Seorang guru dan murid yang asik bercengkrama. Dengan berbekal pengalaman, sang guru mengajaknya untuk menemukan kehidupan dengan melihat keindahan alam semesta.
Mentari mulai menampakkan sinarnya, pagi-pagi sang murid menemui gurunya di daerah pegunungan tepat di belakang bukit. Si murid tak pernah lelah harus melewati jalanan terjal yang selalu dia lalui untuk belajar dengan sang guru. Tapi, kali ini dia berangkat sendirian lebih awal daripada biasanya, karena ia ingin mendengar pendapat dan saran dari gurunya mengenai permasalahan yang dia bimbangkan beberapa hari ini. Murid ini bernama Djoko, dia bergabung di sebuah padepokan bersama teman-temannya untuk belajar bela diri.
Setelah melewati belantara pepohonan serta menyeberangi sungai, sampailah ia di rumah kecil tempat gurunya tinggal.
Djoko mengetuk pintu, namun tidak ada respon "Pagi...guru...guru...ini aku Djoko" memanggil sambil terus mengetuk pintu
Melihat suasana di halaman sepi dan panggilannya tak ada jawaban, namun ia terus berusaha menuju ke samping lalu ke belakang rumah, karena biasanya gurunya ada di sana. Ternyata benar, gurunya sedang merawat sayur-sayuran di belakang rumahnya.
"Selamat pagi guru." Ucap Djoko
Gurunya kaget dan menoleh, "Pagi nak...sepertinya embun masih menyelimuti namun kau sudah bergegas kemari."
"Saya sengaja datang lebih pagi, guru...ada hal yang ingin saya tanyakan serta ingin meminta nasehat guru." kata Djoko sambil berwajah sedih
Gurunya tersenyum dan mengatakan "Aku akan mendengarkan ceritamu, namun bantu aku untuk merawat sayur-sayuran ini." pinta sang guru
"Baik guru" ucap Djoko sambil menuju ke sumur mengisi ember untuk menyirami sayur-sayuran itu.
Tak berselang lama, akhirnya sayur-sayuran itu nampak daun-daun yang segar dengan tanah yang gembur. Usai mereka membersihkan diri, sang guru mengajak Djoko untuk menyantap ubi rebus sambil mereka bercengkrama.
"Apa yang membuat mukamu kurang berseri hari ini, nak?" tanya gurunya
Djoko menceritakan tentang masalah yang dia hadapi dalam keluarganya dan dia bimbang untuk memutuskan sesuatu menyangkut masa depannya. Mendengar cerita Djoko, sang guru tersenyum lalu menyuruhnya untuk mengambil sebuah air dalam gelas dan garam di dapur.
Djoko sedikit bingung, kenapa gurunya tidak menjawab pertanyaannya namun malah menyuruhnya ke dapur. Setelah berpikir sejenak, dia langsung bergerak dan menuju dapur, mencari dan menyiapkan apa yang diperintahkan gurunya. Lalu segera membawanya di hadapan gurunya.
Sang guru berkata, "Djoko...lihatlah air dalam gelas ini yang hampir penuh. Lalu sekarang, masukkan segenggam garam ke dalam air itu dan aduklah"
"Baik guru" Djoko langsung memasukkan garam ke dalam air, lalu mengaduknya. Tepat seperti apa yang gurunya perintahkan.
Melihat itu, gurunya tersenyum dan mengatakan "Minumlah air di gelas itu."
Djoko langgung meminumnya namun terhenti dan berkata "Asin...guru."
Raut wajahnya meringis dan gurunya tertawa tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Setelah itu, gurunya mengajak Djoko untuk pergi ke suatu tempat. Djoko segera mengikutinya, namun dalam hatinya bimbang dengan sikap sang guru. Tak berselang lama, akhirnya mereka sampai di sebuah danau yang jernih airnya dan elok pemandangannya.