Mohon tunggu...
Heart Light
Heart Light Mohon Tunggu... Mahasiswa - Heart Light🍓

Simple girls 🌷🍀 🌷and be my self Life is Love❤️

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karya Sang Pencipta

22 Januari 2022   05:05 Diperbarui: 22 Januari 2022   06:51 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika matahari masih tertidur, aku dan Maya bersiap melakukan perjalanan menuju ke sebuah air terjun. Ke sebuah desa yang jauh dari rumah, kira-kira menempuh waktu dua jam untuk sampai ke sana. 

Dingin udara tak menjadi rintangan. Motor matic biru menemani perjalanan kami. Walaupun hanya berdua dan para cewek, namun tak mematahkan semangat kami untuk menikmati  air terjun. Kami  bergantian membonceng.

Ketika memasuki kawasan kabupaten, kami disuguhkan pemandangan yang begitu menawan. Tampak hentangan sawah dengan padi yang menguning. Pohon-pohon kelapa juga rapi berjajar. Dari kejauhan nampak gunung yang menjulang tinggi. Suara kicauan burung menambah semarak suasana. 

Aku membayangkan seperti pemandangan alam yang tergambar sewaktu sekolah dulu. Sungguh luar biasa, anugerah Sang Pencipta. Kata-kata tak dapat mewakili kekagumanku, hanya ucapan syukur yang dapat kupanjatkan.

Selain pemandangan alam, kami juga disuguhi oleh pemandangan rumah penduduk yang sangat sederhana. Nampak suasana adem ayem serta bahagia, serasa pulang ke rumah nenek. 

Terlihat rumah yang didirikan dari bambu, ada juga yang dari kayu dan hanya sedikit yang dari batu bata. Terlihat halaman yang begitu luas, ditumbuhi tanaman serta sayur mayur disamping dan depan rumah. 

Ada juga yang memiliki ternak seperti sapi dengan kandang di sebelahnya. Namun kebanyakan ayam berkeliaran di depan halaman rumah mereka. 

Jalanan membuat kami terjaga, kadang naik dan turun dengan belokan yang cukup curam. Rasanya seperti menaiki roller coaster, hanya bedanya kami mempunyai kendali untuk mengatur kecepatannya. 

Saat aku yang dibonceng, wajahku cukup tegang disertai tangan dan kaki yang kaku. Aku tak membayangkan bagaimana dengan perasaan Maya yang mengendarai, pastinya lebih campur aduk. Apalagi aspal jalanan banyak yang berlubang sehingga harus memilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun