Desember tlah tiba. Menghias pohon cemara dengan asesoris cantik, menjadi ritual setiap tahun. Bintang terang, lonceng, santa klaus, bola-bola salju, pita serta salju mempercantik pohon cemara berdahan plastik.
Gantungan pernak-pernik bak sebuah harapan yang dipanjatkan. Itu mengingatkan akan tradisi suatu negara, dengan menggantungkan harapan pada ranting melalui secarik kertas.
Hari berganti, tiupan angin serta posisi tidak pas membuat pernak-pernik itu jatuh satu persatu. Mengambil serta menata dengan pas, membuat pohon itu makin indah. Perlu menaruh di tempat khusus agar pohon Natal makin cantik.
Natal pun tiba, sukacita kian terasa. Tamu berdatangan silih berganti. Pohon Natal merupakan benda paling menyenangkan bagi anak-anak. Satu persatu hiasan dicabut, dibuat mainan, dipindah ke tempat lain atau dipretel.
Pruntus, tanpa buah itulah gambaran pohon cemara. Perlu upaya menata, serta menaruh lagi pernak-pernik. Tak berselang lama, tamu hadir kembali bersama si buah hati, tertarik dengan kelap-kelip lampu lalu tangan mungil itu memindah pernak-pernik.
Lagi-lagi, hiasan berjarak dengan sang kawan sehingga perlu didekor ulang. Sampai kapan hal ini terjadi? Sampai akhir tahun baru, sampai pohon Natal masuk kardus dan di simpan.
Gambaran pohon cemara mengingatkan akan kehidupan. Pada mulanya Tuhan berfirman, ciptakan kehidupan sangat indah dan tertata rapi. "Baik" adanya, seperti yang dikataNYA.
Akibat pelanggaran manusia, membuat tatanan kehidupan rusak. Sang putera tunggal, Yesus datang ke dunia, sebagai pendamaian serta menata kembali ciptaan.
Dia memperbaharui dan terus memperbaharui kehidupan, agar damai, sukacita serta kasih selalu melingkupi kehidupan ini. Sehingga kehidupan menjadi teratur, baik dan sempurna.
Seperti pohon Natal yang terus menerus dihias serta ditata ulang, seperti itulah Tuhan mendadani kehidupan sehingga semakin berkenan kepadaNYA.