3rd Encounter
Dari pertemuan ini, saya merasa ditantang untuk lebih serius dan kritis dalam memakai berbagai pendekatan yang saya gunakan dalam proses konseling. Sebagai klien, saya diajak untuk berpikir kritis dalam membedah kasus yang menjerat diri saya sendiri. Konselor memberikan saya kesempatan untuk menemukan sendiri metode yang cocok dalam penyelesaian persoalan.
Sebagai klien, saya harus mampu menjadi pribadi yang mampu mendengar (fokus dalam proses konseling). Sedangkan sebagai konselor, saya ditantang untuk menemukan strategi tertentu dalam penyelesaian persoalan. Aspek kritis dalam membedah sebuah persoalan dan pilihan cara yang gunakan sangat membantu saya dalam proses pengambilan keputusan.
Menjadi konselor, juga harus mengedepankan budaya elus dada atau sabar. Saya dituntuk menjadi pribadi yang mampu mengontrol emosi, terutama ketika opini klien tidak sejurus dengan opini saya. Berbagai hal ini menunjukkan kepada saya suatu cara memanagemen konflik dalam kehidupan komunitas dan personal.
Teknik-teknik pengambilan keputusan mulai diasah ketika mendapat kesempatan untuk membantu orang lain (klien) dalam proses konseling. Saya belajar banyak hal dari kegiatan ini -- entah sebagai konselor maupun sebagai klien. Dengan kesempatan seperti ini juga, proyek pribadi yang saya simulasikan dalam kehidupan komunitas mampu berjalan sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan.
Proyek bersama klien atau konselor dalam proses konseling sangat membantu saya melihat atau mengevaluasi kembali kegiatan-kegiatan saya dalam komunitas. Kegiatan konseling menuntut saya untuk mampu memanage waktu dengan baik. Â