Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menginterogasi Istilah Hak Asasi Manusia

13 September 2021   21:11 Diperbarui: 13 September 2021   21:11 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hak Asasi Manusia. Foto: gurupendidikan.co.id.

Istilah Hak Asasi Manusia (HAM) adalah terjemahan dari bahasa Inggris, Human Rights. Terjemahan HAM adalah terjemahan yang tidak seharusnya, karena Human Rights sendiri lebih tepat diterjemahkan sebagai "Hak-hak Manusiawi."

Hak Asasi Manusia (Fundamental Human Rights) bukan Human Rights (Hak-hak Manusiawi). Hak Asasi Manusia (Fundamental Human Rights) merujuk pada sebagian dari hak manusiawi saja. Padahal jika berbicara mengenai Human Rights, seharusnya tidak ada pembedaan mendasar (asasi) -- mana yang mendasar dan mana yang tidak. Human Rights tidak diberikan oleh hukum, tetapi oleh Yang Ilahi.

Istilah Hak Manusiawi mulai dipakai pada akhir abad ke-18 dan mendapat perhatian yang luas pada pertengahan abad ke-20. Hak Manusiawi menjadi tema penting usai Perang Dunia II. 

Pada abad-abad sebelumnya, istilah yang dipakai adalah hak-hak natural atau hak-hak kodrati. Langkah paling spektakuler justru diambil oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perserikatan Bangsa-Bangsa berhasil merumuskan The Universal Declaration of Human Rights.

Lalu, apa arti "hak-hak manusiawi?" Hak-hak manusiawi adalah hak yang dimiliki manusia karena manusia adalah manusia. Hak itu ada karena dia adalah manusia. Hak manusiawi itu sama bagi setiap orang karena martabat manusia itu pada dasarnya sama. 

Pada kasus tertentu, pelaksanaan hak yang satu bertentangan dengan hak yang lainnya. Misalkan dalam kasus aborsi, yakni antara hak otonomi perempuan yang mengandung untuk melindungi dirinya sendiri (supaya tidak mati) dan hak hidup si janin.

Oleh karena hak-hak itu adalah hak manusiawi, maka keberadaannya menjadi satu dengan keberadaannya sebagai manusia. Adanya hak itu, bersama dengan adanya manusia dan berakhirnya hak itu saat manusia juga berakhir (mati). 

Oleh karena itu, hak-hak manusiawi ini dimiliki semua orang, bukan hanya kelompok tertentu -- seperti dalam terminologi hak asasi manusia (hak dasar), katakanlah ketika kita berbicara soal pilihan kita saat pemilu.

Hak manusiawi statusnya lebih tinggi dari segala jenis hukum -- termasuk hukum posistif. Pasalnya, hak manusiawi ada sebelum hukum positif ditetapkan. Hukum positif merupakan kristalisasi dari hak-hak manusiawi dalam bentuk yang spesifik. Jika hukum positif bertentangan dengan hak-hak manusiawi, maka hukum itu tidak adil. Dasar hak manusiawi adalah martabat manusia. 

Martabat dan nilai intrinsik manusia menjadi sumber hak-hak manusiawi. Selain martabat, dasar lainnya adalah karena manusia merupakan ciptaan Allah yang serupa dan segambar dengan Allah dan manusia itu rentan (vulnerability). Kerentanan manusia menjadi dasar adanya perlindungan bagi manusia itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun