Mohon tunggu...
KRISTINA SIREGAR 121211092
KRISTINA SIREGAR 121211092 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Undira Student Semester 7

Kristina Siregar - NIM 121211092 - Jurusan Akuntansi - Mata Kuliah Pengukuran Kinerja Sektor Publik - Universitas Dian Nusantara - Dosen Prof. Dr, Apollo Daito, M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tata Kelola Ruang Publik Vita Contemplativa Hannah Arendt

27 September 2024   17:55 Diperbarui: 27 September 2024   17:58 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Dokpri, Prof Apollo

Ruang publik adalah ruang yang digunakan oleh masyarakat untuk bertukar ide, berinteraksi sosial, dan melakukan aktivitas kolektif yang dapat mempengaruhi kebijakan maupun perubahan sosial. Dalam filsafat politik, salah satu pemikir terkemuka yang membahas tentang konsep ruang publik adalah Hannah Arendt. Arendt memfokuskan pemikirannya pada peran ruang publik sebagai wadah untuk kehidupan bersama (vita activa), yang mana tindakan manusia di dalamnya menentukan dinamika sosial, politik, dan budaya suatu komunitas.  Arendt melihat ruang publik sebagai tempat di mana individu-individu dapat berkumpul, berdialog, dan bertindak bersama secara bebas. Ini adalah arena di mana tindakan politik terjadi, memungkinkan pluralitas dan keragaman suara untuk berpartisipasi dalam diskusi dan pengambilan keputusan. 

Gambar : Dokpri, Prof Apollo
Gambar : Dokpri, Prof Apollo

Konsep Ruang Publik Menurut Hannah Arendt :

Ruang untuk Tindakan (Action) dan Ujaran (Speech), Bagi Arendt, tindakan politik adalah inti dari kehidupan manusia dalam ruang publik. Tindakan (action) yang dimaksud adalah tindakan kolektif yang memungkinkan orang untuk membentuk dunia bersama, berbeda dengan kerja (labor) atau karya (work). Melalui tindakan dan ujaran, manusia menampilkan diri mereka di depan orang lain dan turut membentuk realitas sosial dan politik. 

Gambar : Dokpri, Prof Apollo
Gambar : Dokpri, Prof Apollo

Pluralitas, Ruang publik adalah tempat bagi pluralitas, di mana perbedaan individu, identitas, dan perspektif diakui. Dalam ruang publik, setiap individu adalah agen politik yang unik dan memiliki hak untuk berpartisipasi dalam diskusi yang membentuk masyarakat. 

Kebebasan dan Kepublikan, Kebebasan, dalam pemikiran Arendt, bukan hanya kebebasan pribadi tetapi juga kebebasan untuk bertindak bersama dengan orang lain. Ruang publik menjadi tempat di mana kebebasan ini diwujudkan, karena di sanalah orang dapat bertindak secara kolektif tanpa dominasi atau paksaan dari otoritas eksternal. 

Pengungkapan Diri, Di ruang publik, orang dapat menampilkan diri mereka kepada orang lain, menunjukkan identitas politik dan moral mereka melalui kata-kata dan tindakan. Arendt percaya bahwa pengungkapan diri ini hanya mungkin terjadi ketika ada ruang di mana orang bisa berinteraksi dengan cara yang bebas dan setara.

Namun, di balik tindakan-tindakan dalam ruang publik ini, terdapat dimensi kontemplatif yang penting untuk dipahami, yaitu vita contemplativa, yang berfokus pada perenungan dan pemahaman. Tulisan ini akan membahas bagaimana tata kelola ruang publik dapat dipahami melalui konsep vita contemplativa Hannah Arendt serta alasan mengapa pendekatan ini penting dalam konteks tata kelola ruang publik saat ini. 

1. What (Apa itu Vita Contemplativa? )

ita contemplativa adalah salah satu konsep penting dalam filsafat Hannah Arendt yang berakar pada tradisi pemikiran filsafat Yunani kuno. Istilah ini secara harfiah berarti "kehidupan kontemplatif," yaitu kehidupan yang didedikasikan untuk pemikiran, refleksi, dan perenungan. Menurut Arendt, vita contemplativa tidak dapat dipisahkan dari vita activa, atau kehidupan aktif yang melibatkan tindakan dan kerja di ruang publik.

Dalam buku Arendt, The Human Condition (1958), ia membedakan tiga aktivitas utama manusia yang membentuk kehidupan, yaitu labor (kerja), work (pekerjaan), dan action (tindakan). Ketiga aspek ini berakar pada vita activa, di mana manusia terlibat dalam aktivitas yang menghasilkan sesuatu. Namun, di balik semua ini, ada vita contemplativa yang berperan sebagai fondasi dari tindakan-tindakan manusia. Vita contemplativa adalah fase di mana manusia berhenti sejenak dari kegiatan aktif untuk merefleksikan makna dan tujuan dari tindakannya.

