Rumah kediaman Gibran Rakabuming Raka secara politis tentu dibangun di kandang banteng. Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) sebagai kadang banteng memang telah memberikan jalan politis bagi Gibran ketika ajang pemilihan walikota Solo dibuka. Gibran dengan kekuatan politik yang sudah mantap di PDI-P -- dimana sang ayah Presiden Joko Widodo sudah membuat jalan baik selama 10 tahun -- maju dengan mulus ke kursi walikota Solo. Gibran kemudian terus diperhitungkan pasca "Jokowi Wave" semakin menggelinding di bursa politik Indonesia.
Semakin ke sini, Gibran terus disebut-sebut. Bahkan menjelang pendaftaran capres dan cawapres, Gibran menempati urutan yang tak kalah kuat secara elektabilitas. Gibran bahkan unggul atas kandidat wakil presiden yang lain, seperti Khofifah Indar Parawansa, Airlangga Hartato, Sandiaga Uno, maupun Yenny Wahid. Gibran sebagai pendatang baru bahkan meleset jauh ke tampuk kekuasaan dan digadang-gadang untuk mendampingi bacapres tertentu pada kontestasi Pilpres 2024 mendatang. Â
Gibran secara yuridis tentu belum memenuhi kriteria jika ditarik ke kursi bacawapres mendampingi misalkan Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo. Batas minimal usia capres-cawapres menurut Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat dipenuhi Gibran. Uji materi (judicial review) atas permohonan penurunan batas minimal usia capres-cawapres dari angka 40 ke 35 ditolak oleh MK.Â
Akan tetapi, menariknya MK justru menambahkan frasa "pernah dan/atau sedang menjabat sebagai Kepala Daerah" sebagai ruang hukum baru dan dadakan. Frasa ini kemudian diinterpretasi lebih jauh di ruang publik sebagai celah meloloskan Putra Mahkota Presiden Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka sebagai bacapres mendampingi Prabowo atau Ganjar.
Spekulasi demi spekulasi pun berkembang di tengah masyarakat. Semua spekulasi ini tentu tidak terbang begitu saja tanpa ada sumber yang memulai. Ketika palu putusan MK diketuk oleh Paman Gibran dan juga Ketua Hakim MK, yakni Anwar Usman, riak publik terkait politik dinasti semakin tak terbendung di ruang digital. Bahkan, adu domba di tengah masyarakat mulai menguat dengan beredarnya isu baru terkait exit-nya Gibran dari kandang banteng (PDI-P) dan berteduh di bawah beringin (Partai Golkar).Â
Beredarnya isu keluarnya Gibran dari PDI-P tentu bukanlah sebuah berita yang menarik untuk Bu Ketum Megawati Soekarnoputri. Satu per satu, kader PDI-P ditarik keluar dari kandang banteng menjelang Pemilu 2024. Budiman Sudjatmiko dan sekarang Gibran Rakabuming Raka adalah dua tokoh yang bisa jadi memilih exit dari PDI-P, jika memang Gibran memilih hengkang.
Meski masih berbentuk dugaan atau spekulasi, isu exit nya Gibran dari PDI-P pasti menjadi ancaman serius bagi kubu PDI-P. Hal ini tentu membuat PDI-P "rusuh" di waktu terakhir menuju tanggal pendaftaran capres-cawapres ke KPU. Memang dalam buku catatan PDI-P, nama Gibran tidak masuk list bacawapres yang akan diusung. PDI-P saat ini hanya mengerucut ke tiga nama, yakni Khofifah Indar Parawansa, Sandiaga Uno, dan Mahfud MD.Â
Dari ketiga nama ini, peluang terbesar adalah Mahfud MD. Siklus inilah, hemat saya membuat Gibran memilih untuk mencari peluang lain di luar kandang banteng. Jika PDI-P hanya mengerucut ke tiga nama tanpa Gibran, artinya Gibran bisa dengan mudah lari ke kubu lain, misalkan Golkar. Inilah babak baru pergerakan politis yang luar biasa dari sang maestro yang masih abu-abu identitasnya.
Peluang Gibran bergabung dengan Golkar tentu masih ditunggu-tunggu. Jika Gibran pindah dari PDI-P ke Golkar, hemat saya, ini merupakan sebuah drama politik yang perlu dicatat sepanjang sejarah perpolitikan Tanah Air. Langkah Gibran exit dari PDI-P dan masuk ke tubuh Golkar berimbas pada dua hal.Â