Keindahan itu memang tak mampu dikebumikan sepenuhnya melalui wicara. Bahasa pun, kadangkala tak cukup menyatukan apa yang kelihatan dan pra-pemahaman yang ada dalam benak seseorang. Begitulah kira-kira Danau Toba dilukiskan ketika semuanya tersaji di depan mata. Pra-pemahamanku sebelum menyentuh Danau Toba hanya sejauh jengkal peta.
Luas Danau Toba sekitar 1.130 km2. Dalamnya sekitar 505,0 m. Di atas Danau Toba, terapung sebuah kapal besar bernama Samosir. Kapal Samosir sudah lama terapung di atas Toba dan menjadi kapal pesiar yang tak pernah redup ditumpangi para wisatawan. Berat Samosir yang tengah terapung membuat Danau Toba ditahan sapuan zaman. Kekuatan Toba menopang Samosir selama beribu-ribu tahun memberi nuansa spektakuler bahwa Danau Toba adalah warisan keindahan yang kokoh.
Danau Toba, ketika disisir sepenuhnya, bak sebuah kanal terusan. Kita seperti tengah berjalan di sebuah sungai, dimana di kiri dan kanannya diapiti pulau. Iklim layar Danau Toba sangat ramah. Tenang dan menyentuh. Jika hendak menyeberang ke Desa Tomok, kita hanya membutuhkan waktu kurang lebih 30-45 menit. Kapal motor pengangkut penumpang akan berlayar setiap satu jam. Tak hanya kapal-kapal motor, jembatan penyeberangan Aijbata menuju Tomok juga bisa dijangkau melalui kapal ferry. Akses ke Samosir dan sekitarnya tak lagi sejauh pra-pemahaman.
Saya sendiri lebih memilih bus layar (kapal motor) dengan beragam model. Untuk biaya penyeberangan hanya Rp 15.000 per orang. Sangat murah. Jika hendak membawa kendaraan pribadi, seperti sepeda motor atau mobil, tambahan biaya akan dikenakan seperti penumpang. Tomok biasanya menjadi lokasi jemput para wisatawan dan penumpang pada umumnya. Di bibir Tomok, para wisatawan akan disambut dengan beragam sapa para penjual jasa.
Di bibir Desa Tomok terdapat satu bangunan Gereja dengan desain Batak-Toba. Gereja ini dikenal dengan nama Gereja Santo Antonius Maria Claret. Gereja ini dibangun saat para Misionaris Claretian berkarya di Paroki Tomok. Saat itu Pastor Kris Dodok, CMF menjadi bidan proses pembangunan Gereja ini. Pintu masuk Pulau Samosir memang didesain menyerupai sebuah kawasan wisata budaya. Aneka kerajinan dan jualan khas Pulau Samosir dijajak di sekitar Pasar Tomok.
Tapura Cafe dan Resto persis dibangun bersebelahan dengan pintu masuk pelabuhan penyeberangan ferry. Desainnya yang menyerupai menara mini memikat banyak wisatawan lokal maupun mancanegara tuk sebentar menyeduh keindahan Danau Toba. Potret Danau Toba dari Tomok-Samosir sudah membenamkan ingatan. Sabtu di pesisir Danau Toba memang tak jauh dari rasa haru.
Saya jarang duduk merenung ketika dalam kapal penyeberangan. Saya menyimpan kesempatan ini usai mencicipi Toba dan Samosir secara menyeluruh. Saya pun memilih berdiri dan memotret segala keindahan Danau Toba dari dekat. Jauh bak laut lepas, genangan air beribu tahun itu tak pernah surut. Cekungan Toba perlu didatangi. Cekungan Toba perlu dipelihara. Cekungan Toba perlu dirawat untuk keunikannya sendiri.
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI