Malam itu, rembulan jadi saksi perpisahan dua insan. Kami dianggap pasangan ideal bukan karena tampan dan cantik, melainkan selalu kompak. Berjumpa ketika ospek, saat dia menawarkan diri menggantikanku dihukum. Perpisahan dengannya bukan hal yang mudah bagiku begitu juga baginya. Bukan hanya kehilangan kekasih melainkan sosok kakak serta sahabat.
Hari ini adalah pengumuman penerimaan aparatur sipil negara. Hatiku gelisah, berharap tak lolos. Tapi itu akan mengecewakan kedua orangtua. Ayah sangat menginginkan putri satu-satunya menjadi penerusnya, mengabdikan ilmu bagi bangsa dan negara ini.
Bila kedua kakak laki-lakiku bisa bebas memilih jurusan serta cita-cita yang mereka mau tapi tidak denganku. Mulai dari kecil hingga perguruan tinggi, selalu diarahkan dengan apa yang mereka minati. Padahal aku senang menyanyi dan suka melukis. Bertemu dialah, aku bisa jadi diri sendiri. Dia sering menemaniku lomba maupun manggung bila ada acara kampus.
"Gimana Kate, kamu lulus?" pertanyaan ayah membuyarkan lamunanku.
Aku tersenyum sambil berkata, "belum ada pengumuman, yah."
Untunglah ayah tak curiga dengan alibiku. Tak berselang lama, ayah bercengkrama asik di telepon. Ternyata kakak tertua mengucapkan selamat atas diterimanya aku menjadi ASN. Aku hanya bengong dengan pikiran bercampur aduk.
Setelah beberapa hari melewati proses adminitrasi. Seminggu kemudian, aku bersiap mengikuti pelatihan di ibukota. Sungguh hal baru bagiku, bertemu dengan orang-orang baru. Tentunya ini harapan kedua orangtuaku agar aku mendapat pengganti Aril.
Kami semua di asrama dengan peraturan yang ada. Kami dididik untuk disiplin serta mengikuti setiap materi dan pelatihan dengan baik.
Tiga hari berlalu, pagi itu mataku berkunang-kunang, kepala terasa pusing, tapi kukuatkan untuk mengikuti apel. Alhasil, aku pingsan dan dilarikan ke rumah sakit terdekat.
"Kate, kamu pasti sembuh ... yang sabar ya, " suara itu tak asing di telinga. Namun, aku tak bisa membuka mata, rasanya berat sekali.