Vita contemplativa sangat penting dalam tata kelola ruang publik karena, melalui kontemplasi, manusia dapat memikirkan ulang struktur, tujuan, dan nilai-nilai yang mereka bawa dalam ruang sosial. Ini menjadi salah satu cara untuk memastikan bahwa ruang publik tidak hanya sekadar tempat untuk aktivitas fisik atau interaksi sosial, tetapi juga menjadi tempat refleksi kolektif tentang apa yang dianggap penting oleh komunitas.

2. Why (Mengapa Vita Contemplativa Penting dalam Tata Kelola Ruang Publik? )

Ada beberapa alasan mengapa vita contemplativa relevan dalam konteks tata kelola ruang publik.

Memperkuat Makna Ruang Publik sebagai Wadah Demokrasi :

Ruang publik, menurut Arendt, adalah tempat di mana individu-individu bisa saling berdialog, berdebat, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik. Ini tidak hanya mencakup aktivitas fisik, seperti demonstrasi atau rapat, tetapi juga pemikiran kritis dan refleksi. Vita contemplativa memungkinkan warga untuk merenungkan makna demokrasi itu sendiri, memahami tanggung jawab mereka, serta memastikan bahwa tindakan yang dilakukan dalam ruang publik tidak hanya reaktif atau spontan, tetapi juga berdasarkan pemahaman mendalam tentang isu yang dihadapi.

Misalnya, dalam konteks demonstrasi politik, vita contemplativa memainkan peran penting dalam memastikan bahwa tindakan kolektif tidak hanya didorong oleh emosi sesaat, tetapi juga didasari oleh pertimbangan etis dan tujuan jangka panjang yang lebih baik bagi komunitas. Dengan adanya pemikiran kritis yang muncul dari vita contemplativa, ruang publik tidak hanya berfungsi sebagai tempat bagi "penghuni," tetapi juga menjadi arena di mana ide-ide dapat diartikulasikan dan diuji secara rasional.

Mengintegrasikan Nilai-Nilai Moral dan Etika dalam Tindakan Publik:

Tindakan tanpa refleksi sering kali menyebabkan kebijakan atau keputusan yang tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang. Vita contemplativa menyediakan landasan bagi kebijakan publik yang lebih etis dan adil. Dengan melibatkan kontemplasi dalam pengambilan keputusan publik, para pengelola ruang publik, termasuk pemangku kebijakan, dapat mempertimbangkan aspek moral dari setiap keputusan yang mereka ambil.

Sebagai contoh, ketika pemerintah kota merancang kebijakan mengenai ruang publik, seperti pembangunan taman kota atau jalan raya, vita contemplativa memungkinkan mereka untuk merenungkan dampak lingkungan, sosial, dan politik dari kebijakan tersebut. Pemikiran yang mendalam ini membantu menghindari keputusan yang hanya didasarkan pada pertimbangan ekonomi atau politis semata, tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat yang lebih luas.

Mencegah Fragmentasi Sosial dan Konflik :

Ruang publik sering kali menjadi tempat bertemunya berbagai kepentingan dan kelompok yang berbeda. Tanpa refleksi dan pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ini, konflik dan fragmentasi sosial bisa menjadi dampak negatif yang timbul di ruang publik. Vita contemplativa membantu memfasilitasi dialog dan interaksi yang lebih konstruktif dengan memberi ruang bagi individu untuk merenung sebelum bertindak.

Dengan berfokus pada vita contemplativa, individu-individu dalam masyarakat dapat memperhatikan pandangan yang berbeda, mempertimbangkan berbagai perspektif, dan mengembangkan sikap saling menghormati. Hal ini penting dalam mengelola ruang publik yang inklusif dan adil. Dengan adanya pemikiran kontemplatif, tata kelola ruang publik dapat didasarkan pada prinsip-prinsip koeksistensi yang damai dan saling pengertian, alih-alih sekadar menjadi arena bagi persaingan atau konflik yang destruktif.

