Di tengah arus modernisasi yang semakin cepat, tradisi potong rambut bajang menghadapi tantangan signifikan. Sebagian kalangan menganggap ritual ini sebagai tradisi yang sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi dengan kehidupan kontemporer. Pandangan ini muncul seiring dengan berkembangnya gaya hidup modern yang lebih mengedepankan efisiensi dan individualisme, sementara tradisi ini lebih mengedepankan kebersamaan dan simbol-simbol keagamaan atau adat yang dianggap tidak praktis. beberapa keluarga mulai meninggalkan tradisi ini, memilih untuk merayakan momen-momen penting anak dengan cara yang lebih sederhana atau mengikuti trend yang lebih modern.
Tradisi ini memiliki Prosesi ritual yang cukup Panjang yang diawali dengan prosesi arak-arakan anak berambut bajang dari rumah menuju Kali (Sungai) kemudian dimandikan, Setelah anak rambut bajang selesai dimandikan, anak tersebut kembali di arak menuju hutan pinus untuk melangsungkan proses pemotongan rambut. Setelah prosesi dilaksanakan dilanjutkan dengan diikuti acara makan bersama dan pertunjukan seni tradisional. Namun, di balik jalanya proses tersebut ada keunikan yang menarik mengenai potong rambut bajang. Meskipun tantangan modernisasi memang ada, tetapi tradisi ini masih memiliki daya tarik yang kuat di kalangan masyarakat tertentu. Bagi Masyarakat desa pedagung, potong rambut bajang bukan hanya sekedar ritual, tetapi sebuah cara untuk menjaga ikatan sosial dan budaya yang telah ada sejak lama. Potong rambut bajang menjadi momen penting yang mempererat hubungan antar keluarga, memperkenalkan nilai-nilai adat, serta mengajarkan anak-anak tentang pentingnya mengenal dan menghormati tradisi.
Beberapa data yang saya ambil dari berbagai situs media massa bahwa survei yang dilakukan oleh Badan Kebudayaan menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% generasi muda yang masih melaksanakan tradisi ini di daerah-daerah yang sebelumnya menjadi pusat pelaksanaan ritual tersebut. Mereka cenderung lebih memilih tren rambut yang mengikuti mode global atau model kekinian, yang seringkali mengabaikan makna historis dari potong rambut bajang.[3] fenomena ini merupakan tantangan yang perlu dihadapi dengan pendekatan yang bijaksana. Mungkin kita perlu mencari cara untuk memodernisasi dan menyesuaikan tradisi seperti potong rambut bajang, agar tetap relevan di mata generasi muda, namun tetap menjaga esensi dan makna dari ritual tersebut. Salah satu cara adalah dengan mengedukasi masyarakat, terutama anak muda, tentang pentingnya tradisi ini, serta menggali nilai-nilai budaya yang bisa dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari mereka, agar tradisi ini tidak tergerus oleh arus globalisasi.
modernisasi membawa perubahan besar dalam cara hidup dan pandangan masyarakat terhadap tradisi, potong rambut bajang tetap memiliki relevansi yang tinggi dalam konteks sosial dan budaya. Ritual ini tidak hanya berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan simbol penyucian, tetapi juga menjadi momen untuk memperkuat ikatan keluarga dan komunitas. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk menjaga dan melestarikan tradisi ini, dengan menyesuaikannya agar tetap relevan dengan perkembangan zaman tanpa mengurangi esensi dan maknanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H