Dalam konsep etika postmodern, Sigmund Bauman menolak pemahaman Durkheim bahwa manusia tidak memiliki kapasitas moral bawaan. Masyarakat menjadi ruang konstruksi moralitas. Sedangkan, menurut Bauman, masyarakat mengerdilkan moralitas bawaan. Dalam istilah Bauman, moralitas bersifat pre-societal. Â Manusia tidak membutuhkan pendidikan dan birokrasi untuk membentuk moralitas, cukup diberi ruang moralitas. Hal ini tidak berarti bahwa secara praktis manusia selalu melakukan hal baik. Dorongan moral bersifat ambivalen; bisa baik dan buruk sekaligus. Â Dapat disimpulkan bahwa secara moral, Bauman memiliki pandangan yang netral terhadap manusia. Akan tetapi, Bauman gagal memahami peran penting komunitas untuk membatasi ketegangan kepentingan antar-kelompok.
Aturan-aturan masyarakat selain mengerdilkan kebebasan, juga mengurangi konflik horizontal. Gagasan moralitas Bauman tidak adekuat untuk membentuk masyarakat yang menjamin keadilan. Dalam konteks bisnis, etika yang diartikulasikan dalam bentuk aturan-aturan berfungsi mengorganisasi tanggung jawab, menjamin pihak dengan posisi tawar rendah, dan memacu kreativitas. Ketidakjelasan aturan bisnis menimbulkan kapitalisme yang dikritik oleh Bauman sendiri.
Modernitas solid, bagi Bauman, mengerdilkan moralitas dengan memproduksi aturan-aturan. Sedangkan, moralitas cair mengganti etika dengan moralitas. Kritik Bauman terhadap etika moralitas solid dan optimismenya pada moralitas dalam modernitas cair tidak memiliki basis empiris. Â Kritik Bauman terhadap etika modernitas solid tidak disertai dengan bukti menjanjikan pertumbuhan moralitas dalam modernitas cair. Â Paling banter Bauman mengatakan modernitas cair memberi ruang bagi pertumbuhan moralitas karena adanya ruang kebebasan untuk bertindak.Â
Secara sosiologis, modernitas cair yang ditandai oleh konsumerisme (dalam arti luas) yang dicirikan oleh throw-away culture justru menimbulkan apatisme sosial. Individualisme yang menguat dalam modernitas cair meningkatkan indiferentisme moral. Dengan demikian, dari segi moral, Bauman tidak menunjukan keunggulan signifikan modernitas cair. Bila dalam modernitas solid, kaum "orang asing" dieksklusikan dari masyarakat secara legal (oleh otoritas negara), dalam modernitas cair, "orang asing" hidup dalam situasi keterasingan dari perhatian publik.
Konsep Bauman mengenai modernitas yang cair tidak adekuat. "Cair" bagi Bauman berarti ketiadaan bentuk yang fiks dan tendensi pada sesuatu yang baru. Dalam konteks masyarakat, konsep "cair" melemahkan ikatan masyarakat. Â Bagi Bauman, hal ini menimbulkan identitas yang tidak berakar (unrooted), kegelisahan sosial, dan rasa tidak aman. Â Namun, konsep mencairnya ikatan masyarakat tidak bisa menjadi gagasan yang digeneralisasi sebagai model analisa sosiologis skala global. Selain itu, Bauman gagal menjelaskan konsep identitas, kerja, dan cinta (identity, work, and love) dalam pengertian "cair". Â Konsep Bauman sama dengan asumsi postmodernisme. Dalam arti itu, Bauman semacam menggantikan kata "postmodernitas" dengan "modernitas cair" tanpa menunjukan perbedaan cara pandang sosial.
Dengan demikian, apakah konsep modernitas cair hanya berlaku untuk Eropa? Konsep modenitas cair tidak sepenuhnya berlaku bagi seluruh konteks sosial Eropa. Bauman menyamakan konseks sosial di Utara dengan Selatan, Dunia Pertama dengan Dunia Ketiga. Negara-negara Eropa tidak sepenuhnya negara Dunia Pertama. Singkatnya, tidak "sama" secara ekonomi, Â cara pandang (world view), dan kultur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H