Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sabtu di Danau Toba

18 September 2021   10:24 Diperbarui: 20 September 2021   22:07 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyeberangan menuju Pulau Samosir. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.

Keindahan itu memang tak mampu dikebumikan sepenuhnya melalui wicara. Bahasa pun, kadangkala tak cukup menyatukan apa yang kelihatan dan pra-pemahaman yang ada dalam benak seseorang. Begitulah kira-kira Danau Toba dilukiskan ketika semuanya tersaji di depan mata. Pra-pemahamanku sebelum menyentuh Danau Toba hanya sejauh jengkal peta.

Luas Danau Toba sekitar 1.130 km2. Dalamnya sekitar 505,0 m. Di atas Danau Toba, terapung sebuah kapal besar bernama Samosir. Kapal Samosir sudah lama terapung di atas Toba dan menjadi kapal pesiar yang tak pernah redup ditumpangi para wisatawan. Berat Samosir yang tengah terapung membuat Danau Toba ditahan sapuan zaman. Kekuatan Toba menopang Samosir selama beribu-ribu tahun memberi nuansa spektakuler bahwa Danau Toba adalah warisan keindahan yang kokoh.

Pesona Danau Toba, Samosir, Sumatera Utara. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.
Pesona Danau Toba, Samosir, Sumatera Utara. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.
Saya menumpang salah satu kapal motor. Uniknya kapal motor yang tiap hari membelah Toba dimodifikasi sedemikian rupa. Bentuknya menyerupai sebuah bus bertingkat. Di dalamnya dilengkapi banyak aksesoris. Nahkoda kapal biasanya duduk di (dek) paling atas persis seperti para supir bus lintas provinsi. Ketika hendak pergi, bunyi klakson tanda berangkat memanggil para penumpang. Selang beberapa menit, lagu-lagu khas Batak siap menemani alur perjalanan.

Danau Toba, ketika disisir sepenuhnya, bak sebuah kanal terusan. Kita seperti tengah berjalan di sebuah sungai, dimana di kiri dan kanannya diapiti pulau. Iklim layar Danau Toba sangat ramah. Tenang dan menyentuh. Jika hendak menyeberang ke Desa Tomok, kita hanya membutuhkan waktu kurang lebih 30-45 menit. Kapal motor pengangkut penumpang akan berlayar setiap satu jam. Tak hanya kapal-kapal motor, jembatan penyeberangan Aijbata menuju Tomok juga bisa dijangkau melalui kapal ferry. Akses ke Samosir dan sekitarnya tak lagi sejauh pra-pemahaman.

Kapal motor Leo Star salah satu transportasi penyeberangan di Danau Toba. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.
Kapal motor Leo Star salah satu transportasi penyeberangan di Danau Toba. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.

Saya sendiri lebih memilih bus layar (kapal motor) dengan beragam model. Untuk biaya penyeberangan hanya Rp 15.000 per orang. Sangat murah. Jika hendak membawa kendaraan pribadi, seperti sepeda motor atau mobil, tambahan biaya akan dikenakan seperti penumpang. Tomok biasanya menjadi lokasi jemput para wisatawan dan penumpang pada umumnya. Di bibir Tomok, para wisatawan akan disambut dengan beragam sapa para penjual jasa.

Di bibir Desa Tomok terdapat satu bangunan Gereja dengan desain Batak-Toba. Gereja ini dikenal dengan nama Gereja Santo Antonius Maria Claret. Gereja ini dibangun saat para Misionaris Claretian berkarya di Paroki Tomok. Saat itu Pastor Kris Dodok, CMF menjadi bidan proses pembangunan Gereja ini. Pintu masuk Pulau Samosir memang didesain menyerupai sebuah kawasan wisata budaya. Aneka kerajinan dan jualan khas Pulau Samosir dijajak di sekitar Pasar Tomok.

Tapura Cafe dan Resto persis dibangun bersebelahan dengan pintu masuk pelabuhan penyeberangan ferry. Desainnya yang menyerupai menara mini memikat banyak wisatawan lokal maupun mancanegara tuk sebentar menyeduh keindahan Danau Toba. Potret Danau Toba dari Tomok-Samosir sudah membenamkan ingatan. Sabtu di pesisir Danau Toba memang tak jauh dari rasa haru.

Saya jarang duduk merenung ketika dalam kapal penyeberangan. Saya menyimpan kesempatan ini usai mencicipi Toba dan Samosir secara menyeluruh. Saya pun memilih berdiri dan memotret segala keindahan Danau Toba dari dekat. Jauh bak laut lepas, genangan air beribu tahun itu tak pernah surut. Cekungan Toba perlu didatangi. Cekungan Toba perlu dipelihara. Cekungan Toba perlu dirawat untuk keunikannya sendiri.

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun