Thomas Trikasih Lembong tiba-tiba mengenakan rompi tahanan khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah kejutan di awal masa Pemerintahan Prabowo-Gibran. Tom Lembong diusut dan ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi impor gula. Lembong diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Menteri Perdagangan Periode 2015-2016 dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada pihak yang tidak berwenang.
Dari data Rapat Koordinasi lintas Kementerian pada 12 Mei 2015, Indonesia saat itu mengalami surplus gula. Konsekuensinya, Indonesia tidak diharuskan untuk mengimpor GKM dari luar untuk kepentingan pasokan dalam negeri. Akan tetapi, Lembong justru memberikan izin impor GKM sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan swasta yang nantinya akan menjadi produsen pengolah GKM menjadi GKP di tanah air. Problem terkait informasi surplus gula dalam negeri justru dibantah pihak kuasa hukum Tom Lembong, yakni Ari Yusuf Amir. Menurut Ari, informasi surplus gula itu tidak benar. Tom Lembong sejatinya hanya meneruskan prosedur sebelumnya -- menyetujui surat-menyurat yang dilakukan menteri sebelumnya dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Timing dan Kebaruan Kasus
Dari segi waktu, kasus impor GKM ini sejatinya harus diusut ketika Lembong tidak lagi menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2017. Timing memberi porsi tersendiri bagi pihak Kejaksaan untuk menenun tali-temali duduk perkara secara gamblang. Akan tetapi, kasus ini justru di-up ke publik hampir 10 tahun berlalu. Penangguhan upaya pengusutan kasus ini tentu menjadi sebuah big question ketika Lembong akhir-akhir ini berseberangan pemikiran dengan pemerintah -- Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Zait Mushafi sebagai pengacara Lembong mengklaim bahwa izin impor GKM yang dilakukan Lembong sudah sesuai mekanisme.
Kata "sesuai dengan mekanisme" mensyaratkan bahwa apa yang dilakukan Lembong sebagai Menteri Perdagangan saat itu, bukan semata-mata keputusannya pribadi. Lembong menerbitkan surat izin impor GKM berdasarkan hasil korepondensi, berdasarkan hasil rapat bersama, dan berdasarkan kajian yang mendalam sebagai seorang menteri. Pilihan untuk mengeksekusi kebijakan pun ditelurkan memang sesuai prosedur. Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan tidak bertindak sendiri, tetapi melibatkan Kementerian lain, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Keuangan (Kebapeaan), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Hampir 10 tahun, kasus ini seperti tak pernah terlihat. Untuk itu, hemat saya, mustahil jika memang Kejaksaan yang mengusut kasus ini baru bisa mengumpulkan bukti secara holistik pada 2023. Dugaan awal Kejaksaan saat ini hanya bertumpu pada kebijakan Lembong sebagai  (decision maker) Menteri Perdagangan saat itu. Terkait aliran dana ke rekening pribadi Lembong justru belum bisa menjadi final smash bagi Kejaksaan untuk menahan Lembong. Kejaksaan berdalih bahwa hanya BUMN-lah yang diperbolehkan untuk mengimpor GKM (Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2004).
Isu politisasi kasus yang menyeret Tom Lembong memang wajar beredar di media sosial. Tom sebelumnya memang menjadi Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang saat itu menjadi lawan Prabowo-Gibran pada Pilpres Februari 2024 kemarin. Ada yang mengkait-kaitkan kasus Tom dengan dinamika politik sebelumnya. Hal ini yang membuat riak dan riuh terkait kasus lembong sebagai "orderan" patut dikawal.
Hemat saya, Kejaksaan terlalu terburu-buru menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor GKM 2016. Jika memang ada keuntungan dari bisnis izin impor GKM ini masuk ke kantong pribadi Lembong, Kejaksaan dipersilahkan untuk mengusut tuntas kasusnya -- termasuk pihak-pihak yang berada di pusaran Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan saat itu. Error dalam membuat kebijakan, dimana kebijakannya lahir dari rapat koordinasi bersama lintas kementerian, mestinya bisa diperdalam lagi. Kecuali Tom Lembong dengan sengaja mengatur izin impor gula GKM demi bagi-bagi keuntungan dan keuntungannya masuk ke kantong pribadi, ya wajar Lembong perlu dipidanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H