Demokrat tak bisa menyatu dengan PDI-Perjuangan. Megawati menolak tegas soal duet Ganjar-Prabowo. Posisi tegak lurus, jadi ke mana? Jokowi tegak lurus dengan PDI-Perjuangan atau lebih ke Koalisi Indonesia Maju? Pertemuan SBY-Jokowi secara tertutup memperlebar semangat menerka-nerka. Tertutup memberi kemungkinan untuk diintip dan dikira-kira.
Pertemuan dua tokoh penting Tanah Air merupakan sebuah peristiwa fenomenal. Ketika dua tokoh fenomenal berjumpa, beragam interpretasi pun datang menghimpit. Jika bukan membahas agenda sentral terkait bangsa dan negara, tebakan demi tebakan akan bertengger di alam berpikir masyarakat. Visitasi Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Istana Kepresidenan, menciptakan bilik-bilik keruh interpretasi. Pasalnya, pertemuan antara SBY dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilakukan secara tertutup, tanpa ada klarifikasi secara terbuka. Ketika dilakukan secara tertutup, peluang untuk memperlebar ruang interpretasi pun tak bisa dibendungi.
Apa sebetulnya yang tengah dibicarakan Jokowi dan SBY? Beberapa peristiwa penting yang menjadi desain belakang perjumpaan SBY-Jokowi tentu bisa dijadikan pijakan untuk kita dalam menenun pemahaman sekilas. Pertama, Partai Demokrat yang sebelumnya menjadi partai oposisi pada Pemerintahan Jokowi-Ma'aruf Amin, kini secara tegas bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM), dimana KIM yang dinahkodai Prabowo Subianto sendiri selama ini diklaim menjadi representasi dari keberlanjutan program-program Jokowi. Kedua, putra bungsu Presiden Jokowi, yakni Kaesang Pangarep dipilih menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ketiga, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) baru saja menyelesaikan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) bersama para kader partai, termasuk Jokowi. Â
Tiga peristiwa yang menjadi desain belakang perjumpaan Jokowi-SBY bukanlah hal biasa. Ketika disandingkan dengan kisah-kisah politis itu, rasa-rasanya, ada rencana baru yang akan dibahasa Jokowi bersama Partai Demokrat. Ketika Demokrat berani masuk ke tim KIM memenangkan Prabowo Subianto, Demokrat dengan sadar, tahu, dan mau, akhirnya harus melepas masa rezim oposisinya dan mulai menyatu dengan program-program yang sudah dimulai Jokowi. Artinya, Demokrat dan Jokowi secara personal bisa menyatu secara cepat. Dalam hal ini, ketika sudah menyatu dengan pemerintah, Demokrat sudah pasti mempunyai "jatah" untuk menduduki kursi kabinet. Perjumpaan antara SBY-Jokowi, bisa saja ditenun dalam konteks bagi-bagi kursi. Adanya isu terkait dua Menteri yang bersinggungan dengan KPK, yakni Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo dan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menjadi landasan kuat lonceng reshuffle dibunyikan. Jika ada buih-buih reshuffle, bisa jadi, Demokrat diberikan jatah. Perjumpaan SBY-Jokowi, dengan demikian dapat dibaca dalam konteks rencana bagi jatah saat reshuffle.
Jika bukan terkait reshuffle kabinet, alternatif kedua adalah terkait persiapan soft-landing Jokowi pasca turun dari jabatan kepresidenan. Upaya soft-landing, tentunya membutuhkan topangan yang kuat. Demokrat sebagai pendatang baru tentunya bisa membantu persiapan manuver politik Jokowi di kemudian hari. Turunnya Jokowi dari kursi Kepala Negara tentunya mebuat Jokowi kehilangan pengaruh dan taring politik. Demi memperkokoh formasi soft-landing, Jokowi perlu menghimpun kekuatan dari sejumlah partai, termasuk Demokrat. Dengan adanya dukungan dari Partai Demokrat, Jokowi bisa diterima baik di layar politik Tanah Air. Selain itu, posisi Kaesang Pangarep sebagai Ketum PSI, dalam hal ini bisa menjadi jembatan bagaimana Jokowi berdinamika pasca tak lagi menjabat sebagai Presiden. Hemat saya, perjumpaan SBY-Jokowi tentu bisa dibaca dalam kerangka misi penyelamatan Jokowi usai masa kepemimpinannya berakhir.
Potret ketiga yang bisa dijadikan coretan interpretatif pasca pertemuan tertutup antara SBY dan Jokowi adalah terkait manuver Jokowi untuk menyaingi Ketum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Catatan terkait "keretakan" relasi antara Jokowi dan Megawati memang belum terlihat secara gamblang. Akan tetapi, adanya perbedaan visi antara Jokowi dan Megawati membuat Jokowi harus bermain dua kaki. Di tubuh koalisi gemuk bernama KIM, manuver Jokowi semakin kelihatan. Nama Koalisi Indonesia Maju, tidak lain adalah nama dari kabinet Pemerintahan Jokowi-Ma'aruf Amin. Ketika SBY-Jokowi berjumpa, ada semacam upaya untuk melengser atau menggantikan posisi PDI-Perjuangan dari kursi kekuasaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI