Kaum intelektual Yunani, seperti Sokrates, Plato, Aristoteles, dan kawan-kawan memang memelihara argumentasinya di ruang berpikir. Mereka menempatkan premis-premis awal di dalam ruang berpikir lalu menarik kesimpulan logis secara verbal. Mereka mewariskan cara berpikir demikian agar mampu memperkuat ranah adu argumen menjadi semakin mendalam -- bukan memporak-porandakan.
Di ruang berpikir Rocky Gerung, premis-premis fatal justru lebih banyak dipelihara. Konsekuensinya, pengambilan kesimpulan pun terkesan "jumping," seolah-olah logis, dan akhirnya cenderung gaduh. Dalam hal ini, ruang kerja berpikir Rocky lebih banyak mengagung-agungkan intelektual sebagai jalan satu-satunya menuju kebenaran. Rocky lupa bagaimana kristal-kristal di ruang berpikir itu perlu ditata dan disampaikan dengan cara-cara yang beradab. Sekali lagi, tak ada seorang pun yang mampu menertibkan pikiran seseorang. Pikiran yang liar hanya bisa ditertibkan melalui mulut. Mulut mampu mendidik isi pikiran seseorang melalui diksi yang dilontarkan. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H