Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Krisis Identitas dan Hidup Spiritual

8 September 2021   19:30 Diperbarui: 8 September 2021   19:34 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengurapan tabhisan imam baru. Foto: hidupkatolik.com.

James Whitehead, seorang teolog pastoral dan sejarawan agama mengungkapkan bahwa hidup imamat di Amerika Serikat saat ini berada dalam krisis (James D Whitehead: 2003). Hal ini dapat diamati dari beberapa hal, diantaranya ada 40% jumlah imam diosesan menurun dalam 20 tahun terakhir, semakin banyak jumlah paroki yang ketiadaan imam, dan mencoloknya kehilangan kepercayaan antara para imam sendiri.

Pertanyaannya adalah apakah krisis tersebut merupakan ancaman ataukah sebuah bagian dari pemurnian hidup religius agar bisa sampai pada pencarian yang menyembuhkan dimana melaluinya Allah memurnikan hidup iman kita?

Walaupun krisis yang diungkapkan Whitehead di atas adalah krisis yang terjadi di Amerika, hemat saya krisis itu juga terjadi di (beberapa) tempat di Indonesia. Salah satunya di Keuskupan Sintang Kalimantan, seperti yang diungkapkan oleh Modesta Tita Rahayu, Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Sintang.

"Saya harus akui, medan pastoral dan kebutuhan umat dengan jumlah imam di keuskupan saya tak sebanding. Hal ini membuat kami kadangkala tak mudah mendapatkan pastor untuk bisa mendampingi kegiatan orang muda. Karena itu, keluarga-keluarga Kristiani harus merelakan putera mereka untuk menjadi imam." Akan tetapi, sebenarnya saat kita ditimpa krisis, kesabaran dan keberanian sangat diperlukan. Butuh kesabaran untuk mendengar apa yang terjadi dan keberanian menghadapi kehilangan yang mengancam hidup kita.

Kendati ada imam yang menyangkal keprihatinan tentang jati diri imami mereka, kebanyakan mengakui bahwa isu ini selalu ada pada mereka seperti awan tebal yang mengganggu keyakinan yang pernah mereka tahu. Isu ini juga membuat mereka merasa aneh dan sadar diri dalam paroki tertentu dan situasi sosial tertentu. Para imam pasca konsili insyaf akan pandangan-pandangan teologi yang berbeda tentang imamat.

Ada pandangan-pandangan teologis yang menganut pendekatan klasik, dengan penekanan pada karkater ontologis imam; ada juga yang pandangan teologis yang dipengaruhi oleh metode historis, dengan menempatkan imamat pelayanan dalam konteks panggilan Gereja yang berakar dalam baptisan, untuk menjadi suatu bangsa yang imami. Bila mereka berkumpul bersama rekan imam, mereka paling kurang sanggup menilai apa padangan setiap orang mengenai isu ini. Hal ini terungkap lewat sikap dan pandangan mereka tentang pelayanan dan kaum perempuan serta isu-isu lain yang memengaruhi hidup mereka.

Pada umumnya mereka menerima dengan antusias perkembangan teologis yang telah memperluas peran awam dan melihat baptisan sebagai awal dari segala pelayanan. Kelihatan bahwa teologi imamat kontemporer akan menimbulkan kontroversi tertentu seperti penerimaan terhadap pelayanan dari imam yang tidak aktif atau sudah dilaisasi, seorang klerus yang menikah, dan peranan wanita dalam tugas pelayanan.

Salah satu situasi dunia saat ini adalah manusia mengalami krisis makna dan kehilangan cita rasa misteri dan segala yang berhubungan dengannya, yakni semua isu tentang spiritualitas. Kita boleh menandaskan bahwa belum pernah terjadi bahwa peran imam, rabi, atau pelayan terasa begitu dibutuhkan dalam masyarakat kita daripada pada zaman ini. Kalau penyair dan novelis saja mempersoalkan misteri, apalagi seorang imam yang justru harus menjadi bagian dari hidupnya. Sayang bahwa banyak hal tidaklah demikian.

Sejumlah besar imam tampaknya sedang berada dalam retret, berjuang untuk menjadi legalis dan moralis yang reaksioner atau terapis non-direktif yang mempropagandakan liberalisme semu dan relativisme yang menjadikan ketulusan dan kejujuran sebagai kriteria utama dalam tingkah laku etis. Pertanyaannnya: "Apakah mereka dalam arti tertentu telah kehilangan sentuhan dengan daya tarik Injil, dengan misterinya, paradoks, dan maknanya?

Sejauh hal ini benar bagi sejumlah imam, maka mereka sesungguhya telah kehilangan jati diri. Solusi untuk memperoleh kembali semangat imami adalah cita rasa imam tentang misi dan penemuan kembali jati diri post-konsiliar merupakan isu yang bertalian erat dengan spiritualitas yang harus menjadi miliknya. Dengan demikian, spiritualitas menjadi sangat penting untuk dihayati dan dihidupi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun