Desa Paraduan adalah sebuah desa yang terletak di perbukitan pulau samosir, Kecamatan Ronggur Nihuta, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Sama seperti di daerah-daerah lainnya, Desa Paraduan juga memiliki dongeng-dongeng sebagai salah satu kekayaan kearifan lokal desa itu. Dongeng adalah tradisi lisan untuk menyampaikan peristiwa masa lampau melalui mulut ke mulut secara terus menerus dari generasi ke generasi. Berikut adalah kumpulan dongeng dari Desa Paraduan :
Asal Mula Desa Paraduan
Dahulu kala di zaman dimana Orang-Orang Barat dari Negeri Belanda datang dan berhasil menguasai wilayah yang kaya akan sumber daya alamnya, khususnya rempah-rempah, yaitu Nusantara dengan taktik adu dombanya yang didukung dengan kondisi masyarakat yang mudah dihasut. Terdapat sebuah tanah tak berpenghuni. Kemudian datanglah dua orang bemarga Sitanggang dan Gurning membuka lahan tersebut menjadi sebuah perkampungan. Setelah itu orang-orang maradu berdatangan, ada yang maradu dari huta namora, dan huta sabungan nihuta. Maka diberilah nama kampung itu Paraduan. Setelah didirikannya Negeri Rareneate, tanah yang tak berpenghuni yang telah menjadi sebuah perkampungan itu masuk dalam bagian dari Negeri Rareneate. Negeri Rareneate adalah negeri kecil dari bagian barat wilayah Nusantara. Saat itu Orang-Orang Barat dari Negeri Belanda menguasai semua wilayah yang terdapat di Nusantara. Orang-Orang Barat dari Negeri Belanda yang berkuasa tersebut meresmikan kampung paraduan menjadi wilayah yang memiliki pemerintahan atau desa dan mengangkat Raja Padua sebagai wakil mereka di desa itu. Bertahun-tahun rakyat ditipu dengan muslihat dan adu domba oleh Orang-Orang Barat dari Negeri Belanda. Rakyat dikuras tenaganya, sumber kekayaan alam mereka di ambil. Namun akhirnya rakyat sadar bahwa mereka telah dimanfaatkan, mereka telah memutuskan untuk melakukan perlawanan. Semua tenaga mereka kerahkan, baik melalui perang maupun jalan damai. Ternyata segala usaha yang telah dilakukan membuahkan hasil, Orang-orang Barat dari Negeri Belanda berhasil diusir dari seluruh wilayah Nusantara.
Pesan Moral : Bersikaplah kritis terhadap sesuatu agar tidak mudah ditipu ataupun dimanfaatkan.
Aek Liang
Di sebuah desa yang berlimpah air, masyarakatnya hidup berkecukupan dan hidup nyaman. Desa itu sangat asri sekali, lahan-lahan disana sangat luas dibandingkan tempat tinggal penduduk, ("namanya juga desa" ) hahahhahah.......Pohon-pohon pinus banyak tumbuh di desa itu. Selain itu ada juga tanaman pisang, cengkeh, kopi, dan lain-lain. Â Roda ekonomi di desa itu lancar, banyak pendatang (wisatawan) datang melihat keindahan dari desa itu. Desa itu bernama Aek Liang. Aek Liang artinya air di dalam gua kecil (seperti waduk). Air merupakan sumber kehidupan manusia. Air yang berlimpah di desa itu digunakan untuk mandi, mencuci, memasak, dan ternak. Nasib buruk menghampiri desa itu, kenyamanan akan berlimpahnya air selama ini lenyap sudah. Gempa vulkanik yang terjadi telah membuat masyarakat yang tinggal di desa itu menjadi kekurangan air. Terdapat sebuah rongga yang membuat air menyusut di gua-gua kecil (waduk) tadi. Anehnya setelah gempah yang terjadi, ketika musim hujan air di gua-gua kecil itu menyusut tetapi di musim kemarau bertambah banyak. Masyarakat mengalami kesulitan dalam mendapatkan air sehingga mereka harus hemat menggunakan air. Hujan adalah berkat bagi masyarakat desa itu karena hujan sebagai salah satu sumber air mereka. Setiap rumah yang ada di desa itu membangun bak penampungan air hujan dirumahnya. Jika musim kemarau datang, biasanya masyarakat desa mengambil air dari danau. Danaunya sangat jauh jaraknya dari desa. Air yang diambil dari danau itu menggunakan alat mesin penyedot air dan ditaruk ke dalam wadah penampungan air, yaitu balteng air dengan diangkut menggunakan truk.
Pesan Moral : Kita tidak tahu bagaimana masa depan yang terjadi sehingga kita harus pandai-pandai melihat apa yang ada sekarang untuk generasi yang akan datang.
Sibane-bane : Jolma So Ra Mate, Begu So Ra Mamunu
Sibane-bane adalah sebuah huta. Huta ini didiami oleh orang-orang yang panjang-panjang umurnya. Konon katanya disana hantu tidak mau membunuh. Jika ada jenis hantu, bisa dikatan hantu disana baik. Pada suatu hari hiduplah dua orang pemuda bemarga Sitanggang dan Gurning. Mereka berdua bersahabat sejak kecil. Meranjak dewasa mereka memutuskan untuk berkelana mencari kehidupan yang baru. Di dalam perjalanan mereka menemukan sebuah tempat yang cocok untuk mereka berdua tinggali untuk memulai hidup yang baru. Ternyata tempat itu ada penghuninya. Penghuninya bukan makhluk yang dapat dilihat oleh kasat mata, penghuninya adalah begu. Sitanggang dan si Gurning memutuskan untuk meminta izin kepada si begu untuk menjadikan tempat itu menjadi sebuah huta. Begu itu berkata kepada sitanggang dan si Gurning : jika kalian ingin menjadikan tempat ini menjadi sebuah huta, jangan ada seorang pun yang berbuat jahat, seperti mencuri. Jika ada yang mencuri, seketika itupun orang itu akan meninggal. Tetapi jika mereka hidup dengan baik tidak melakukan perbuatan jahat pastinya mereka akan diberikan panjang umur. Sitanggang dan sigurning menjawab : baiklah, kami setuju. Setelah mendapatkan izin, mereka mendirikan huta di tempat itu dan memberi nama huta itu sibane-bane.
Pesan Moral : Tetaplah berbuat baik supaya teberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H