Mohon tunggu...
Kristin Siahaan
Kristin Siahaan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Observer, Theological Student'15

Mulai dan nikmati prosesNya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tetap Menjadi Junior, Kenapa Bisa?

24 Agustus 2021   00:32 Diperbarui: 24 Agustus 2021   00:34 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiap orang pasti akan selalu menjadi junior. Yakin gak sih? Sebenarnya, status menjadi senior bukanlah sebuah hak yang permanen ada dalam tiap pribadi. Dengan kata lain, junior adalah harga mati. Why? Aku coba beri pengamatanku di lingkungan sekitar kita, seperti berikut:

  • Di lingkungan sekolah:  Kendati seseorang sudah menjadi mahasiswa tingkat 2 atau 3, ia masih disebut sebagai junior dari mahasiswa tingkat akhir. Malahan meski sudah menjadi mahasiswa tingkat 5 atau tingkat akhir, mahasiswa itupun akan menjadi junior dari alumnus kampus tersebut.
  • Di lingkungan pekerjaan; walau sudah menjadi seorang pimpinan atau bahkan manager, ia pasti tetap menjadi junior dari mereka yang telah menjadi manager atau pimpinan sebelumnya.
  • Di lingkungan keluarga, meski sudah menjadi orang tua, orang tua tetap disebut sebagai orang tua junior dari orang tua mereka sendiri.
  • Bahkan di lingkungan adat, khususnya adat batak Toba, ada kalanya diri kita disebut sebagai "tulang" (yang berperan sebagai pemimpin atau yang dihormati atau senior), ada kalanya pula disebut sebagai "boru" (yang mengambil peran untuk melayani atau junior).

Uniknya lagi, tanpa kita sadari, kedua status yakni junior dan senior adalah hal yang tentu kita gandeng dalam menjalani hari. 

Berikut contohnya:

Rini adalah mahasiswi  tingkat satu di kampusnya, karena itu ia akan disebut junior di kampusnya, namun di situasi lainnya yakni di lingkungan keluarga ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara, karena itu ia disebut sebagai senior dari kedua adik-adiknya. Dua lingkungan tersebut menjadi  gambaran bahwa baik menjadi senior maupun junior tidak akan selesai walau sudah menyelesaikan satu tahap. 

Contoh lainnya sebagai fakta yang melekat daldapat kita temui dalam tahap menjadi adik tingkat, tahap menjadi seorang adik, tahap menjadi mahasiswa magang, dan lain sebagainya.

Kendati demikian, penulis hanya akan menyoroti makna junior yang tersimpan dan perlu diketahui. Lantas, apa pentingnya kita mengetahui bahwa sebenarnya kita akan tetap menjadi junior dan bahkan tidak akan pernah tamat? Berikut adalah manfaatnya:

  • Junior mengajarkan kita merendahkan hati

Sebagai seorang junior biasanya mereka dikenal karena sikap siap sedia, siap melayani dan siap gerak oleh senior yang memerintahkannya mengerjakan sesuatu. Rendah hati identik dengan sikap mau melayani. Hal ini selaras dengan karakter seorang junior yang siap melayani


  • Junior mengajarkan  karakter pembelajar dan tiada kata henti untuk belajar

Tanpa kita sadari, dengan mengingat diri sebagai seorang junior membentuk kita menjadi pribadi pembelajar sehingga mengurangi sifat angkuh atau menjengkali kemampuan orang lain karena menganggap diri kita masih harus belajar banyak hal. Dan lagi pula kita akan membuka diri untuk belajar dari diri orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun