Koalisi KIR belum mendeklarasikan siapa capres dan cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2024. Cawapres usulan PKB Mahaimin Iskandar sebagai pendamping Prabowo Subianto sejatinya belum mendapat respon dari Gerindra.
Upaya merapatkan barisan menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 makin hari makin memanas. Lobi sana-sini pengurus partai terkait siapa yang bakal diusung pun masih menjadi cerita yang tak kunjung selesai. Terkait opsi siapa kandidat yang cocok, sejatinya bukanlah sebuah keputusan yang mudah untuk diambil. Waktu terus berjalan, partai terus larut dalam galau. Genderang bunyi koalisi justru pelan-pelan menghilang dikekang isu ketidakjelasan. Di tubuh Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), bau-bau "keredupan" pun mulai terlihat. Benarkah demikian?
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid sempat melontarkan pernyataan yang cukup menantang ketika ditanyai soal kejelasan koalisi. "Lu sebelas, aku dua belas. Lu gak jelas, gue lepas," kata Jazilul saat menghadiri diskusi bertajuk "Gus Imin Pilih Siapa?" di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (1/8/2023). Pernyataan Jazilul merupakan bentuk ungkapan harapan terkait arah dan keberlanjutan koalisi yang sudah dibangun bersama Partai Gerindra.
Sejauh ini PKB memang telah menyetujui bakal capres yang disodorkan oleh Partai Gerindra, yakni Prabowo Subianto. Sebaliknya, Gerindra justru belum merespon usulan PKB agar mencalonkan Muhaimin Iskandar sebagai calon pendamping Prabowo di bursa Pilpres 2024. Padahal PKB sejak awal telah memberikan sinyal bahwa bakal cawapres bisa diperkuat dari partai koalisi. Usulan terkait Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo memang bukan sekadar memenuhi ikhtiar politik sebagai sebuah partai koalisi. Akan tetapi, roadmap yang perlu dilihat adalah bagaimana elektabilitas pasangan calon mampu merebut hati rakyat.
Usai deklarasi Koalisi KIR sejak 13 Agustus 2022 yang lalu, degup visi Gerindra dan PKB tak lagi terlihat. Deklarasi koalisi ini, hemat saya, seolah-olah hanya menjadi pengingat (alarm politic) bahwa Prabowo Subianto akan menjadi bakal capres lagi pada Pemilu 2024. Gerindra dalam hal ini tentu memiliki tekad yang kuat -- tidak akan menempatkan Prabowo di daftar kolom cawapres. Pilihan koalisi Gerindra sejatinya memberi kekuatan tersendiri agar partai koalisi dengan mudah memberi tiket untuk kelolosan Prabowo sebagai capres.
Keputusan Gerindra tentu ditunggu-tunggu oleh tim koalisi. Di dapur pabrik koalisi, Gerindra harus hati-hati dalam menentukan langkah. Taktik Gerindra sebetulnya masih menunggu "warming up" dari koalisi lainnya. Prabowo sebagai panglima Gerindra harus benar-benar meyakinkan publik, partai koalisi, dan dirinya sendiri bahwa di next competition nanti, ia tak lagi gagal untuk kesekian kalinya. Cara-cara ini sebetulnya tengah dipersiapkan Prabowo-Gerindra melalui deklarasi Koalisi KIR. PKB dalam ini tentunya harus lebih tenang dan sabar menunggu manuver Gerindra di waktu yang akan datang.
Jika didalami, kita bisa melihat bahwa masing-masing partai memang memiliki kekhawatiran tersendiri di bulan-bulan terakhir menjelang pendeklarasian capres-cawapres. Di kubu KIB, misalnya, Airlangga terus didesak oleh Golkar untuk sesegera mungkin mendeklarasikan diri sebagai capres pada kontestasi Pilpres 2024. Kekhawatiran yang sama akhirnya muncul juga dalam tubuh PKB. PKB merasa waktu pendeklarasian sudah semakin dekat. Akan tetapi, tanda-tanda ketidakpastian semakin jelas. PKB takut poros Koalisi KIR kehilangan momen penyatuan kekuatan dan taktik di Pilpres 2024 mendatang. Sementara poros koalisi lainnya, seperti KPP sudah sejak Maret 2023 mendeklarasikan siapa capres yang akan maju di Pilpres 2024.
Hingga saat ini Prabowo Subianto masih zig-zag untuk mendapatkan atensi positif dari parpol pendukung. Bahkan Prabowo Subianto pernah menyambangi beberapa tokoh potensial PDI-P, seperti Gibran Rakabuming Raka dan Budiman Sudjatmiko. Prabowo sengaja "bersilaturahmi" dengan kedua tokoh ini sebagai bagian dari sentuhan koalisi. Di balik perjumpaan Prabowo, ada unsur "legowo" yang hendak dimainkan di panggung kompetisi. Dalam frame inilah, PKB perlu sabar menunggu. Dalam kerangka ini, hemat saya, PKB sejatinya perlu membuka ruang dialog baru dengan partai-partai lain agar sesegera merapat ke Koalisi KIR.
Manuver Prabowo untuk "blusukan" ke sejumlah partai adalah bagian dari "branding" politik. Prabowo sepertinya tak mau jika di bursa kompetisi Pilpres 2024 nanti, ia masih dicegal masalah lama. Untuk itu, ia harus mendapat "restu" dari sejumlah petinggi partai. Melalui restu banyak partai, ia pun mendapat citra yang positif dari masyarakat saat dirinya dideklarasikan sebagai capres. Untuk memperbaiki citra, saat ini, Prabowo bahkan menyambangi Partai Millanial Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Momen ini sedikit berbeda: Prabowo lebih legowo. Hemat saya, inilah momen-momen politik yang secara hati-hati dilalui Prabowo dalam memperkuat Koalisi KIR.
Sebelum Koalisi KIR dibentuk setahun yang lalu, koalisi besar lainnya sudah lebih dahulu mendeklarasikan diri. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang diperkuat Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah membangun roadmap tersendiri sejak 13 Mei 2022. Sedangkan koalisi lain, yakni Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) justru baru terbentuk pada 24 Maret 2023 dengan kekuatan utama Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS. Dari poros koalisi ini, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang belum menentukan pilihan koalisi.