"Pergilah, bagikanlah pengetahuanmu kepada orang lain!" Ketika disuruh demikian, kaum intelektual itu merasa sedih dan kecewa, sebab ia mengetahui banyak hal, tapi enggan membagikan pengetahuannya untuk orang lain.
Ketika disuruh "Jualah apa yang engkau miliki, dan berikanlah hasil jualannya kepada orang miskin," pemuda itu menjadi kecewa dan pergi dengan sedih. Injil Markus 10:17-30 kemudian menambahkan catatan penjelasan kenapa pemuda tersebut pergi dengan rasa sedih dan kecewa. Katanya: "Sebab banyaklah hartanya."
Ambisi seseorang untuk masuk dalam Kerajaan Surga memang selalu berapi-api. Di zaman Yesus, banyak orang berebutan mencari alternatif mudah untuk mendapat tempat dalam kehidupan kekal. Bahkan, Ibu Yohanes sendiri pernah mendatangi Yesus dan meminta agar Ia memberikan tempat yang layak untuk kedua anaknya.
Tindakan-tindakan demikian adalah cara-cara yang sering dipakai untuk menggapai sebuah harapan hidup yang kekal kelak. Orang sejatinya tak mau bersusah-susah, tak mau berjuang, tak mau "meminum cawan," tak mau memikul salib, tetapi keinginannya melampaui. Sama seperti tokoh yang dikisahkan dalam teks Injil Markus, kelekatan-kelekatan pribadi seringkali menunda seseorang untuk lebih yakin dan serius untuk menggapai hidup yang kekal.
Harta, misalkan, bisa menjadi penawar komitmen seseorang untuk tidak setia, taat, dan beriman demi sebuah target eskatologi. Ketika seseorang begitu memeluk kekayaan dan harta benda duniawi, ia akan cenderung dibayang-bayangi barang-barang tersebut. Dalam komunikasi internal-personal dengan Tuhan pun, bayang-bayang soal atribut duniawi itu "mengganggu" keseriusan-keseriusan lain.Â
Maka, tentang upaya menggapai keseriusan masuk dalam Kerajaan Surga, Yesus pun berpesan kepada para murid-Nya: "Alangkah sukarnya, orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." Pernyataan ini sejatinya tidak bertujuan untuk menakut-nakuti para murid. Akan tetapi, Yesus sebetulnya mau mengingatkan kepada para murid bahwa ketika kalian hendak menanamkan komitmen untuk prospek hidup yang kekal, lepaskanlah dahulu hal-hal yang membelenggumu.
Apa saja hal-hal yang membelenggu? Harta sejatinya bukanlah satu-satunya hal yang membelenggu seseorang. Selain harta, pikiran juga sangat memengaruhi komitmen seseorang untuk menjaga ritme. Jika seseorang hendak masuk ke dalam "Kerajaan Allah" dengan menyimpan dendam dan busuk untuk sesamanya, di situlah beban itu membelenggu komitmen dan keseriusan.
Maka dari itu, Yesus menambahkan: "Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum, daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Artinya apa, upaya-upaya kita dalam menenun keseriusan menuju kehidupan kekal selalu berakhir dengan komitmen yang setengah-setengah. Kita cenderung memanipulasi upaya tertentu agar diberi jalan. Akan tetapi, ketika ditantang, seperti halnya orang yang datang kepada Yesus, kita langsung putus asa dan kecewa.
Inilah fenomena ikhwal yang melatarbelakangi kehidupan beriman kita. Maka, benar apa yang dikatakan Rasul Yakobus bahwa iman tanpa perbuatan pada dasarnya mati. Jangan mengira perbuatan-perbuatan kita tak memberi investasi apa-apa pada keseriusan komitmen kita dalam mengejar kehidupan kekal. Justru dari perbuatan-lah, nilai tambah atas hidup keberimanan kita dikalkulasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H