3. How (Bagaimana Vita Contemplativa Bisa Diintegrasikan dalam Tata Kelola Ruang Publik? )

Mengintegrasikan Vita Contemplativa ke dalam tata kelola ruang publik berarti menciptakan ruang-ruang yang mendorong perenungan, pemikiran mendalam, dan ketenangan di tengah kehidupan sosial yang dinamis. Ini bisa dilakukan melalui perencanaan yang cermat dan desain yang mempertimbangkan kesejahteraan emosional, mental, dan spiritual warga.  Berikut adalah beberapa cara konkret Vita Contemplativa bisa diintegrasikan ke dalam tata kelola ruang publik:

Menciptakan Ruang untuk Refleksi Kolektif:

Ruang publik tidak hanya harus menjadi tempat aktivitas fisik atau transaksi sosial, tetapi juga ruang untuk refleksi dan kontemplasi. Contoh konkret adalah penyediaan ruang-ruang hijau, taman-taman kota, atau plaza terbuka yang didesain untuk mendorong individu berhenti sejenak, merenung, dan mungkin berdiskusi tentang hal-hal yang lebih mendalam.

Pemerintah kota dapat memfasilitasi tempat-tempat seperti ini dengan menyediakan fasilitas untuk dialog, diskusi publik, dan forum komunitas. Dengan cara ini, ruang publik menjadi tempat untuk berbagi ide, berdialog tentang isu-isu yang relevan, dan bersama-sama merefleksikan masalah sosial yang dihadapi.

Contoh: 

  • Taman Suropati di Jakarta menjadi ruang hijau di tengah kota yang menyediakan tempat untuk refleksi, di mana orang bisa duduk di bangku taman, menikmati alam, atau bahkan berdiskusi tentang masalah lingkungan atau sosial bersama warga lainnya. 
  • Monumen Nasional (Monas) di Jakarta tidak hanya menjadi simbol nasionalisme, tetapi juga menyediakan ruang di mana orang dapat merenung tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pengunjung dapat berjalan di sekitar monumen, merenungkan pengorbanan dan perjuangan para pendahulu, serta mendiskusikan relevansi sejarah tersebut terhadap masalah sosial saat ini.
  • Masjid Istiqlal di Jakarta, yang menjadi tempat ibadah sekaligus ruang publik, memberikan pengunjung ruang untuk refleksi spiritual. Banyak warga yang datang untuk sekadar merenung, beribadah, atau berdialog tentang nilai-nilai moral dan sosial yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. 

Mengajak Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan Publik :

Vita contemplativa dapat difasilitasi dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ruang publik. Hal ini dapat dilakukan melalui forum diskusi, musyawarah, atau kelompok fokus yang melibatkan warga secara langsung. Partisipasi ini memungkinkan warga untuk merenungkan berbagai keputusan yang akan diambil, serta memberikan masukan yang didasari oleh refleksi pribadi dan pemikiran kritis.

Sebagai contoh, ketika pemerintah merencanakan revitalisasi ruang publik atau infrastruktur baru, masyarakat harus diundang untuk berpartisipasi dalam diskusi awal tentang proyek tersebut. Dengan melibatkan warga, kita dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat, serta diiringi oleh pemikiran kritis dari berbagai sudut pandang.

 

Pendidikan dan Penyadaran tentang Nilai-Nilai Kontemplatif :

Pendidikan memainkan peran penting dalam mengintegrasikan vita contemplativa ke dalam tata kelola ruang publik. Program pendidikan di sekolah dan komunitas yang mengajarkan pentingnya refleksi, diskusi etis, dan pemikiran kritis dapat mempersiapkan warga untuk berperan aktif dalam ruang publik dengan cara yang lebih bijaksana.

Kurikulum di sekolah-sekolah dapat mencakup pendidikan tentang etika publik, tanggung jawab sosial, dan pentingnya mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakan publik. Dengan memberikan pendidikan yang menekankan pada refleksi kontemplatif, kita membangun masyarakat yang lebih sadar dan bertanggung jawab dalam tata kelola ruang publik.

Kesimpulan

Dalam konteks tata kelola ruang publik, pemikiran Hannah Arendt tentang vita contemplativa menyediakan landasan penting untuk memahami peran refleksi dan pemikiran mendalam dalam kehidupan sosial. Vita contemplativa membantu masyarakat merenungkan dan menilai tindakan yang mereka lakukan di ruang publik, mencegah konflik, serta memastikan bahwa tindakan dan kebijakan yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip moral dan etika.

Dengan mengintegrasikan vita contemplativa dalam tata kelola ruang publik, kita dapat menciptakan ruang yang lebih inklusif, adil, dan reflektif, di mana masyarakat tidak hanya bertindak secara fisik, tetapi juga berpikir secara mendalam tentang makna dari tindakan-tindakan mereka. Pada akhirnya, ini akan menghasilkan tata kelola ruang publik yang lebih baik dan mendukung kehidupan demokratis yang sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun