Masalah dengan Tuhan itu terkait sila pertama Pancasila. Sila pertama akan mengantar seseorang untuk memahami relasi vertikal dengan Tuhan dimana relasi vertikal ini akan membantu manusia untuk berelasi secara horisontal dengan sesama. Manusia, jika ditarik ke kisah awal dikatakan berdosa sejak agama itu ada. Sebelum agama ada, manusia tidak memahami apa itu dosa. Manusia, sebelum agama ada, justru membiasakan sesuatu yang belum "dilabeli" dosa.
Dalam sila pertama Pancasila, seseorang didekatkan pada konsep Tuhan. Ketika seseorang hendak melakukan sesuatu yang dianggap buruk oleh orang lain atau tidak ingin orang lain melakukannya untuk dia, konsep agama membantunya untuk menerapkannya. Agama dengan alat ukur Tuhan, sejatinya membuat manusia lebih santun, damai, toleransi, dan hidup baik.
Relasi dengan Tuhan, dengan kata lain adalah cara manusia mengekang naluri kejahatannya agar tidak merugikan orang lain dan lingkungannya. Ketika agama hadir, manusia diarahkan untuk menangguhkan watak-watak kekerasannya secara bertanggung jawab. Manusia sengaja mengorbitkan agama agar ia sendiri tak bertindak seperti dirinya sendiri. Dalam hal inilah, agama mengolah kebiasaan-kebiasaan manusia.
Ketika agama ada, manusia secara terpaksa merasa bebas. Ia pura-pura mengatakan bebas, sementara ia sendiri disandera keinginan dan kebutuhannya. Dalam kawah agama, Tuhan dipakai sebagai "opium." Karl Marx melihat agama sebagai candu yang logis. Jika manusia tak lagi berpengharapan, ia akan mengontak agama dengan Tuhan sebagai "pain killernya."
Sila pertama Pancasila dengan pilar "Ketuhanan Yang Maha Esa," merupakan cara bangsa ini membuka ruang penerapan bagi sila-sila yang lain. Ketika relasi "invisible" dengan Yang Ilahi bisa dibuat, hal ini justru membuat manusia terlatih untuk memahami konsep-konsep Pancasila yang tertuang dalam sila-sila yang lain.
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah pilar utama yang menggerakkan manusia untuk memahami kemanusiaannya, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Ketika agama sebagai bangunan atas (suprastruktur) bisa dijalani dengan baik, maka sila-sila yang lain (infrastruktur) akan menopangnya dengan baik.
Maka, sila pertama Pancasila sejatinya menjadi alat ukur bagi manusia untuk memahami relasi horisontalnya dengan sesama. Sila pertama Pancasila mendidik warga negara Indonesia untuk membuka horizon berpikir yang luas tentang kebersamaan, kesatuan, dan toleransi. Ketuhanan memberi cakrawala yang luas bagaimana manusia bersikap, bertutur, dan bertindak.
Kita bersyukur karena para "founding fathers" kita mampu membuat sebuah komitmen filosofis yang punya adilihung yang menyatukan bagi semua warga negaranya. Dari Ketuhanan yang Maha Esa, Pancasila menggerakkan para penghuni negara untuk bertindak adil, damai, dan harmonis. Dari sinilah, Pancasila dilihat sebagai sumber dari aturan hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H