Posisi dan peran guru, secara khusu Guru Pendidikan Agama Kristen (Guru PAK) dalam proses pendidikan di Indonesia merupakan permasalahan pendidikan nasional yang penuh kontroversi dan tidak pernah selesa dai masa ke masa. Apakah posisi dan peran Guru PAK dalam proses pendidikan nasional Indonesia itu sentral sehingga menentukan mutu dan keberhasilan proses pendidikan nasional? Kalau memang sentral, apakah tugas Guru PAK itu merupakan tugas profesional yang dapat dilakukan oleh siapa saja? Kalau tugas Guru PAK itu menuntut persyaratan professional tertentu, apakah Guru PAK diakui sebagai sebuah profesi yang menuntut penghargaan sebagaimana layaknya sebuah profesi penting dalam upaya membangun karakter peserta didik dan mencerdaskan bangsa?
Pertanyaan--pertanyaan diatas mengundang banyak pendapat baik dari kalangan birokrat, pembuat keputusan, maupun dari kalangan pakar pendidikan dan masyarakat.
Menurut UU RI Â 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen mengatur profesi Guru (Bab IV), dimana didalamnya disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dan Institusi wajib memberi dukungan bagi kemajuan profesi guru dimana guru menunaikan tugas dan panggilannya. Menurut UU itu, alasan mengapa guru harus profesional ialah demi martabat guru itu sendiri. Â
Menurut istilah Brian Rowan sebagaimana ditulis dalam Comparing Teachers' Work with Work in Other Occupations: Â Notes on The Profesional Status of Teaching (1994), hal itu disebut profesiisme. Suatu upaya untuk menerapkan faham profesi terhadap jabatan tenaga pengajar (baca: guru) dan membandingkannya dengan jabatan lain sehingga menjadikan profesi guru sebagai jabatan professional yang bias dibandingkan karakteristisknya dengn profesi lain. Maksud profesiisme adlah untuk menunjukkan btapa kompleks pekerjaan guru berkaitan dengan manusia dan alat-alat. Kira-kira sama kompleks dengan pekerjaan seorang dokter. Tujuan akhir dari pembuktian itu ialah memperbaiki kedudukan status sosial Guru PAK yang berimplikasi pada tingginya imbal jasa profesional. Profesioanl adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Â
Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 14, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan yang dimaksud tersebut dijelaskan di pasal 15, yaitu meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain, salah satunya adalah tunjangan profesi. Sebelumnya dalam Pasal 2 disebutkan bahwa pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Dilansir dari kanal YouTube Kemendikbud, Rabu (14/9/2022), Menteri Nadiem mengemukakan bahwa terdapat sekitar 1,6 juta guru yang belum sertifikasi (termasuk di dalamnya Guru PAK) sehingga belum menerima tunjangan profesi. Sertifikasi merupakan proses mendapatkan sertifikat profesi. Â Terdapat dua harapan dengan adanya program sertifikasi guru ini. Di satu sisi, guru menghendaki adanya peningkatan kesejahteraan, di sisi lain adanya tuntutan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Bagaimana kinerja guru setelah memperoleh sertifikat profesi? Bagaimana kesejahteraan guru setelah menerima gaji dua kali lipat? Adakah peningkatan yang signifikan dalam kinerja sesuai dengan tuntutan profesinya? Pertanyaan tersebut seringkali menggelitik dan Jawaban yang paling simple adalah adanya peningkatan atau penambahan dalam penerimaan gaji setiap bulan. Tapi sayang sampai dengan saat ini, masalah gaji masih tersendat-sendat belum dapat secara rutin menerima setiap bulan. Tidak tahu mengapa bisa terjadi seperti itu. Mestinya secara rasional, guru yang sudah memperoleh SK dan sertifikat akan memperoleh haknya yaitu menerima gaji sesuai dengan ketentuan/peraturan yang ada. Apakah dengan penambahan gaji seperti itu akan secara otomatis dapat meningkatkan kesejahteraan guru? Hal ini masih perlu dipertanyakan, karena pada umumnya Guru PAK boleh dikatakan masih hidup di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR).
Ditambah lagi, akhir-akhir ini Guru PAK sangat kesulitan mengakses informasi terkait pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG), keterpenuhan syarat administrasi pendaftaran, salah satunya syarat untuk mendapatkan SK pengangkatan sebagai guru tetap di sekolah. Hal ini sangat menyulitkan Guru PAK mengingat untuk diterima sebagai Guru PAK di Sekolah (secara di Sekolah-sekolah Negeri) saja sudah sangat bersyukur. Â Pengakuan bahwa profesi guru adalah profesi yang profesional sepertinya akan digugurkan apabila pemerintah tidak serius menangani persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Guru PAK untuk mendapatkan identitas dan haknya sebagai guru profesional sebagaimana diamanatkan UU Guru dan Dosen.
Jadi bagaimana? Benarkan guru sudah diakui sebagai profesi di negeri ini? Menurut saya, Jabaran tentang guru sebagai profesi sebagaimana disampaikan di atas adalah jabaran teori dan pengakuan secara hukum. Pada tataran empiriknya tidaklah demikian adanya, guru lebih dipahami sebagai pengadian. Permasalahan yang sedang dihadapi bangsa saat ini dalam mewujudkan guru porfesional, nampaknya masih belum memenuhi target harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H