Langit kelabu, rintik hujan warnai kalbu. Teddy pasti terpukul kehilangan sosok ayah yang dicintai. Setelah dua tahun lalu, kehilangan kehangatan cinta sang ibu. Kami berempat menguatkan Teddy yang sebatang kara, sebab kakak-kakaknya tinggal di luar kota.
Suasana haru menghiasi prosesi pemakaman. Tiba-tiba mataku menatap sosok ayu, persis seperti Aulia. Rambut, postur tubuh serta ekspresi gerakannya. Aku meyakinkan diri untuk bangun dari khayalan.
Apa efek kacamata ketinggalan?
Saat prosesi tabur bunga, sosok ayu itu menawarkan bunga di keranjang sebagai penghormatan terakhir kepada mendiang. Aku bukan berhalusinasi tapi betulan mirip Aulia.
Setelah prosesi berakhir, kami kembali ke rumah Teddy. Di sana berjumpa dengannya lagi. Dia asik berbincang dengan kakak Teddy.
"Belum move on juga? Awas nanti patah hati, " celetuk Ramzi yang ternyata memperhatikan gerak-gerikku. Aku tersenyum kecut.
Tiba-tiba seorang anak perempuan berambut ikal menghampiri wanita ayu itu. Digendong anak itu seraya menghampiri laki-laki bertubuh tegap yang duduk di luar. Benar perkataan Ramzi, aku belum move on. Aku sudah ikhlas kepergian Aulia dalam damai ke sorga. Hati ini berbisik, sampai saat ini masih mencari sosok wanita mirip Aulia, entah wajah atau sifat.
Itulah ceritaku, Andrea.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H