Mohon tunggu...
KRISTINA DWI INDRIASTUTI
KRISTINA DWI INDRIASTUTI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berbisnis di usia muda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KDRT Yang DiAnggap Biasa Oleh Masyarakat Desa

17 November 2024   08:15 Diperbarui: 17 November 2024   08:59 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Kekerasan dalam rumah tangga merupakan perbuatan kejahatan yang sering dialami perempuan, yang dimana akibatnya akan timbul penderitaan baik secara fisik, psikis, seksual maupun psikologi, dan pelantaran juga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan dan perampasan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Di masyarakat desa sebagian besar mengganggap bahwasannya KDRT itu hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari dan tidak perlu adanya campur tanggan dari pihak luar. Dari hal tersebut menjadikan kondisi yang memungkinkan banyak korban KDRT yang di mana tidak terungkap dan tidak adanya keadilan untuk para korban.

Salah satu yang di anggap masyarakat bahwa KDRT itu hal yang biasa yaitu adanya faktor patriakis yang masih kuat. Dari setmen ini, laki-laki kerap dianggap sebagai pemegang otoritas mutlak dalam keluarga, sementara perempuan dan anak-anak diharapkan tunduk. Ketika adanya KDRT dalam keluarga, masyarakat seringkali tidak memikirkan hal tersebut justru di nilai sebagai cara mendisiplinkan anggota keluarganya. Dari hal itu mengakibatkan, perempuan dan anak-anak cenderung bungkam dan merasa bahwa mereka tidak ada hak untuk membela diri atau melawan.

Perlu kita ketahui bahwa terjadinya KDRT itu adapun faktor yang menjadi penunjangnya salah satunya masalah ekonomi keluarga. Karena melihat dari banyaknya perempuan desa yang cenderung secara kebutuhan finansial cenderung bergantung pada suami. Dari hal itu mengakibatkan pasangan suami istri sulit untuk lepas. Disisi lain juga, khawatir akan  penilaiaan negatif dari masyarakat apabila memutuskan untuk bercerai atau melaporkan kepada pihak yang berwenang. Masyarakat desa kerap melihat perempuan yang melaporkan adanya kekerasan yang di alaminya justru di nilai sebagai "pembuka aib keluarga," yang justru dianggap merusak nama baik.
Dari perkataan yang kerap di ucapkan olehyakni  masyarakat desa "menjaga nama baik keluarga" hal tersebut justru menjadi faktor pendorong perempuan atau korban korban kekerasan untuk bungkam dan berdiam diri dari mencari bantuan dan perlindungan. Perempuan terkadang lebih memilih untuk memendam aid keluarga demi menjaga nama baik keluarga di mata masyarakat.

Dari hal itu, Sebagian orang mengganggap bahwa masalah dalam keluarga sebaiknya diselesaikan secara privasi tanpa adanya campur tangan dari pihak luar, termasuk aparat hukum. Hal tersebut justru menjadikan hambatan bagi korban untuk melaporkan kekerasan yang di alami. Meskipun KDRT kerap dianggap suatu yang wajar di masyarakat desa, namun di sisi lain hal itu dapat merugikan untuk kesehatan mental, fisik, dan kebahagiaan para korban, terutama perempuan dan anak-anak. Trauma dan tekanan psikologis yang dialami korban seringkali tidak disadari oleh masyarakat. Akibatnya, banyak anak yang menjadi nakal dan membangkang kepada orang tua karena orang tua tidak bisa memberikan contoh yang baik kepada anaknya.


Dari hal tersebut adapun cara untuk mengatasi masalah ini, sosialisasi tentang bahaya KDRT di masyarakat desa, terutama melalui program yang melibatkan beberapa tokoh yang ada di masyarakat seperti pemimpin agama, organisasi local atau bisa mahasiswa. Selain sosialisasi, masyarakat mengajukan kepada pemerintah untuk memperkuat layanan pengaduan serta menyediakan akses bantuan hukum dan psikologis bagi para korban. Sekaligus adanya penerapan hukum yang tegas  dari hal itu akan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku.

Pada akhirnya, perubahan dalam pandangan masyarakat desa terhadap perbuatan KDRT tidak dapat dilalui dalam waktu yang singkat, namun harus melalui dari langkah-langkah kecil. Masyarakat desa juga perlu di berikan pemberdayaan agar masyarakat desa memiliki pemahaman yang kuat bahwa mengenai kesetaraan gender dan hak asasi manusia, sehingga tidak lagi tanggapan maupun menganggap kekerasan dalam rumah tangga sebagai hal yang wajar, melainkan sebagai pelanggaran hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun