Sebenci apapun terhadap orang tua pasti ada rasa rindu ingin bersua. Sesalah apapun orang tua pasti ada hati yang tulus untuk memaafkan.
Terhitung 13 tahun sudah lamanya, kamu pergi meninggalkan rumah dan terlebih kedua orang tuamu. Hanya karena kamu tidak tahan menyaksikan drama pertengkaran mereka saban hari. Ayahmu tidak bisa menurunkan ego nya untuk mengalah atau Ibumu tidak sedikit bersabar menerima keadaan.
Pagi itu, sebelum sang raja siang memamerkan pesonanya di balik bukit belakang rumahmu, diam - diam kamu menggendong adikmu yang masih berumur 2 tahun pergi meninggalkan rumah. Seolah ada keterikatan batin, adikmu hanya diam membisu dalam gendonganmu ketika melompat pagar rumah. Lalu mengintip sebentar ke halaman rumah untuk memastikan jejak pelarian kalian aman.
Kamu berjalan tanpa tujuan pasti. Dalam benakmu timbul banyak pertanyaan. Kenapa dulu Ayah berjanji kepada Ibu untuk membelikan rumah saat hendak melangsungkan perkawinan? Sementara penghasilannya sebagai dosen tidaklah begitu besar. Kenapa tidak berterus terang saja pada Ibu? Dasar lelaki buaya darat.
Sementara Ibu sudah belasan tahun menikah masih saja menuntut janji palsu Ayah. Sebelum kamu lahir kenapa tidak meminta paksa janji gombal Ayah? Kini kamu sudah berumur 18 tahun baru perdebatan hebat itu terjadi. Kenapa tidak di lupakan saja dan menerima keadaan walau mungkin untuk selamanya tinggal di kontrakan. Sebagai gadis yang sudah beranjak dewasa merasa malu dan risih menyaksikan drama ini.
Hingga di sebuah perempatan jalan, kamu mencegat sebuah bus yang melaju ke arah Surabaya. Di dalam bus, Fathan kecil menatapmu ingin bertanya. Namun secepat mungkin jari telunjukmu menempel di kedua bibir mungilnya, memberi isyarat untuk diam. Kemudian kamu berbisik ke telinganya; " Dek, kita pergi dulu dari rumah. Biar Ayah - Ibu tidak bertengkar terus. Kalau Ayah - Ibu sudah damai, tidak bertengkar lagi, kakak janji akan antar pulang adek. Jangan rewel sama kakak ya!" Fathan kecil hanya mengangguk saja pertanda mengerti.
Bus melaju cepat, membawa hanyut lamunan kakak beradik ini hingga tujuan terakhir terminal Bungurasih. Beriringan kalian mengikuti penumpang lain turun. Seorang lelaki paruh baya mengaku bernama Jhon menyodorkan  tangannya kearahmu ingin berkenalan.
" Iya om Jhon.. saya Melisa. Ini adik saya  Fathan."
"Iya saya sudah tahu. Saya sudah dengar percakapan singkat kalian tadi dalam bus. Kan saya duduk di sebelahmu tadi. Kalian berdua melarikan diri ya?"
"Iya om." kata Melisa tersipu malu
"Ini kartu nama saya. Telp saya bila butuh bantuan. Mungkin tempat tinggal atau pekerjaan, saya siap membantu."Â Ujarnya kemudian berlalu.