Kedua mata mulai membuka ... gelap. Hanya bunyi krik ... krik mengalun di telinga. Semilir angin merasuk kalbu. Tak ada selimut mendekap tubuh. Subuh belum menjelang, terlihat ublik berpendar dari kejauhan. Terimakasih atas malam yang terlewati. Hujan deras mengguyur serta listrik padam menjadi pengalaman tak terlupakan.
Di sebelah ada tangan mungil mendekap. Aku beranjak dari papan kayu sambil menyelimuti tubuh mungil itu. Terlihat di samping, sosok ramping tertidur pulas. Entah berapa kali kami terjaga bergantian, agar si kecil terlelap tanpa ketakutan.
Kakiku menendang dandang, hampir tersandung. Remang-remang cahaya, menyingkapkan pawon acak-acakan. Bukan kali pertama tatkala binatang pengerat itu menyelinap. Kususun kayu sebagai penyala tungku. Kutata barang berserakan sambil merebus air.
Ketika meraba gentong hanya segenggam beras teraih. Aku menanak sebagai makanan hari ini. Entah esok menyantap apa, bisa dicari sepulang sekolah.
Semoga emak sehat kembali dan segera pulang bersama bapak. Aku rindu kami berkumpul lagi. Ini hari kelima emak di rawat di rumah sakit kota.
Itulah ceritaku bocah ingusan, Galuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H