorang petani tua yang tinggal di gubuk menerima sepucuk surat. Dia yakin, ini surat dari anak semata wayangnya yang kuliah di luar kota. Hatinya gembira, segeralah ia pergi ke rumah temannya yang tak jauh dari rumah.
Sesampainya, diberikan surat itu dan segera dibacakan oleh temannya.
"Pak, aku butuh uang. Segera kirim uang ya."
Lelaki tua itu langsung melonjak dan mukanya merah padam. Segera ia berpamitan dengan hati jengkel pulang ke rumah.
Tiba-tiba dalam perjalanan, petani itu bertemu dengan teman kecilnya. Disapanya bapak tua itu dengan senyuman, lalu bertanya apa yang terjadi. Petani tua itu memberikan sepucuk surat. Setelah dibuka, dibacanya surat itu.
"Pak, aku butuh uang. Segera kirim uang ya."
Petani tua itu tiba-tiba meneteskan airmata sehingga sang teman menghiburnya. Dia merasa sedih ketika mendengar temannya membacakan surat itu. Dia merasa anak semata wayangnya di perantauan membutuhkan bantuannya.
Segera bapak tua itu pulang serta mengambil topi, lalu bergegas menuju pasar untuk mengirimkan uang.
~sebuah cuplikan renungan harian HKBP~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H